PART 2.
Junsu belum beranjak dari tempatnya sejak tadi.
Ia masih tetap berdiri di sana.
Bersandar pada dinding kamar Jaejoong, dan menatap
Hyungnya tanpa henti.
Namja imut itu menghela nafas panjang.
Sebelum ia berjalan mendekati Jaejoong dan duduk di
sampingnya.
“Apa yang
harus kulakukan, Suie?” Lirih Jaejoong tersendat.
Kedua mata beningnya tampak membengkak.
Junsu masih bungkam.
Jemarinya mengusap wajah kakaknya yang tampak pucat,
ia tidak tidur semalaman karena menangisi nasibnya.
“Kenapa Tuhan
begitu kejam?” Ungkap Jaejoong lagi.
Suaranya tercekat, penuh kesakitan di dalam sana.
“Hyung, kau
tidak boleh menyalahkan Tuhan seperti itu” Balas Junsu mulai kesal.
Jaejoong mencengkram rambut almond-nya.
Ia meringis.
“Bagaimana aku
tidak marah padanya?! Ia membuatku mencintai seorang Atheis! Sementara selama ini aku selalu memujanya! Ia menjadikanku
seorang pendosa, Junsu ah!!” Jerit Jaejoong lemah.
Tangisnya kembali pecah.
Junsu segera memeluk Jaejoong, berusaha
menenangkannya.
Ia merasakan kedua matanya ikut panas sekarang.
“Cinta bukan
sebuah dosa, Hyungie, ia memberikanmu cinta karena ia menyayangimu” Balas Junsu
lirih.
Jaejoong menggeleng.
Menolak ucapan Junsu.
“Kalau ia
menyayangiku, ia tidak akan membiarkanku bertemu dengan Yunnie..”
“Sudahkah kau
tahu alasan mengapa ia tidak percaya kepada Tuhan?”
DEG.
Jaejoong terdiam.
Membiarkan air matanya mengalir bebas dalam tempo
lambat.
Perlahan namja cantik itu mendongakkan wajahnya.
Memandang Junsu yang menghela nafas dan menatap wajah
cantiknya.
“Kau tidak
pantas untuk marah kepada Tuhan sebelum kau mengerti alasan apa yang ada di
balik ketidakpercayaannya. Dan jika alasan itu terdengar pantas, maka kau harus
meninggalkannya Hyung”
“..Hiks..”
Junsu memeluk erat punggung Jaejoong.
Menenggelamkan wajahnya pada bahu namja cantik itu.
Benaknya bertanya-tanya, Hyungnya adalah orang kedua
setelah Appanya yang sangat memuja Tuhan selama hidupnya, mengapa Yesus memberinya
cobaan berat seperti ini?
Kau tahu?
Sebuah cinta bukanlah dosa, tapi terkadang cinta bisa
membuatmu berkhianat akan kepercayaanmu.
Cinta memang bukan dosa, tapi ia tidak cukup bersih
untuk dikatakan suci.
-------
Changmin mengerutkan dahinya menatap sahabatnya yang
tampak gelisah.
Mata musangnya bergerak tidak tenang.
Keringat dingin mengalir dari pelipisnya.
Suara nafasnya terdengar menderu berat.
Yunho mimpi buruk.
Mimpi yang sama sejak 3 tahun yang lalu ia masih
mengenal Tuhan.
“Yunho? Kau baik-baik saja?” Tanya Changmin
khawatir.
Namja berwajah kekanakan itu duduk di pinggir ranjang
milik Yunho dan mengguncang bahunya sedikit kencang.
“Ngh..hhh…”
“Yunho! Buka
matamu! Yun!”
“HH!
Hhhh…hhh…hhhh…hhhhhh..”
Kedua mata musang Yunho mengerjap-kerjap cepat.
Dadanya berdebar kencang.
Piyamanya basah karena keringat.
Namja tampan itu menoleh, menatap Changmin yang
mengerutkan dahi melihatnya.
“Thanks Min, kau menyelamatkanku lagi..”
Bisik Yunho tersengal.
Shim Changmin tidak menyahut.
Ia hanya diam masih memandang Yunho.
Menatapnya dengan rasa iba yang tersirat.
Yunho meringis kemudian.
Ia menutup kedua wajahnya dan menahan nafasnya.
Menahan tangisnya.
“Easy boy” Desis Changmin seraya mengusap
punggung namja tampan itu.
“Can you just leave me, now?” Ujar Yunho
tercekat.
Namja berwajah kekanakan itu menghela nafas.
Ia menggeleng dan menepuk bahu Yunho pelan.
“Tell me” Sahut Changmin tegas.
Huh.
Yunho tersenyum kecut mendengarnya.
Changmin selalu tahu kapan ia membutuhkan dirinya.
Yunho mengusap wajahnya.
Meringis penuh kesal dan amarah.
Memijat pelipisnya kuat.
“Aku bertemu
seorang namja” Mulai Yunho.
“Teruskan”
“Aku
menyukainya, berpikir kalau dia akan bisa menutupi luka yang menganga lebar
dalam hidupku”
“…”
“Tapi aku
salah, ia pergi begitu saja, setelah mengetahui kalau aku berbeda dengannya,
kalau aku tidak memiliki kepercayaan yang sama dengannya..Huh, dan kau tahu
kemana ia lari?”
“…”
“Church..Ia masuk ke dalam gereja..Dan
aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya..I
hate that place..I hate his house..I hate him!!”
“Calm down, Yun, tenang”
Yunho menggigit bibirnya berusaha meredam amarahnya.
Namja tampan itu mengusap wajahnya kasar.
Ia menoleh menatap kedua mata sipit sahabatnya.
“Kenapa Dia tidak membiarkanku tenang? Kenapa Dia masih terus menggangguku, Min?
Dendamkah ia padaku, karena aku telah
membenci dan mengutuk dirinya?? Jeongmall?”
“Aku bukan
Tuhan, Yunho ah, aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu”
Yunho memejamkan kedua mata musangnya erat.
Menahan amarahnya yang kian memuncak.
Perlahan pipinya terasa panas.
Basah.
Ia menangis dalam diam.
-------
Kibum memperhatikan Jaejoong yang menelan obat-obatnya
hingga tidak bersisa.
Namja snowy itu
beranjak mendekati Jaejoong perlahan.
Memeluknya dan mengusap lembut puncak kepalanya.
“Pergilah ke
gereja, kau akan merasa lebih baik setelahnya” Bujuk Kibum lembut.
Jaejoong tidak menyahut.
Ia hanya menatap sendu lantai kamarnya.
“Umma tidak
tahu apa yang telah membuatmu terlihat sedih seperti ini, Jaejoongie, Umma
berharap Yesus akan mengembalikan keceriaanmu”
Jaejoong menoleh.
Menatap wajah cantik Ummanya.
Ia merutuk dalam hati, bagaimana bisa ia menyunggingkan senyuman di bibirku? Sementara ia baru
saja menorehkan luka di hatiku?
“Ne Umma” Sahut Jaejoong lembut.
Kibum tersenyum manis.
Ia membantu Jaejoong berdiri dan menemani namja cantik
itu sampai pintu depan rumah.
Kemudian Jaejoong berjalan kaki sendirian.
Appanya masih sibuk di kantor saat ini.
Sementara adiknya sedang latihan bermain piano bersama
kekasihnya.
“Hhhh”
Namja cantik itu menghembus berat.
Ia menggosok kedua mata bulatnya dan mempercepat
langkahnya.
Hingga ia berhenti tepat di depan gereja yang beberapa
hari lalu didatanginya bersama Yunho.
Jaejoong menarik nafas panjang, sebelum ia
memberanikan diri memasuki gereja tersebut.
Mata bulat Jaejoong terus menatap lurus patung seorang
lelaki yang tersalib di tengah dinding gereja.
Beberapa lilin di atas mimbar dan lukisan surga pada
atap bangunan itu.
SRET.
Jaejoong berlutut di hadapan mimbar.
Ia menatap dalam wajah Tuhannya, sebelum ia
mengatupkan kedua tangannya erat, dan mulai berdoa.
“Tuhan Yesus yang baik, maafkan aku karena
telah berbuat dosa. Ampunilah aku, Engkau tersalib karenaku. Bunda Maria,
doakanlah aku anakmu, jagalah aku selalu dalam rahimmu yang suci. Jangan
biarkan aku kembali jatuh ke dalam dosa. Tetapi hantarkanlah aku kepada Yesus. Biar
aku tahu betapa kasihnya tiada berkesudahan, untukku yang bukanlah siapa-siapa.
Bahkan jiwaku pun hanya milikmu ya Tuhan..”
Mata bening itu terbuka pelan.
Jaejoong menghembuskan nafas pelan seraya mendongakkan
wajahnya.
Memperhatikan patung Yesus yang tersalib tepat di
hadapannya.
Kemudian Jaejoong menoleh, memandangi sang Bunda Maria
yang tersenyum di sana.
“Mungkin aku
tidak bisa bersatu dengannya, tapi kumohon, biarkan aku selalu bisa melihatnya”
Pinta Jaejoong lirih.
Namja cantik itu beranjak berdiri.
Ia menyalakan sebuah lilin berwarna putih dan
tersenyum kecut.
Jaejoong berbalik dan hendak pergi meninggalkan tempat
itu.
Namun langkahnya terhenti ketika ia menyadari kalau
salju telah turun.
Jaejoong menalan salivanya.
Namja cantik itu mengeratkan topi rajutnya dan
melangkahkan kakinya menerobos hujan salju.
Bahu Jaejoong bergetar.
Ia kedinginan.
Namja cantik itu meringis, giginya bergemelutuk
ringan.
BRUKK!
Jaejoong memekik kecil ketika seseorang tidak sengaja
menabrak dirinya.
Namja cantik itu hampir saja terjatuh kalau orang yang
menabraknya tidak menarik pinggangnya secara refleks.
“Yunnie?”
Gumam Jaejoong kaget.
Mata besar Jaejoong melebar.
Pipinya merona malu.
Namja tampan itu segera melepaskan rengkuhannya pada
pinggang Jaejoong dan menatap pakaian Jaejoong yang terlihat kotor sekarang.
“Omo” Kaget
Jaejoong saat menyadari arah tatapan Yunho.
Coffee Lattee Cup yang dibawa namja tampan itu
tumpah ke pakaiannya.
Aish.
“Kau mau
mampir ke tempatku? Aku akan membersihkan noda di bajumu” Ucap Yunho datar.
Jaejoong menggigit bibirnya.
Ia terlihat ragu dengan tawaran Yunho.
“Sepertinya
hujan salju akan semakin deras, kau bisa mati kedinginan sebelum sampai ke
rumahmu” Ujar Yunho lagi.
Hngh.
Jaejoong mengangguk pasrah.
-------
“Changmin, kau
di rumah?”
Yunho berteriak setelah melepaskan jaketnya dan
menggantungnya di hanger depan pintu.
Hening.
Tidak terdengar suara sahutan apa pun.
Sepertinya namja berwajah kekanakan itu sedang pergi.
“Changmin?”
Tanya Jaejoong melepas sepatunya.
“Ne, temanku”
Sahut Yunho pelan.
Jaejoong mengangguk kecil.
Ia segera berjalan mengikuti Yunho.
Mata besarnya bergerak menelusuri seluruh sudut
apertemen ini.
Cukup mewah, oh, tentu saja.
Bukankah Yunho fotografer terkenal hum?
“Kenapa ada
patung Buddha disini? Kupikir kau---”
“Itu milik
Changmin”
Jaejoong berdehem.
Namja tampan itu menyuruhnya duduk di sofa.
“Kka, buka
bajumu” Perintah Yunho.
“M-mwo??”
Kaget Jaejoong membulatkan matanya.
“Kenapa kaget?
Kau dan aku sama-sama pria”
“Uh..Tidak
bisakah kau memberiku ruangan untuk berganti pakaian?”
“Ck”
Namja tampan itu berdecak kesal.
Ia mendekati Jaejoong dan menarik paksa kaus namja
cantik itu.
Membuat Jaejoong berteriak kaget.
“A-ANDWAE
YUNNIE YAH!”
“Yah! Ini
hanya sebuah kaus! Kenapa kau---”
DEG.
Nafas Yunho tercekat.
Gerakannya terhenti seketika.
Mata musangnya menatap bekas Pacemaker yang tercetak jelas di dada namja cantik itu.
Namja tampan itu mendongakkan wajahnya, menatap
Jaejoong yang membeku.
SSRAK!
Jaejoong menarik paksa kausnya kembali.
Ia menundukkan wajahnya dalam, menyembunyikan air
matanya yang tampak menggenang.
“Maafkan aku”
Ujar Yunho pelan.
Jaejoong tidak menyahut.
Ia menggigit bibir bawahnya erat.
Tidak, ia tidak ingin namja tampan itu melihat
kecacatan pada dirinya.
Sama sekali tidak.
“Aku—Akan
membuatkan minuman hangat, ini pakaian gantimu” Ujar Yunho seraya meletakkan
kaus miliknya di samping Jaejoong.
Kemudian ia segera berjalan meninggalkan namja cantik
itu.
Jaejoong tertunduk.
Meringis seraya mencengkram dada kirinya.
Sementara Yunho mengerutkan dahinya.
Menyandarkan punggungnya pada konter dapur.
“Alat pacu
jantung?” Gumamnya lirih.
Yunho pernah melihat alat itu sebelumnya.
Sebuah alat pemeriksa denyut jantung yang tidak
normal.
Berbentuk bundar di ujungnya dengan kabel yang
panjang.
Mengapa Jaejoong bisa memiliki bekas alat itu?
Apakah ia pernah keracunan?
Atau ia memiliki masalah dengan jantungnya?
-------
TREK.
“Gomawo..”
Ucap Jaejoong pelan.
Ia sudah mengganti pakaiannya sekarang.
Namja cantik itu meraih cangkir yang ada di depannya
dan menyesap minumannya.
Sementara Yunho duduk di sampingnya.
“Kau lapar?
Aku akan memesan makanan”
“Kau ingin
membunuh orang? Hujan saljunya semakin deras”
“Kau bisa
meminta Tuhanmu untuk meredakan hujan saljunya”
Jaejoong menaikkan alisnya.
Ia menoleh menatap Yunho.
“Kupikir kau
tidak percaya padanya”
“Memang, aku
hanya mengejekmu, tidak mungkin hujan salju sederas itu bisa berhenti secara
tiba-tiba”
Jaejoong mendesah.
Ia tersenyum kecil mendengar komentar pedas Yunho.
“Yunnie yah”
“Apa?”
“Boleh
aku..Mengenalmu? Aku ingin menjadi temanmu”
Eoh?
Yunho mengerjapkan matanya.
Menatap Jaejoong yang tersenyum padanya.
“Kau harus
menerimaku! Kau sudah melihat tubuhku! Mesum!” Pekik Jaejoong memukul paha
Yunho.
Ish.
Namja tampan itu mencibirkan bibirnya.
Ia menepuk kepala Jaejoong kesal.
“Kau dan aku
bertemu tanpa sengaja, bagaimana bisa kau percaya kepadaku huh? Kalau aku
berbuat jahat padamu otte?”
“Tidak
mungkin, kau fotografer terkenal!”
“Apa
hubungannya?”
Dahi Jaejoong mengernyit.
Bingung dengan pertanyaan namja tampan itu.
Yunho benar, apa hubungannya?
“Hmpf”
Namja tampan itu menahan tawa gelinya.
Wajah Jaejoong terlihat sangat aneh sekarang.
Ia tidak bisa menahan dirinya untuk mencubit kedua
pipi namja cantik itu.
Membuat Jaejoong memekik kesakitan.
“Yunho?”
DEG.
Kedua namja itu saling menolehkan wajah mereka.
Menatap Changmin yang seperti terkejut di sana.
Tentu saja.
Ia tidak pernah melihat Yunho seperti itu sejak 3
tahun yang lalu.
“Min ah, kapan
kau sampai?” Tanya Yunho menjauhkan tangannya dari wajah Jaejoong.
“Baru saja,
hujan saljunya membuatku takut tidak bisa pulang dengan selamat” Sahut Changmin
tersenyum.
Namja berwajah kekanakan itu melepas jaketnya dan
menghampiri Yunho.
Mata sipitnya memandangi Jaejoong yang terdiam.
“Ah, kenalkan,
ini Shim Changmin, sahabatku” Ujar Yunho kepada Jaejoong.
“Kim Jaejoong
imnida” Ucap Jaejoong tersenyum.
Changmin mengangguk.
Ia melanjutkan langkah kakinya memasuki kamar.
Meninggalkan Yunho dan Jaejoong berdua.
“Kalian..Tinggal bersama?”
“Hm, dia
editor di C-JES, kami selalu bersama sejak kecil, jadi sekalian saja kami
membeli tempat ini untuk ditinggali”
“Apakah Umma
dan Appanya tidak marah?”
“Ani, orang
tua Changmin bercerai ketika ia masih sekolah menengah, tidak ada yang mengatur
hidupnya”
Omo.
Jaejoong menolehkan wajahnya.
Memandangi pintu kamar Changmin yang tertutup.
Kasihan sekali, pikirnya.
“Ah, boleh aku
pinjam teleponmu? Aku harus memberitahu Umma sebelum ia khawatir”
“Tentu, kau
bisa menggunakan telepon di sana”
Jaejoong mengangguk.
Ia berjalan menghampiri meja nakas yang terletak di
sudut ruangan.
Menekan nomor telepon rumahnya dan mendesah pendek.
“Yeoboseyo,
Umma? Ini Joongie, aku sedang berada di rumah teman sekarang”
Yunho menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Ia menolehkan wajahnya menatap Jaejoong yang menundukkan
wajahnya.
“Aku tidak
bohong Umma, aku punya teman, percaya padaku”
Eoh?
Yunho mengerutkan dahinya.
Mendengar ucapan Jaejoong yang terdengar kesal.
Kenapa ia berkata seperti itu?
“Ne Umma, aku
akan pulang setelah hujan saljunya mereda, nee, aku bawa obatku, anyeong”
KLEK.
Jaejoong mengerucutkan bibir ranumnya seraya berbalik
menyusul Yunho.
Ia duduk di tempatnya dan kembali meminum minumannya.
“Ummamu bilang
apa?” Tanya Yunho penasaran.
“Ia bilang aku
harus waspada terhadapmu, hahaha, lucu sekali” Kekeh Jaejoong lirih.
“Jaejoongie”
Namja cantik itu terdiam.
Ia menundukkan wajahnya dan mencengkram lututnya.
“Aku tidak
pernah punya teman” Ungkap Jaejoong pelan.
Yunho mendengar, menatap lurus namja cantik itu.
“Satu-satunya
temanku adalah Junsu, adik tiriku”
“Adik tiri?”
“Ne, Ummaku
meninggal saat melahirkanku, dan Appaku menikah dengan Ummanya Junsu”
“…”
“…”
“Aku dan
Changmin temanmu”
Eoh?
Jaejoong mengangkat wajahnya.
Mengerutkan dahi menatap Yunho.
“Aku tidak
yakin Changmin mau berteman denganku”
“Ia ramah pada
siapa saja, kau tidak perlu khawatir”
“Tapi aku
tidak ingin berteman denganmu”
DEG.
Yunho terdiam.
Jaejoong menggerakkan matanya gelisah.
Ia kembali menundukkan wajahnya.
“Aku..Ingin
menjadi yang lebih dari sekedar temanmu Yunnie yah” Bisik Jaejoong pelan.
Nyaris tidak terdengar.
Yunho terkejut.
Namja tampan itu mencengkram jemarinya.
Menahan dadanya yang perlahan berdebar-debar.
“Aku---”
“Yunho ah! Kau
sudah memesan makan malam? Aku lapar!”
Namja tampan itu menelan kalimatnya.
Ia menoleh menatap Changmin yang berkacak pinggang di
samping meja makan.
“Aniyo, kurasa
tidak ada yang mau mengantar pesanan dalam cuaca seperti ini”
“Mwoya? Lalu
aku makan apa?!”
Jaejoong terkikik mendengar teriakan Changmin.
Namja cantik itu berbalik dan menatap namja berwajah
kekanakan itu.
“Aku bisa
memasak, kau ingin makan apa Changmin ah?” Ujar Jaejoong tersenyum.
Mata sipit Changmin berbinar.
Ia tersenyum lebar.
“Kau bisa
memasak? Bagaimana dengan bibimbap dan takoyaki?”
“Ne, asal
bahannya lengkap”
“Wuoh! Kau
boleh memanggilku Minnie mulai sekarang!”
Jaejoong tertawa.
Ia mengangguk dan segera bangun dari duduknya.
Menyusul Changmin di dapur.
“Apakah kalian
selalu memesan makanan diluar?” Tanya Jaejoong seraya memakai apron yang
diberikan Changmin.
“Ne, kami
berdua sangat payah dalam urusan dapur” Sahut Changmin memperlihatkan deretan
giginya yang rapi.
“Tapi apron
ini?”
“Ah, itu
hadiah dari atasanku, ia membeli oleh-oleh dari Swiss, kurasa ia hanya ingin
mengejekku dengan benda itu”
Jaejoong kembali tertawa.
Ia mengangguk-angguk lucu hingga membuat poninya
bergoyang.
-------
Yunho tersenyum kecil ketika hidungnya menghirup aroma
masakan yang sedap dari ruang makan.
Namja tampan itu menyusul Jaejoong dan Changmin.
Oh, cepat sekali mereka akrab hum?
Namja berwajah kekanakan itu sedang membantu Jaejoong
menata piring seraya berceloteh tidak jelas.
Sepertinya ia menemukan orang yang tepat untuk diajak
bergosip.
Yunho benar-benar payah dalam hal itu.
“Apakah makan
malamnya sudah bisa dimulai?” Tanya Yunho menaikkan alisnya.
Jaejoong mengangguk.
Ia dan Changmin segera duduk di kursi masing-masing.
Yunho baru saja akan menggerakkan tangannya mengambil
bibimpap yang ada.
Namun gerakannya terhenti ketika ia melihat Jaejoong
yang terpejam seraya mengatupkan kedua tangannya dan Changmin yang terpejam
dengan kedua tangan yang menyatu tanpa lekuk.
“Bapa yang baik, terima kasih atas makanan
yang telah Engkau berikan, sehatkan tubuhku karena makanan ini, dan berkatilah
orang-orang yang belum menikmati makanan darimu ya Bapa. Terima kasih atas
kebaikanmu, amin”
“Buddha yang agung, aku bersyukur akan
makanan yang Engkau sediakan hari ini. Aku tidak akan menyiakan nikmatmu, aku
berjanji akan menghabiskan bibimpap dan takoyakinya. Amin”
Huh.
Yunho mengerutkan dahinya.
Bibirnya menyunggingkan senyum angkuh.
Lucu sekali kedua orang yang dikenalnya ini.
Mereka berterima kasih kepada Tuhan atas makanan ini.
Makanan yang diberikan? Makanan yang disediakan?
Jelas-jelas Jaejoong yang memasak semuanya, dan bahan
makanan itu dibelinya di supermarket.
Jadi yang mana yang diberi oleh Tuhan untuk mereka?
“Kurasa Tuhan
sedang menertawakan kalian dari atas sana, huh, itu pun kalau ia memang ada”
Ujar Yunho dingin.
Jaejoong dan Changmin mengangkat wajah mereka.
Menatap Yunho yang sudah melahap makan malamnya.
Namja berwajah kekanakan itu memiringkan wajahnya dan
memasang tampang tidak peduli.
Ia sudah terbiasa dengan komentar pedas Yunho yang
seperti itu.
Tapi Jaejoong tidak.
Namja cantik itu hanya bisa terdiam.
Menatap sendu namja tampan yang terlihat kesal saat
ini.
Hatinya sakit.
Ia tidak terima Yunho berkata seperti itu.
“Kau tidak
bisa berkata seperti itu kepada kami berdua Yunnie”
Changmin terkejut.
Ia mengangkat wajahnya.
“Kenapa tidak?
Kau tersinggung karena aku berkata fakta?”
“Aku
tersinggung karena kau menghina kami! Kau boleh saja tidak percaya pada Tuhan,
tapi jangan mengolok Tuhan di hadapan kami Yunnie yah!”
“Kalau kau
memang umat yang taat, kau tidak akan terpancing emosi hanya karena hal itu,
mana imanmu yang kuat? Aku jadi ingin tertawa”
Jaejoong tercekat.
Kedua matanya berkaca-kaca.
Namja cantik itu menatap tajam wajah Yunho.
Tapi Yunho tidak peduli.
Ia melanjutkan makannya dengan acuh.
GREK.
Jaejoong berdiri dari duduknya.
Ia menahan nafas.
“Aku pulang”
Ujarnya tegas.
Changmin hendak menahan namja cantik itu.
Namun Jaejoong sudah lebih dulu meninggalkan mereka.
Namja berwajah kekanakan itu menggeram.
Ia menolehkan wajahnya hendak memaki Yunho.
Namun suaranya tercekat ketika mata sipitnya menatap
Yunho yang terdiam.
Mata musangnya tampak sendu.
Raut wajahnya terlihat menyedihkan.
Changmin meredupkan emosinya.
Mendadak ia merasa iba.
Ia tahu Yunho sebenarnya tidak ingin berkata seperti
itu.
Yunho hanya mendadak emosi.
Ia tahu itu.
“Kau tidak
perlu khawatir, Yunho, aku sama sekali tidak marah padamu” Hibur Changmin
tersenyum kecil.
Yunho hanya menggumam tidak jelas.
TBC :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar