In your arms, in
this long darkness, I have fallen deeply.
Cause I’ve been
waiting for you and you’ve been waiting for me.
PART
3.
CKLEK.
Mata musang itu menoleh menatap pintu
ruang kerjanya yang terbuka oleh sepasang tangan mungil yang begitu
menggemaskan.
Yunho menghela nafas.
Ia segera meletakkan berkas dokumennya
di atas meja dan bersidekap kepada bocah berpiyama yang masih berdiri di dekat
pintu ruangannya.
“Yunjaeyun, berapa kali harus Appa ingatkan eoh? Ketuk pintu sebelum kau
masuk”
Bocah laki-laki berambut cokelat itu
mengerutkan dahinya.
Ia meremas tangannya kuat.
Memberanikan diri menatap mata musang
yang sama dengan miliknya itu.
“Mianhae Appa..Jangan marahi Yun Yun” Gumam bocah cilik itu bergetar.
Yunho kembali menghela nafas.
Ia segera beranjak dari duduknya dan
berlutut di hadapan bocah kesayangannya itu.
“Siapa yang bilang Appa marah kepadamu baby boy? Kka” Ujar pria arogan itu seraya menarik putranya ke
dalam pelukannya dan segera menggendong bocah tampan tersebut.
“Yun Yun ngantuk” Adu bocah kecil itu merengek.
“Umma dan Appa sudah mengantarkanmu untuk tidur tadi, kenapa kau bangun
lagi?”
“Pintu lemarinya terbuka, Appa lupa tutup”
Oh—Yunho berdecak.
Lagi-lagi ketakutan akan monster yang
mengerikan.
Pria tampan itu beranjak menuruni tangga
masih menggendong bocah kesayangannya.
Ia mengusap lembut punggung Yunjaeyun.
“Baiklah, Appa akan membawamu tidur dan menutup pintu lemari pakaianmu”
“Ani, Yun Yun mau tidur dengan Appa”
“Arasseo, arasseo”
Yunho segera melangkah menuju pintu
kamarnya dan Jaejoong.
Pria cantik yang sudah berhasil
dikekangnya selama bertahun-tahun.
Namja tampan itu meminta putranya untuk
membuka pintu tersebut dan ia segera membawa anaknya masuk ke dalam.
Yunjaeyun meronta, melepaskan diri dari
pelukan Yunho dan segera berlari memanjat ranjang.
Membuat Jaejoong yang sudah tertidur
mengerjapkan mata bulatnya terbangun.
“Umh?”
Namja cantik itu berjengit.
Ia segera membawa putra kecilnya tidur
di dalam pelukannya dan menepuk-nepuk lembut punggungnya.
Sementara Yunho sudah duduk di sampingnya
dan mengecup lembut pipi apelnya.
“Biar kutebak, monster lagi hn?” Gumam Jaejoong serak.
Yunho mengangguk.
Mengulurkan tangannya mengusap kepala
Yunjaeyun yang sudah terlelap di pelukan Jaejoong.
“Kau harus bisa membuatnya tidur sendirian walaupun ia takut, Yun, ia
akan berumur 4 tahun bulan Desember nanti” Ujar Jaejoong menghela nafasnya.
Namja tampan itu hanya bergumam.
Kemudian ia beranjak dari duduknya dan
beralih menuju lemari pakaiannya hendak mengambil piyama.
Lalu ia masuk ke dalam kamar mandi
sekalian mencuci muka.
Jaejoong memastikan putra kecilnya
benar-benar terlelap pulas sebelum ia beranjak bangun menyusul suaminya.
Yunho baru saja akan menyikat giginya
sebelum ia mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dan Jaejoong muncul
dari sana.
Pria tampan itu tersenyum kecil ketika
pria cantik itu memeluknya dari belakang.
Bersandar penuh kepadanya dengan wajah
mengantuk.
“Yunnie, aku serius” Bisik Jaejoong nyaris menggumam.
Namja tampan itu menyikat giginya, ia
menatap Jaejoong dari cermin yang ada di hadapan mereka.
“Tentang?”
“Yunjaeyun, Yunnie. Ia akan segera menjadi seorang kakak dalam beberapa
bulan lagi”
Yunho berkumur, kemudian ia mencuci
wajahnya dan mengeringkannya dengan handuk.
Lalu berbalik menghadap istrinya.
“Baiklah” Ujar Yunho pelan.
-------
“Benarkah? Yun Yun jadi tidak sabar!”
Kyuhyun tersenyum kecil.
Ia mengusap kepala Yunjaeyun dengan
lembut.
Mereka berdua sedang duduk di taman
sayap kanan kediaman Yunho dan Jaejoong saat ini.
Pria cantik itu memintanya untuk datang
karena ia bosan.
“Padahal adiknya juga akan lahir dalam waktu dekat, tapi sepertinya ia
lebih tertarik pada anakmu” Keluh Jaejoong seraya menata sandwich buatannya di atas piring.
Changmin terlihat tidak peduli, pria berwajah
kekanakan itu sudah mencomot satu roti dan memakannya.
“Hyung, apa aku boleh mengajarkan anakmu bermain musik? Sepertinya
Yunjaeyun cukup berbakat” Ujar putra bungsu keluarga Jung itu.
Yunho yang sedang membaca koran di kursi
meja makan mengangkat wajahnya.
Ia mengangguk.
“Selama tidak mengganggu belajarnya tidak masalah”
“Musik? Tapi Yun Yun sudah dipenuhi dengan berbagai aktifitas, Yunnie”
Jaejoong menghela nafasnya.
Ia bersidekap kepada Yunho.
“Hm?”
“Hanya itu? Oh—baiklah, mana yang harus kumulai duluan eoh? Bahasa
Jepang? Bahasa Perancis? Bahasa Inggris? Kroket, sastra, melukis,? Ia masih
berusia 3 tahun, Yunho! Jangan membebaninya!”
“Justru segalanya harus dimulai dari sekarang, Joongie, aku dan Aboji
sudah sepakat untuk menjadikan Yun Yun sebagai pewaris selanjutnya”
“Kenapa harus dia? Tidak bisakah kau menyayangi putramu sedikit saja?”
Yunho meletakkan korannya.
Ia menatap tidak senang mata bulat itu.
“Anak pertama Changmin adalah yeoja, dan anak kedua kita nanti juga
sama! Bagaimana bisa seorang anak perempuan dididik sebagai pewaris keluarga
eoh?”
Jaejoong terdiam.
Ia mengalihkan pandangannya menatap
Kyuhyun dan putra sulungnya yang terlihat bahagia di sana.
“Jangan memancing amarahku, Jung Jaejoong. Kau tahu akibatnya” Desis
Yunho tajam.
Changmin menelan salivanya.
Ia menundukkan wajahnya dan berusaha
untuk tidak terlihat di mata kakaknya.
Percayalah, kau tidak akan pernah mau
bermain-main dengan Jung Yunho yang sedang murka.
“Aku hanya tidak ingin menyakiti putra kita..Ia masih sangat kecil..”
Lirih Jaejoong pelan.
Yunho berdiri dari duduknya.
Kemudian ia beranjak meninggalkan ruang
makan.
Jaejoong terduduk lemas di kursinya.
Ia mengusap perutnya pelan.
“Hyung, gwenchana?” Bisik Changmin khawatir.
Jaejoong tidak menyahut.
Ia hanya mengangguk dalam diam.
.
.
.
“Umma gwenchana?”
Jaejoong meletakkan gelas susunya di
westafel.
Ia menunduk, tersenyum kepada putra
kecilnya yang sangat mirip dengan Yunho.
“Ne, sudah waktunya Yun Yun untuk tidur, bukan?”
Bocah kecil itu mengangguk.
Ia menggenggam tangan Jaejoong yang
terulur di depan wajahnya.
Kemudian ia mengikuti langkah kaki
ibunya menaiki tangga dan memasuki kamarnya.
Jaejoong menaikkan selimut Yunjaeyun
hingga ke batas leher bocah tampan itu.
Lalu ia duduk di pinggir ranjang dan
mengusap lembut wajah kecil putranya.
“Samchon mengajarimu main musik hm?” Tanya Jaejoong nyaris berbisik.
“Ne, Yun Yun main drum! Seru sekali, Umma, Yun suka!” Sahut bocah tampan
itu semangat.
“Eoh? Apa Yun Yun tidak lelah? Banyak sekali kegiatan yang harus Yun
ikuti, kalau Yun tidak mau lagi, bilang sama Umma”
“Ani, Yun suka semuanya”
“Jeongmall?”
“Ne, Yun jadi tidak punya waktu untuk sendirian, Songsaenim yang
mengajar juga lucu-lucu”
Jaejoong tertegun mendengar ucapan putra
kecilnya.
Ia menggenggam lembut tangan mungil itu.
Mendesah pendek mengingat Yunho yang
sangat protektif pada anaknya.
Ia tidak pernah mengizinkan Yunjaeyun
menyapa publik kecuali jika ia sendiri yang membawa namja kecil itu pergi
bersamanya.
Malang sekali nasib putranya hn?
“Oh, Umma penasaran, boleh Umma bertanya?”
“Ne Umma, wae?”
“Kenapa—Yun Yun lebih suka menunggu anak Samchon dari pada..Adikmu?”
Jaejoong menggigit bibir bawahnya tanpa
sadar.
Sedikit menyesal sudah bertanya.
“Anak Samchon nanti mainnya dengan Yun” Ujar Yunjaeyun tersenyum senang.
“Adik Yun juga bisa main dengan Yun nanti” Balas Jaejoong cepat.
Tapi Yunjaeyun sudah menggeleng.
“Kata Appa kalau Juju sudah lahir, Yun harus jadi kakak yang baik. Kalau
main dengan Yun pasti nanti dia menangis, makanya lebih baik Yun bikin nangis anak
Samchon saja”
Eoh?
Jaejoong tidak bisa menahan tawanya
mendengar jawaban dari bibir kecil putra kesayangannya.
Ia mengusap jemari kecil itu lembut.
Menatap teduh sepasang mata musang yang
selalu membuatnya terbuai itu.
“Jadi Yun ingin menjadi kakak yang bisa melindungi Juju ya? Tapi nanti
kasihan Jujunya, tidak punya teman bermain”
“Appa juga bilang Juju bisa main dengan anak Samchon, nanti juga akan
ada adik yang baru lagi kalau Juju bosan, Umma. Pokoknya tugas Yun harus
menjaga Juju agar tidak nakal”
Mwo?
Anak lagi?
Jaejoong menaikkan alisnya.
Sebenarnya Yunho ingin punya anak berapa
eoh?
Seperti tidak ada habisnya, pikir namja
cantik itu kalut.
“Baiklah, Appa benar, Yun harus bisa menjadi kakak yang baik eoh? Jja,
sekarang tidur”
Bocah kecil itu mengangguk.
Ia segera mengambil posisi nyaman dan
memejamkan mata musangnya.
Membiarkan Jaejoong mengecup dahinya
dengan sayang dan mematikan lampu kamarnya.
Namja cantik itu berdiri dan berbalik,
namun gerakannya terhenti ketika ia melihat sang suami telah berdiri di ambang
pintu untuk waktu yang Jaejoong tidak ketahui.
Pria arogan itu berjalan masuk ke dalam
kamar Yunjaeyun dan menghampiri lemari pakaian putranya.
Memastikan kalau pintu tersebut tidak
akan terbuka seperti malam-malam sebelumnya.
Lalu ia beranjak menghampiri putranya
dan memberi kecupan selamat malam di dahi bocah kecil itu.
Jaejoong masih merapatkan bibir
ranumnya.
Ia berbalik dan melangkah meninggalkan
kamar Yunjaeyun untuk menuju kamarnya dan Yunho.
Diikuti oleh namja tampan itu di
belakangnya.
Pria cantik itu segera naik ke atas
ranjang dan menyelimuti tubuhnya.
Mengusap-usap perutnya lembut dan
mengerutkan dahinya ketika sepasang lengan kekar Yunho memeluknya dari samping.
Pria tampan itu mencium pelipis
kekasihnya dan menaruh tangannya di atas perut Jaejoong.
Kemudian ia memejamkan mata musangnya.
Meninggalkan Jaejoong yang masih
terjaga.
Meremas lembut tangan Yunho yang ada di
atas perutnya.
Ia menghela nafas pendek.
Kemudian ikut memejamkan matanya
menyusul Yunho.
-------
Yunho berlari panik menuju ruang tengah
ketika tangis Yunjaeyun pecah.
Sementara Jaejoong hanya bisa berjalan
cepat dengan hati-hati mengingat kandungannya.
Namja cantik itu mendapati putra
kecilnya sudah berada di dalam pelukan Yunho ketika ia sampai di sana.
Seorang pelayan membantu Jaejoong untuk
duduk.
Pria cantik itu segera merebahkan
tubuhnya dan mengusap perutnya lembut.
“Ssh, laki-laki tidak boleh menangis, Yun, ada apa eoh? Beritahu Appa”
Ujar Yunho seraya menepuk-nepuk punggung putranya.
Jung Yunjaeyun mencengkram erat punggung
Yunho dengan kedua tangan mungilnya.
Ia berteriak tidak senang.
“Robotnya hilang Appa!” Adu Yunjaeyun terisak.
Yunho melirik Jaejoong.
Mereka berdua tersenyum tipis.
“Tidak mungkin hilang, mau Appa bantu cari?” Tanya Yunho lembut.
Bocah tampan itu menggeleng.
“Yun tidak suka barang Yun disentuh! Semuanya sudah Yun susun seperti
yang Yun mau, Appa!” Pekiknya kesal.
Oh.
Jaejoong menaikkan alisnya.
Ia cukup familiar dengan keadaan ini.
Dulu Yunjaeyun juga pernah menangis
hanya karena pelayan salah menyusun urutan buku bergambarnya.
Bocah kecil itu seratus persen duplikat
ayahnya ternyata.
“Baiklah, Appa akan memberitahu semua pelayan agar tidak menyentuh
barang Yun dengan sembarangan lagi, oke? Jja, hapus air matamu” Ujar Yunho
seraya melepaskan pelukannya.
Bocah kecil itu mengangguk.
Ia masih memasang wajah merengut yang
lucu.
“Kalau robotnya tidak ketemu besok kita beli yang baru” Sambung pria tampan
itu lagi.
Yunjaeyun mengangguk.
Ia mengulurkan lengannya dan mengusap
wajah basahnya dengan lengan bajunya.
“Oh—! Ju Hee bergerak!” Pekik Jaejoong tiba-tiba.
Namja tampan itu terkejut, ia segera
menggendong putranya dan mendudukkannya di samping Jaejoong.
Bocah kecil itu segera menempelkan
tangannya di perut Jaejoong.
Kemudian mata musangnya membulat lucu.
“Omo!” Pekik Yunjaeyun kaget.
“Wah, sepertinya Juju sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Oppa, ne?”
Seru Jaejoong tersenyum manis kepada putranya.
Yunho duduk di samping Yunjaeyun,
memeluk pinggang bocah kecil itu agar ia tidak jatuh dari sofa.
“Ne Appa, nanti kalau Ju sudah lahir jangan lupa bilang sama Ju ya,
jangan pegang-pegang barang Yun” Ujar Yunjaeyun mendongak menatap mata musang
ayahnya.
Pria tampan itu menaikkan alisnya.
Kemudian ia tertawa kecil dan
mengangguk.
Tidak menyadari sepasang mata bulat yang
mengerjap penuh kagum memandang wajahnya.
Jaejoong menghela nafas.
Dengan seulas senyum yang menghiasi
bibir ranumnya.
.
.
.
“Umma Yun juga mau ikut” Rengek bocah kecil itu manja.
Jaejoong menggeleng, ia mengusap kepala
Yunjaeyun dengan lembut.
“Ini sudah jam tidur Yun, Umma dan Appa akan pulang terlambat”
“Umma..”
“Appa akan mengantar Yun tidur, ne?”
Jung Yunjaeyun terkejut ketika tubuhnya
terangkat ke atas.
Ia menatap Yunho yang menatap tajam mata
musangnya.
Pria arogan itu tersenyum tipis
memandang wajah ketakutan putranya.
Oh—Yunjaeyun selalu kenal dengan raut
menakutkan itu.
Peringatan ringan untuknya agar ia tidak
membantah.
Bocah kecil itu menjatuhkan kepalanya di
bahu Yunho.
Kemudian ia memeluk leher namja tampan
itu dengan kedua lengannya.
Mata musangnya yang berkaca-kaca menatap
Jaejoong yang masih duduk di sofa.
“Jalja Umma” Bisiknya lirih.
Jaejoong mengangguk.
Memandang Yunho yang sudah membawa putra
mereka menaiki tangga.
Pria tampan itu segera membuka pintu
kamar Yunjaeyun dan membaringkannya di atas ranjang.
Kemudian ia menutupi tubuh kecil itu
dengan selimut tebal yang nyaman.
Yunho berdiri, mengecek pintu lemari
pakaian Yunjaeyun dan kembali duduk di samping namja kecil itu.
“Tidak ada monster, kau bisa tidur sekarang, baby boy” Ujar Yunho seraya mengecup dahi namja kecil itu.
“Appa”
“Ya?”
“Kenapa Yun tidak boleh ikut? Yun mengganggu ya? Kalau Yun mengganggu
nanti kalau sudah ada Juju otte?”
Eoh?
Namja tampan itu tersenyum mendengar
ucapan putranya.
Ia menunduk, menyatukan dahinya dengan
dahi Yunjaeyun.
“Karena ini acara orang dewasa, tidak ada bumblebee atau balon warna-warni di sana, nanti Yun bosan”
Mata musang Yunjaeyun mengerjap.
Bibirnya dengan cepat menyunggingkan
senyuman manis.
Bocah kecil itu segera memejamkan mata
musangnya di saat Yunho sudah mematikan lampu kamarnya.
Lalu pria arogan itu beranjak keluar
kamar meninggalkan putranya yang sudah tertidur pulas.
“Ia menangis?”
Yunho menatap wajah khawatir Jaejoong
yang masih duduk di sofa menunggunya.
Ia menggeleng, menghampiri namja cantik
itu dan meraih jemari halusnya.
“Kajja” Bisik namja tampan itu menggiring Jaejoong menuju teras depan
rumah dan memasuki mobil mewah mereka.
“Yun, bagaimana penampilanku? Tidak aneh kan?” Tanya Jaejoong setelah
Minho menutup pintu mobil.
“Wae? Tumben sekali kau menanyakan pendapatku”
“Kau lupa ya? Setelah pesta pertunangan Siwon dan Kibum dulu kau hanya
mengajakku ke dua pesta saja, jenjang waktunya juga berjauhan”
“Aku memang sengaja tidak menerima semua undangan yang ada”
“Seingatku kita sudah saling sepakat kalau kau akan menerima pesta yang
tidak ada kue mangkuknya, dan—”
“Orang-orang akan mengagumimu dengan berlebihan, kau tahu aku benci itu”
Jaejoong terdiam.
Mengerjapkan mata bulatnya menatap
Yunho.
“Lagi pula..Aku tidak ingin kalau tiba-tiba kau bertemu dengan seseorang
di pesta—”
“Kau takut aku berpaling?”
DEG.
Yunho menahan nafasnya.
“Seharusnya kau yang paling tahu, Jung Yunho. Tidak ada yang perlu kau
khawatirkan. Karena sejak awal kau sudah memilikiku, bahkan sebelum pernikahan
kita berlangsung” Bisik Jaejoong lirih.
Mata musang itu mengerjap cepat.
Menatap penuh tanya wajah cantik
Jaejoong.
“Apa? Kau pikir setelah aku hamil anak kedua kita aku masih terpaksa
berada di sampingmu seperti dulu eoh?”
“Jaejoong—”
“Tidak perlu kukatakan bukan, Tuan Jung Yunho? Aku tahu kau cukup
pintar”
Yunho masih merapatkan bibirnya.
Menatap tidak percaya mata bulat itu.
Ini—ini terlalu mendadak untuknya.
Setelah sekian lama ia terjebak dalam
spekulasinya sendiri.
GREPP.
Yunho tertegun.
Merasakan telapak tangan Jaejoong yang
sedingin es di atas tangannya.
Ia bisa melihat Jaejoong yang tampak
meringis di depannya.
“Sudah lama sekali aku tidak keluar rumah..Aku sungguh gugup” Bisik pria
cantik itu lirih.
Yunho menaikkan alisnya.
Kemudian ia menyunggingkan seringai
sombong yang sudah lama tidak Jaejoong lihat.
“Oh ya? Aku berani bertaruh bahwa pesonamu tidak pernah hilang,
Jaejoongie, orang-orang akan tetap memujamu”
“Dan kau benci itu”
“Ya, aku benci”
Jaejoong tertawa.
Ia mengecup pipi Yunho dan menjatuhkan
kepalanya pada dada bidang namja tampan itu.
Membiarkan Yunho mengusap lembut bahunya
dan mencium puncak kepalanya.
“Kita sudah sampai, Tuan” Ujar Minho sopan.
Pintu mobil mewah tersebut segera
terbuka lebar oleh sang penjaga pintu.
Yunho beranjak keluar dari mobil dan
membantu istrinya untuk menginjak red
carpet.
Jaejoong mengernyit, dalam sekejap ia
dan Yunho segera dihujani kilatan lampu kamera dan kericuhan wartawan.
Oh—pria cantik itu tersenyum tipis.
Rasanya sudah lama sekali.
Orang-orang menjadi gempar karena
pasangan fenomenal itu mendadak muncul di acara ini.
Tidak biasanya Tuan Muda Jung Yunho itu
akan menghadiri pesta peresmian cabang dari perusahaan lain walau rekannya
sendiri.
Pria tampan itu sangat tertutup.
“Sungguh suatu kehormatan untukku melihat anda berada di pesta ini, Tuan
Jung”
Yunho menoleh, mengangguk pelan kepada
Park Yoochun—rekan bisnisnya setahun terakhir.
“Oh, dan ini pasti Jung Jaejoong kan? Istrimu cantik sekali, sudah lama
aku penasaran akan sosok aslinya, ia tidak pernah terlihat di media”
Jaejoong tersenyum sopan.
Melirik Yunho yang menggertakkan giginya
diam-diam.
“Aku membawanya karena Tuan Hangeng Kim juga datang ke acara ini” Ujar
Yunho dingin.
Pria berpipi chubby itu mengangguk.
Mata sipitnya masih betah mengagumi
keindahan Jung Jaejoong.
“Kalau kalian mencari Tuan Kim, ia sedang berbincang di meja nomor 2”
Seru Yoochun beberapa saat kemudian.
“Yun, ayo” Bisik Jaejoong menarik lengan Yunho.
Pria tampan itu mengangguk.
Kemudian ia berbalik membawa
Jaejoongnya.
“Akan kubuat pria sialan itu menyesal!” Geram Yunho mengepalkan
tangannya.
Jaejoong terkejut.
Ia berhenti melangkah dan menarik Yunho
agar berhadapan dengannya.
Mata besar itu menatap Yunho menuntut.
“Ia bahkan tidak menyentuhku, Yun, jangan macam-macam dengannya oke?”
“Kau khawatir padanya? Eoh?”
“Ya, siapa tahu ia sudah menikah atau bahkan memiliki anak seperti kita,
apa kau benar-benar setega itu untuk menyengsarakan keluarga yang bahkan tidak
pernah bertemu denganmu secara langsung?”
“Aku tidak peduli”
Jaejoong baru saja akan membalas ucapan
Yunho.
Namun atensinya sudah beralih kepada
seorang pria paruh baya berperawakan china yang sedang meneguk wine-nya di seberang meja.
“Appa” Panggil Jaejoong.
Hangeng Kim menoleh, menaikkan alisnya
mendapati putra dan menantunya yang sedang berjalan menghampiri dirinya.
Yunho membungkuk sopan, sementara
Jaejoong sudah memeluk pria paruh baya itu.
“Sudah lama tidak melihatmu, kau hamil lagi eh?”
“Ne Appa, kali ini perempuan”
“Appa tidak sabar untuk bertemu dengannya, kau tahu anak kakakmu
semuanya laki-laki”
Jaejoong tersenyum.
“Apakah Umma ikut?”
“Ani, Appa datang sendiri. Ummamu sedang di rumah, Yorin dan
anak-anaknya menginap di rumah sejak dua hari yang lalu”
“Mwo? Kenapa tidak bilang? Aku bisa membawa Yunjaeyun ke sana agar ia
bermain dengan sepupunya, Appa”
Hangeng hanya tersenyum tipis.
Ia menggoyangkan gelasnya dan meminum
minuman tersebut dengan santai.
Telinganya mendengar bisik-bisik kagum
dari para tamu undangan yang ada.
Membicarakan tentang pertemuan tak
terduga antara dirinya dan anaknya di pesta seperti ini.
Ia memang sudah lama sekali tidak
terlihat di publik bersama Jaejoong.
“Yunho”
“Ne Aboji”
“Tidak baik merawat bunga mawar seorang diri, ia juga butuh sinar
matahari dan angin, kecuali kalau kau menginginkannya layu dengan cepat”
Yunho terdiam.
Menatap tajam mata sipit Hangeng.
Kemudian ia tersenyum sopan.
“Ne Aboji, kami akan bermain ke rumah di akhir pekan ini”
“Istriku akan sangat senang, ia sudah lama tidak bertemu dengan
laki-laki kesayangannya”
Kedua pria itu saling menatap dingin
satu sama lain.
Hanya Jaejoong yang mengerutkan dahinya.
Mata bulatnya sedari tadi mencari kue
mangkuk di semua meja yang ada.
Namun sedetik kemudian ia tersadar dan
segera menarik lengan jas Yunho.
Membuat pria tampan itu menunduk dan
mendekatkan telinganya kepada bibir ranum kesukaannya itu.
Jaejoong berbisik bingung.
“Yunnie, sejak kapan kau memelihara mawar? Aku tidak pernah melihat
mawar apa pun di rumah kita kecuali tulip”
Hangeng Kim tersenyum tipis.
Ia kembali menenggak wine-nya.
Ah,
roses that arounded by thorns.
TBC :D