This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Jumat, 29 Juli 2016

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/SLIPPIN AWAY/PART 6



I dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve gotten over me boy

Cause lately I realized without you
I can’t live another day

  “Karena orang yang paling banyak tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”

PART 6.

  “Sudah kau temukan?”

Namja berlesung pipi itu membungkuk sopan, kemudian ia menggeleng dan meminta maaf.
Membuat Yunho menggeram kesal dan mendengus keras.
Sudah hampir satu minggu ia berada di Seoul—tapi tidak sekalipun berita tentang Kim Jaejoong menyapa telinganya.
Ia sudah mencari namja cantik itu ke sekolah, tapi pihak akademik menyatakan bahwa kekasih cantiknya itu sudah keluar dari sana.

Bahkan sampai ke rumahnya pun sudah Yunho datangi.
Tapi rumah besar itu berdiri tegak tanpa penghuni di dalamnya.
Penjaga rumah itu mengatakan bahwa tidak sekalipun tuan mudanya kembali setelah terakhir kali namja cantik itu meninggalkan kediaman tersebut.

Namja tampan itu terlalu kalut—hingga ia melupakan satu tempat penting yang seharusnya ia datangi sejak awal.
Oh—belum waktunya, tentu saja.
 
  “Pakai usaha yang lebih keras lagi! Jangan membuat kepulanganku ke sini menjadi sia-sia!” Marah Yunho menghentakkan kepalan tangannya di atas meja.


Sial!
Sihir apa yang telah digunakan pria tua yang licik itu eoh?!
Kenapa begitu sulit menemukan namja yang telah menjerat cintanya?

  “Cari semua orang yang pernah bekerja dengan Jung Jinki dan bawa mereka kepadaku!” Ujar Yunho dengan rahangnya yang mengeras.

Choi Siwon mengangguk patuh.
Ia segera membungkuk dan beranjak keluar dari ruangan namja tampan itu.
Meninggalkan majikannya yang kini bersandar pada sandaran kursi besarnya dan memijat pelipisnya.

Di mana kau berada, Kim Jaejoong?
Kenapa sulit sekali menemukanmu?
.
.
.
  “Dingin...”

Namja cantik itu menggosokkan telapak tangannya yang terasa membeku.
Mata bulatnya mengerjap pelan memperhatikan ujung koridor yang sepi itu—kemudian atensinya kembali beralih pada pintu platinum yang tertutup rapat di hadapannya.
Dua hari..
Tiga hari..
Lima hari..
Jaejoong mendesah.
Sudah genap dua minggu ia menunggu di tempat ini setiap malam.
Tapi apa yang ditunggunya tidak pernah muncul di depan matanya.

Air mata Jaejoong menggenang.
Apakah Yunho sudah melupakannya?
Apakah pria tampan itu sudah memiliki pengganti dirinya?
Jaejoong menggigit bibir bawahnya erat—berusaha menahan diri agar ia tidak menangis tersedu-sedu seperti awal-awal masa sulitnya.

Ia bisa merasakan rongga dadanya yang terasa kosong—kepingan hatinya telah menghilang seiring dengan berjalannya waktu.
Hanya tersisa sedikit lagi harapannya untuk Yunho.
Jaejoong sadar ia tidak bisa terus seperti ini ke depannya.
Suatu saat ia harus berjalan dan tidak pernah menoleh ke belakang lagi.

Tapi apakah ia sanggup?

Sementara seluruh hatinya telah ia jaga hanya untuk Jung Yunho seorang.

  “Tuan? Kau masih di sini?”

DEG.

Jaejoong terkejut.
Ia refleks menghapus jejak air matanya dan tersenyum kepada manajer apertemen mewah ini.

  “Ah, maafkan aku, aku akan pulang sekarang” Ujar namja cantik itu lembut.

  “Apakah kau masih menyimpan kuncinya? Kalau tidak aku akan membukakan pintunya untukmu” Ujar pria ramah itu.

Eh?
Mata besar Jaejoong mengerjap cepat.
Menatap bingung wajah dengan senyuman hangat dari pria berpakaian formal tersebut.

  “Kau tuan Kim Jaejoong, bukan? Aku tidak mungkin lupa—beberapa tahun yang lalu kau pernah tinggal di sini bersama tuan Jung Yunho. Kamar apertemen ini telah dibeli oleh tuan Jung atas namamu, melihat kau telah kembali ke sini tapi terus duduk di luar, kupikir kau kehilangan kunci kamar milikmu”

Jaejoong tidak menyahut.
Mata besarnya masih menatap takjub pada pria paruh baya itu.
Sama sekali tidak menyangka kalau manajer ramah itu masih mengingat dirinya.
Oh—bagaimana pria itu bisa lupa? Kalau namja cantik yang ada di hadapannya saat ini pernah melakukan percobaan bunuh diri di hari terakhirnya tinggal di apertemen.

  “Ini kuncinya, kalau kau memerlukan bantuan kau bisa memanggilku kapanpun kau butuh, aku akan segera melayani dirimu. Aku turut senang akhirnya kau kembali pulang, tuan Kim”

DEG.

Kim Jaejoong tersentak kaget.
Seolah ada yang memukul ulu hatinya.
Membuat kedua matanya tanpa sadar terasa panas dan basah.
Nafasnya tercekat—menatap bingung punggung manajer yang sudah berjalan meninggalkan dirinya bersama sebuah kunci di dalam genggaman tangannya.

Pulang?

Air mata Jaejoong menetes jatuh.
Ia menoleh memandang pintu platinum tersebut dan memasukkan kunci yang baru saja diterima olehnya dengan bergetar.
Isakannya mulai terdengar—tapi Jaejoong tak lagi peduli.
Dadanya semakin berdebar kencang ketika pintu tersebut terbuka dalam sekejap.

Apakah ia sudah siap untuk ini?
Dua tahun ia tidak pernah kembali ke tempat ini lagi.
Tapi sekarang—

  “..Aku pulang, Yunnie yah..” Lirih Jaejoong nyaris tidak terdengar.

Bukankah seharusnya ada yang menyambut kedatangannya ketika ia pulang?

  “Aku pulang!” Seru Jaejoong dengan suaranya yang pecah.

Kakinya seakan tidak sanggup lagi menahan beban dirinya ketika kenyataan menghantamnya dengan keras bahwa tidak ada lagi yang menyambut kepulangannya.
Namja cantik itu bersandar lemah di balik pintu yang telah tertutup rapat.
Tangisnya pecah tanpa bisa ditahannya lagi.

Ruangan ini masih sama seperti dulu.
Tapi hanya satu yang telah berubah—satu-satunya hal yang membuat air mata Jaejoong tidak bisa berhenti untuk mengalir.

Apertemen ini terasa dingin.
Tidak ada lagi kehangatan yang tersisa.
Segalanya telah hilang tak berbekas.

Jaejoong menekan dadanya yang naik turun tidak teratur.
Sesak—sesak sekali.
Ia tidak tahan.
Namja cantik itu merogoh saku mantelnya dengan tangan yang bergetar hebat dan segera menghubungi Junsu setelah ia berhasil menemukan ponsel Changmin yang masih ada padanya.

  Yeoboseyo?

Nafas Jaejoong menderu tidak teratur, dadanya terasa semakin sesak hingga mencekik dirinya.

  “J—Junsu..hh..Tolong aku..” Bisik Jaejoong lemah.

  J—Jaejoong? Ini kau? OMO! Katakan padaku di mana kau sekarang?!

Ponsel tersebut terlepas dari genggaman Jaejoong.
Namja cantik itu meringis merasakan tangannya yang kaku.
Ia terisak sedih—sakit sekali—ia tidak tahan.


-------


Mata Junsu bengkak dan merah.
Changmin sudah memberitahunya kalau Jaejoong baik-baik saja.
Tapi tetap saja itu tidak berhasil membuat kekhawatiran Junsu mereda.
Ia masih saja keras kepala untuk tetap berada di samping Jaejoong dan menjaganya sampai mata bulat itu kembali terbuka.

  “Sebaiknya kau tidur, Junsu, ini sudah tengah malam” Tegur Changmin menghela nafasnya.

  “Tidak mau! Kalau ia menghilang lagi, bagaimana?” Sahut Junsu ketus.

Namja berwajah kekanakan itu menepuk kepala Junsu dengan sedikit tekanan hingga namja imut itu mengelak kesal.

  “Kita bisa melacak ponselku lagi seperti tadi, tenang saja” Ujar Changmin santai.

Junsu mendengus keras.
Ia berdiri dari kursi di samping ranjang rawat Jaejoong dan beralih berbaring di sofa.
Hampir tiga jam ia duduk di kursi itu—punggungnya jadi terasa pegal.
Sementara Changmin sudah mengambil tempat di sofa yang satunya.

  “Dari semua tempat—tidak sedikitpun apertemen itu terlintas di benakku” Ujar Junsu menghela nafasnya.

  “Ya, karena ia sendiri yang mengatakan bahwa tempat itu terlarang untuknya dan ia tidak akan pernah kembali lagi ke sana” Balas Changmin yang sudah berbaring dengan kedua lengan yang menumpu kepalanya.

  “Jangan-jangan selama ini ia suka menghilang tanpa kabar—sebenarnya ia pergi ke tempat itu? Tapi untuk apa?”

  “Untuk apa kau bilang? Ini semua salahmu! Kau yang memberitahunya kalau ayahnya Yunho sudah tidak ada lagi!”

  “Apa hubungannya dengan ayah Yunho? Aku—”

  “Jaejoong pasti mengira kalau Yunho akan kembali ke sini setelah tidak ada lagi yang bisa menahan Yunho untuk bersama dengannya”

  “Mwo?!”

Namja imut itu sontak beranjak duduk dari baringnya.
Menatap tidak percaya kepada Changmin yang masih berbaring dengan posisi santainya.

  “Jadi kau masih tidak tahu kalau selama ini tuan besar Jung tidak menerima hubungan Yunho dan Jaejoong? Ckck” Dengus Changmin meledek.

  “Jeongmallyo?! Aku benar-benar tidak tahu! Oh! Jadi ini alasan mengapa aku tidak boleh memberitahu Jaejoong tentang berita itu?”

  “Memangnya apa lagi?”

  “Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?! Kalau aku tahu, aku tidak akan memberitahu Jaejoong dan ia tidak ada berakhir seperti ini”

  “Jadi ini salahku?”

  “Tentu saja ini salahmu!”

  “Yah! Kenapa ini jadi salahku eoh?”

  “Kau yang—”

CKLEK.

Kedua namja itu terdiam saat pintu kamar rawat Jaejoong terbuka dan beberapa dokter berjas putih berjalan memasuki ruangan.
Changmin dan Junsu segera berdiri dan membungkuk sopan.

  “Ini rumah sakit, dilarang berisik” Tegur seorang dokter berkacamata dengan tegas.

Kedua pemuda itu kembali membungkuk disertai dengan permohonan maaf.
Kemudian mereka berjalan menghampiri lima orang dokter tersebut.

  “Apakah ia sudah sempat bangun?” Tanya dokter berambut ikal memandang Changmin dan Junsu.

  “Belum, ia masih tidur sejak mendapatkan obat” Ujar Junsu lirih.

  “Hmm, sepertinya tekanannya sungguh berat, ia juga kelelahan”

  “Iya, banyak sekali pekerjaannya”

Dokter tersebut menaikkan alisnya.
Kemudian ia menoleh kepada dokter-dokter yang lainnya dan sedikit berdiskusi dengan istilah-istilah yang tidak diketahui oleh Changmin dan Junsu.

  “Ini kelima kalinya pasien Kim Jaejoong kembali ke rumah sakit sejak percobaan bunuh dirinya yang pertama” Ujar dokter berambut ikal itu.

Changmin dan Junsu mengangguk.
Menatap gugup dokter berambut ikal itu.
Mereka segera mengikuti arahan dokter tersebut untuk berbicara di luar kamar rawat sementara dokter lainnya tetap berada di dalam kamar untuk memeriksa keadaan Jaejoong lebih lanjut.

  “J-Jaejoongie baik-baik saja, kan?” Tanya Junsu tidak sabar.

  “Kalian berpikir begitu?” Balas dokter tersebut balik bertanya.

  “Kami berharap seperti itu” Jawab Changmin kaku.

Oh—dokter berambut ikal itu tersenyum tipis.
Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas dokternya dan menatap serius wajah Junsu dan Changmin.

  “Berdasarkan riwayat pasien sejak pertama kali ia dirawat di rumah sakit ini dan setelah melihat kondisinya saat ini tim dokter mendiagosa bahwa pasien Kim Jaejoong mengalami PTSD atau yang biasa disebut dengan Post Traumatic Stress Disorder. Ia mengalami tekanan dan trauma akan kesepian, biasanya dalam kasus seperti ini pasien mengalami trauma karena telah memberikan segala yang ia miliki pada orang yang salah” Jelas dokter tersebut.

Junsu dan Changmin terdiam.
Menatap tidak percaya dokter berambut ikal itu.
Junsu tercekat—hingga mata sipitnya merembeskan cairan hangat yang membasahi pipinya tanpa sadar.

  “Je—Jeongmallyo?” Lirihnya serak.

  “Bagaimana dengan proses penyembuhannya? Apakah ia bisa sehat kembali?” Tanya Changmin menuntut.

  “Pada dasarnya segalanya kembali kepada keinginan pasien untuk bisa bebas dari segala tekanan traumatiknya, kemungkinan untuk sembuh tentu saja ada, kita bisa melakukan terapi atau pemberian obat untuknya” Ujar dokter itu pelan.

Oh—Junsu dan Changmin refleks menghela nafas lega mendengar ucapan dokter berambut ikal itu.

  “Tapi tentu saja prosesnya tidak mudah, mengingat percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh pasien cukup ekstrim dengan jumlah yang tidak sedikit, aku ingin meminta bantuan kalian berdua untuk kesembuhan pasien”

  “Ya, tentu saja” Sahut Changmin yakin.

  “Aku dan timku akan melakukan observasi terhadap pasien, namun kami juga membutuhkan informasi dari pertanyaan yang sama yang diajukan kepada pasien. Melihat kasus yang dialami oleh pasien, aku menduga bahwa ada seseorang yang berpengaruh kuat hingga menyebabkan pasien menjadi seperti ini”

  “Y—Ya”

  “Bisakah kalian membawa orang itu untuk bertemu denganku? Aku membutuhkan beberapa hal penting darinya”

DEG.

Junsu dan Changmin terkejut.
Mereka saling menatap dan mengerutkan dahi.
Membawa orang itu?
Membawa Jung Yunho?
Yang benar saja!

  “Apakah Jaejoong bisa kembali pulang setelah kondisi tubuhnya pulih?” Ujar Junsu cepat.

  “Ya, secara keseluruhan ia baik-baik saja, jangan lupa untuk terus mendukungnya agar ia termotivasi untuk sembuh”

Changmin menoleh ke belakang saat pintu kamar rawat terbuka.
Keempat dokter berjas putih itu sudah selesai melaksanakan tugas mereka.
Dokter berambut ikal itu tersenyum kepada Junsu dan Changmin sebelum ia berbalik dan berjalan bersama timnya seraya mendiskusikan sesuatu.

Junsu menghela nafas.
Ia melirik Changmin dan menyenggol lengannya.

  “Changmin ah, sekarang bagaimana caranya kita menghubungi Jung Yunho?” Tanya Junsu dengan suaranya yang parau.

Changmin mendesah keras.

  “Jangan bertanya padaku. Kalau ada orang yang paling tidak aku inginkan untuk berurusan dengannya maka itu adalah Jung Yunho” Ucapnya.

  “Mwo? Lalu Jaejoong bagaimana?”

  “Kurasa ini bagianmu, semangat Kim Junsu!”

  “Yah! Changmin ah!”

Namja berwajah kekanakan itu mendorong Junsu dan segera berlari memasuki kamar rawat Jaejoong.


-------


  “Oppa, kemana saja kau? Uri Umma tidak bisa tidur semalam karena kau menghilang tanpa kabar”

Namja imut itu melirik Tiffany yang sedang berkacak pinggang di dekat tangga.
Junsu menghela nafas dan berjalan melewati gadis berambut pendek itu begitu saja.

  “Temanku masuk rumah sakit, jadi aku harus merawatnya. Tapi ia sudah pulang ke rumahnya kok” Gumam Junsu hampir tidak terdengar.

  “Temanmu? Siapa?” Tanya Tiffany seraya mengikuti langkah kaki kakak angkatnya.

  “Jaejoong, yah, aku lelah sekali, biarkan aku tidur sampai malam nanti. Masalah Umma aku akan menemuinya nanti”

  “Jaejoong? Kim Jaejoong? Omo! Namja yang berpacaran dengan Yunhoku itu kan, Oppa?!”

  “Yunhomu dari bulan! Sejak kapan pria itu jadi milikmu eoh? Kau sudah bertunangan!”

Gadis berambut pendek itu mendengus kesal berusaha menjauhkan tangan Junsu yang menarik-narik rambutnya.

  “Kan masih belum resmi menikah” Gerutu gadis cantik itu mengerucutkan bibirnya.

Junsu hanya menghela nafas mendengar ucapan adiknya.
Ia melepas kemejanya dan segera melemparkan tubuhnya di atas ranjangnya yang empuk tanpa mempedulikan Tiffany yang masih berdiri di pinggir ranjangnya.

  “Ya Jun Oppa! Mandi lalu ganti baju! Masa mau tidur dengan kaus seharian seperti itu sih?! Jorok!”

  “Berisik! Tidak akan ada yang mati kalau aku tidur seperti ini, kan? Keluar dari kamarku! Mengganggu saja!”

Gadis cantik itu merengut kesal.
Ia melepaskan sepatunya dan ikut menjatuhkan dirinya di atas ranjang milik kakaknya.
Junsu hanya melirik sekilas kelakuan adiknya lalu ia kembali memejamkan matanya.
Ia tidak terbiasa tidur di rumah sakit, jadi punggungnya pegal sekali.
Belum lagi Changmin yang seolah-olah melepas tanggung jawab kepadanya.

Uh.

Namja imut itu mengerutkan dahinya.

  “Oppa, kau sudah tidur?”

Junsu mendengus—memilih tidak menyahut pertanyaan konyol dari adiknya.
Aish, Tiffany itu sungguh cerewet.
Chansung yang kembarannya saja tidak secerewet gadis berisik itu.
Rasanya kalau bisa Junsu ingin sekali menutup mulut itu dengan bantal dan—

  “Beberapa waktu yang lalu aku dan Chansung menemani Appa untuk menjemput rekan bisnisnya di bandara. Kau tahu tidak siapa yang kami temui itu? Aigoo, ini seperti mimpi. Berapa tahun ya sudah Jung Yunho yang tampan itu menghilang dari Korea?”

DEG.

Mata sipit Junsu sontak terbuka lebar ketika mendengar ucapan adiknya.
Namja imut itu beranjak dari baringnya dan menarik Tiffany hingga gadis cantik itu mengerutkan dahinya bingung.

  “Apa? Jung Yunho? Jeongmall?!” Seru Junsu tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya.

Tiffany mengangguk polos.
Ia memiringkan kepalanya lucu.

  “Appa bilang mereka menjalin kerja sama sekarang, sayang sekali aku sudah bertunangan dengan Soo Hyuk Oppa, kalau tidak—YYA JUN OPPA!”

Aish.
Tiffany memukul bantal dengan kesal.
Lagi-lagi Junsu meninggalkannya yang sedang berbicara.
Menyebalkan sekali!
Kenapa tidak ada satupun yang mau mendengar dirinya eoh?!

Gadis cantik itu kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang milik Junsu dan memutuskan untuk kembali melanjutkan tidurnya.
Sementara Junsu sudah berlari-lari menuruni tangga dan menuju koridor di mana ruang kerja Appanya berada.
Jantungnya berdebar kencang.

Ya Tuhan, Jung Yunho—pria itu telah kembali!
Apakah Changmin tahu tentang hal ini?!
Apakah—apakah Jaejoong tahu?
Junsu merasakan tulang punggungnya menggigil akan pemikirannya tersebut.

Ia harus bertindak!
Ia harus segera menghubungi pria itu!
Yunho harus membantu sahabatnya untuk sembuh.
Junsu sudah tidak tahan lagi melihat wajah yang penuh dengan kesedihan itu.

Masalah Changmin—ia akan memberitahunya nanti.
.
.
.
Jaejoong menghela nafas panjang.
Ia mengayuh sepeda yang dipinjamnya dari pemilik cafe tempatnya bekerja.
Namja cantik itu melompat turun dari sepeda tua tersebut ketika ia sampai di depan sebuah rumah mungil yang kumuh berwarna putih kusam.
Rumah yang bisa saja rubuh jika terkena angin kencang dan hujan deras.

Tapi Jaejoong tidak peduli.

Ia sudah memutuskan untuk mengawali hidupnya dari titik nol lagi sejak kepergian Yunho.
Ia tidak pernah lagi menggunakan kartu rekeningnya yang berisi pemberian dari Yunho.
Jaejoong mencoba untuk menjauhkan dirinya dari segala hal tentang namja itu agar ia bisa kembali hidup tenang.

Namja cantik itu meletakkan sepedanya di teras rumah dan segera masuk ke dalam rumah dengan santai.
Tidak menyadari bahwa sejak awal ada sebuah mobil mewah yang terparkir di dekat halaman rumahnya yang kecil itu.
Seseorang mengawasi dirinya.

Memandangnya dengan penuh kerinduan dan penyesalan.

Namja itu—Jung Yunho.

Lelaki yang tidak bisa menahan rasa sakitnya melihat bagaimana kurusnya Kim Jaejoong sekarang.
Rahangnya mengetat mengingat Jaejoongnya yang berhenti bersekolah demi mencari uang.
Ia telah membiarkan Jaejoong bersedih dan menderita selama ini.
Sedangkan dirinya hidup dengan penuh kemewahan seperti biasanya—bahkan lebih ketika Jung Jinki sudah tidak ada lagi.

Yunho menggertakkan giginya ketika air matanya jatuh.
Ia segera mengusap kasar wajahnya dan beranjak keluar dari mobil mewah tersebut.
Melangkahkan kakinya menuju pintu depan rumah kekasihnya.
Namja tampan itu merapikan jas armaninya yang mahal dan mengatur nafasnya.

TOK TOK TOK.

Yunho mengetuk pintu itu dengan tekanan.
Telinganya mendengar suara langkah kaki yang mendekat dan semakin dekat.
Hingga beberapa saat kemudian pintu tersebut terbuka dan Kim Jaejoong muncul di sana.

DEG.

Mata besar Jaejoong mengerjap.
Ia membeku di tempat.
Menatap namja tampan yang tersenyum kepadanya di sana.

  “Aku kembali, BooJae” Ujar Yunho dalam.

Bibir ranum Jaejoong membuka—namun tidak satupun suaranya yang keluar.
Namja cantik itu mengerutkan dahinya.
Menatap Yunho lebih lama lagi untuk memastikan bahwa kehadiran namja tampan itu nyata.
Dan detik berikutnya giliran Yunho untuk terkejut.

Melihat Jaejoong yang tersenyum penuh kepadanya.

Dada Yunho berdenyut tidak nyaman.
Nyeri seolah seseorang mencubitnya.
Senyum itu—bukan milik Kim Jaejoongnya.

  “Yunnie..” Bisik Jaejoong lirih.

Suaranya bergetar.
Kemudian tangis Jaejoong pecah.
Yunho segera menangkap namja cantik itu sebelum kekasihnya terjatuh lemas di atas lantai.
Membawa Jaejoong ke dalam pelukannya dan membiarkan namja cantik itu menangis keras-keras di sana.

Yunho merasakan pipinya basah.
Relung hatinya terasa sesak.
Seolah ikut merasakan penderitaan Jaejoong selama ini.
Namja tampan itu menyurukkan wajahnya di kepala Jaejoong.

Menghirup aroma manis yang selalu ia rindukan dengan kegilaan.

  “Aku merindukanmu, Kim Jaejoong. Begitu merindukanmu sampai rasanya aku bisa gila” Bisik Yunho di telinga namja cantik itu.

Jaejoong tidak menyahut.
Namja cantik itu masih menangis di pelukan Yunho.
Yunho mendudukkan dirinya pelan-pelan hingga punggungnya bersandar di balik pintu yang tertutup.
Dengan Jaejoong yang kini berada di pangkuannya.

Bibir Yunho menarik sebuah senyuman tanpa sadar.
Ia hampir tidak percaya bahwa kini kekasihnya berada di dalam pelukannya secara nyata.
Setelah selama ini hanya bisa memimpikan namja cantik itu.
Yunho menunduk dan menjauhkan wajah Jaejoong dari dadanya.

Mengulurkan kedua tangannya untuk mengusap wajah basah yang telah memerah itu.
Menatap Jaejoong dengan segala cinta yang ia punya.

  “Apakah—apakah kau akan tinggal?” Lirih Jaejoong serak.

Yunho mengangguk.
Dan detik berikutnya isakan Jaejoong tenggelam di balik lumatan mulut Yunho.
Namja tampan itu merengkuhnya dengan erat—seolah tidak ingin kehilangannya lagi.
Jaejoong melenguh disela isakannya.
Merasakan ciuman berantakan Yunho yang penuh dengan kerinduan di mulutnya.

Namja cantik itu bergerak, mengeratkan tubuhnya dengan tubuh Yunho hingga tidak tersisa sedikitpun celah di antara mereka berdua.
Ia bisa merasakan dengan jelas tubuh Yunho yang panas dan kaku.
Jaejoong memeluk leher Yunho dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya ia letakkan di atas bagian tubuh Yunho yang panas membara.

  “Pe-penuhi aku, Yunnie..Ugh..Mm..A-Aku membutuhkanmu..Hiks..A-Aku rindu—AH!”

Namja cantik itu berjengit keras.
Tubuhnya seolah tersengat arus listrik.
Ciuman basah mereka telah lepas, menyisakan benang-benang saliva yang mengikat.
Mata besar Jaejoong bertatapan dengan mata musang Yunho yang dipenuhi gelora nafsu.
Jaejoong segera menangkup wajah Yunho dengan kedua tangannya tanpa memutuskan tatapan mereka.

  “U-Umh..ungh..” Desah Jaejoong tertahan ketika rasa sakit menggerogoti punggungnya.

Air matanya kembali jatuh.
Membuat Yunho mengecup bibir basah Jaejoong dan tersenyum kepadanya.

  “Aku mencintaimu”

Namja cantik itu segera memeluk Yunho dengan erat.
Tangisnya pecah sekali lagi di bahu namja tampan itu.

Ia rindu Yunho.

Rindu sekali.

TBC :D

5 komentar:

  1. lagi asik2nya baca, ada tulisan tbc itu bikin arrrggghhhhh!!! yah akhirnya yunho balik nemuin jaejoong^^ ayo lanjut2 kak

    BalasHapus
  2. aishhhh...sebel banget sama 3 huruf yang nangkring paling bawah itu -_-
    padahal lagi asik-asiknya
    oh ya, lupa perkenalan dulu
    anyeong shella... gue followers baru, salam kenal ya :)
    gue baru baca ff ini doang, dan komennya gue jejalin dari chap1 di sini semua ya....hehe
    gue masih belum paham sama PTSD yang diderita jaejoong, juga kehadiran yunho yang tiba2 di rumah jaejae...
    ehm.. mungin kalo baca sekali lagi chap ini gue bakal lebih paham kali ya...
    next ditunggu ya, shella^^

    BalasHapus
  3. Untung tbc gak end 😁 , masak jae nerima yun gitu aja 😢 , bikin yun nyesel udah ninggalin jae dong, ditunggu next chap

    BalasHapus
  4. Omo chingu, setelah sekian lama, yunjae moment ditunggu, eh malah tbc. Beneran yunho atau hanya halusinasi si jj sih? Jj jangan maafin yunho dengan mudah ya, sedikit jual mahal agar yunho tau rasa.
    Lanjut shella...

    BalasHapus
  5. waaah gk tau kalo uda update. kkkkk
    akhirnya yunho uda balik.

    BalasHapus