I
dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve
gotten over me boy
Cause
lately I realized without you
I
can’t live another day
“Karena orang yang paling banyak
tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”
PART
3.
“Boleh aku meminjam catatanmu?”
Jaejoong mendongak—menatap Kim Junsu
yang sudah berdiri menekan mejanya dengan kedua telapak tangan.
Namja cantik itu mengerutkan dahinya.
“Untuk apa? Kau tidak pernah meminjam apapun dariku selama ini”
“Memang tidak, tapi karena sekarang kita berteman maka kau harus
terbiasa untuk berbagi denganku”
“Aku tidak ingat pernah setuju untuk berteman denganmu”
“Tidak ada janji apapun, tapi sikapmu yang menunjukkannya”
Namja cantik itu menghela nafas.
Berdebat dengan Junsu tidak akan ada
habisnya.
Namja imut itu selalu mengungkapkan apa
yang terlintas di kepalanya secara terang-terangan—dan terkadang hal itu
menyebalkan.
“Kembalikan sesegera mungkin” Ujar Jaejoong seraya meletakkan buku
catatannya di atas meja.
Junsu tersenyum dan mengangguk patuh.
Kemudian ia mengambil buku milik
Jaejoong dan kembali duduk di kursinya yang terletak di barisan depan.
Jaejoong hanya memandang punggung Junsu.
Kemudian ia mengalihkan pandangannya
keluar jendela.
Menghela nafas pendek dengan tekanan.
[ “—kalau kau mencintainya
seharusnya kau melepaskannya—” ]
Bibir Jaejoong berkedut dengan rahang
yang mengeras.
Kedua jemarinya meremat ujung seragam
bagian tangannya yang berlebih dengan erat.
Melepaskan Yunho?
Yang benar saja.
“Joongie”
DEG.
Namja cantik itu tersentak dan refleks
menoleh ke sumber suara.
Mata besarnya mengerjap memandang Yunho
yang sudah berdiri menggantikan posisi Junsu tadi.
“Aku memanggilmu berkali-kali, kau tahu?” Gerutu Yunho tidak senang.
Jaejoong menunduk.
Menggigit bibir bawahnya.
“Maafkan aku” Bisiknya pelan.
Yunho bersidekap—menatap kesal
kekasihnya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena
kemudian namja tampan itu sudah meletakkan sebuah kotak susu kecil berwarna
cokelat dan sepotong sandwich lezat.
“Kita kan sudah sarapan” Gumam Jaejoong mendongak—menatap bingung wajah
tampan kekasihnya.
“Tapi kau hanya makan sedikit dan aku tidak suka, habiskan” Perintah
namja tampan itu tegas.
Jaejoong mendesah.
Ia segera membuka kotak susunya dan
meneguk minuman rasa cokelat itu.
“Rotinya akan kusimpan untuk nanti, aku masih kenyang”
Eoh?
Yunho menaikkan alisnya mendengar ucapan
kekasihnya.
Namja tampan itu segera menghampiri
Jaejoong dan menyentuh dahi namja cantik itu hingga membuat Jaejoong berjengit
kaget.
Tidak mengacuhkan bisik-bisik dan
tatapan anak-anak kelas yang memperhatikan mereka berdua.
“Kau tidak demam, apa yang terjadi? Tidak biasanya nafsu makanmu seperti
ini” Ujar Yunho bingung.
Pipi Jaejoong menghangat dalam sekejap
menerima perlakuan kekasihnya.
Namja cantik itu mengulurkan tangannya
memegang pergelangan tangan Yunho yang masih menempel di dahinya dan segera
menurunkan tangan namja tampan itu.
“Ja—jangan seperti ini, aku malu” Lirih Jaejoong bergetar.
DEG.
Yunho
tertegun melihat reaksi namja cantik itu.
Baru
kali ini Jaejoong bertingkah seperti ini.
Seolah
serba salah.
Oh—Yunho
menaikkan alisnya.
Menatap
penuh minat lidah yang menjulur keluar untuk membasahi bibir ranum kesukaannya
itu.
CUP!
Mata
besar Jaejoong membulat sempurna ketika kekasih tampannya mencuri satu kecupan
kilat di bibir ranumnya yang basah.
Ia
bisa mendengar jeritan tertahan dari teman-teman sekelasnya karena perbuatan
Yunho barusan.
Namja
tampan itu memandang wajah Jaejoong yang sudah merah padam.
Kemudian
ia menyeringai puas.
“Menarik sekali—melihat wajah merahmu hanya
dengan satu kecupan singkat setelah semalam tanpa malu-malu kau menggodaku di
atas ranjang” Bisik Yunho di hadapan wajah Jaejoong.
Namja
cantik itu refleks mendorong dada bidang Yunho agar menjauh darinya.
Ia
memalingkan wajahnya menghindari Yunho.
Sementara
namja tampan itu hanya terkekeh congkak.
“Aku kembali ke kelas, tunggu aku seperti
biasa” Ujar namja tampan itu seraya beranjak meninggalkan kekasihnya yang masih
enggan menatapnya.
Mata
besar Jaejoong bergerak pelan—melirik punggung Yunho yang sudah menghilang dari
pintu kelas.
Kemudian
ia melemaskan bahunya dan menghela nafas panjang.
Meremat
ujung seragamnya lagi merasakan jantungnya yang berdebar-debar dengan kencang.
Tidak
biasanya ia seperti ini.
Padahal
Yunho tidak melakukan apapun kecuali ciuman singkat itu.
Perut
Jaejoong terasa melilit.
Oh—apa
yang sudah terjadi kepadanya?
-------
“Mmh..mm..”
Jaejoong membuka matanya yang terpejam
merasakan Yunho yang melepaskan diri darinya.
Namja cantik itu melihat Yunho yang
sedang memperhatikan lelehan sperma yang mengalir dari kedua belah kaki
jenjangnya.
Jaejoong mendongak, yang segera disambut
Yunho dengan senyuman.
Namja tampan itu beringsut mendekati
Jaejoong dan membawa namja cantik itu ke dalam pelukannya.
Ia mendesah pelan dan menghirup aroma
manis yang menguar dari rambut namja cantik itu.
Padahal sudah sore, tapi Jaejoong tetap
membuatnya candu.
“Yunho”
“Ya?”
“Kurasa aku sudah jatuh cinta kepadamu..Bagaimana ini?”
Eoh?
Yunho menaikkan alisnya.
Tidak memungkiri jantungnya yang
berdebar-debar mendengar suara merdu itu.
Bibir Yunho berkedut menahan senyum.
Ia meraih dagu Jaejoong dan mengecup
bibir ranum yang bengkak itu dengan penuh sayang.
“Bagaimana apanya? Tentu saja kau memang harus mencintaiku” Balas Yunho
congkak.
Jaejoong tersenyum.
Ia memeluk Yunho dengan erat.
Mengeluh nyaman ketika kulitnya
bergesekan dengan kulit Yunho.
“Bercinta denganmu seharian pun tidak masalah, yang penting kau tetap
ada di sisiku” Bisik Jaejoong lirih.
“Tawaran yang sungguh menarik” Ujar Yunho mengusap punggung lembab kekasihnya.
“Aku percaya padamu, Yunho”
“Teruslah percaya, BooJae, jangan berhenti”
Jaejoong mengangguk.
Ia memejamkan mata bulatnya dan segera
terlelap dalam sekejap.
Meninggalkan Yunho yang masih terjaga
seraya mengusap-usap lembut punggungnya.
“Aku mencintaimu, Jae” Bisik Yunho mengecup
dalam pelipis Jaejoong.
DDRRTT..
Yunho menoleh, menatap ponselnya yang
bergetar di bawah bantal.
Namja tampan itu segera meraih ponselnya
dan tersenyum tipis melihat layar yang memperlihatkan gambar buram yang tidak
jelas dengan tanda panah di tengahnya.
Hasil rekaman percintaan mereka yang
terhenti karena Jaejoong menjatuhkan ponselnya.
Jari Yunho bergeser menyentuh pesan yang
belum terbuka.
Dan detik itu juga senyumnya menghilang.
‘From: Jinki Jung
Temui
aku di kantor sekarang’
Yunho menggeram kesal.
“Kau mau ke mana, Yun?” Ujar Jaejoong cepat ketika Yunho tiba-tiba
menyibak selimut yang membalut tubuh kekarnya dan segera berjalan menuju kamar
mandi.
Namja cantik itu meringis kesakitan
ketika ia memaksakan tubuhnya untuk bangkit dan menyusul kekasihnya ke dalam
kamar mandi.
Jaejoong segera memeluk erat lengan
Yunho—mengabaikan tubuhnya yang telanjang dan penuh dengan bekas sperma yang
mengering.
“Ada urusan penting, kau istirahat saja, jangan ke mana-mana” Ujar Yunho
mendesah pendek.
Ia segera menggendong Jaejoong dan
kembali memasuki kamar lalu meletakkan kekasihnya berbaring di atas ranjang.
“Aku ikut” Ujar Jaejoong cepat.
“Tidak, kau harus istirahat di kamar, jangan membantahku, Jaejoongie”
Balas Yunho dingin.
Mata besar Jaejoong mengerjap basah
dengan cepat.
Raut wajahnya tampak pucat.
“Kau tidak berniat untuk pergi dariku, kan?” Lirih Jaejoong serak.
Yunho segera membawa Jaejoong ke dalam
pelukannya ketika ia melihat wajah basah kekasihnya.
Namja tampan itu menghela nafas pendek
dan mengecup lembut dahi Jaejoongnya.
“Jangan konyol, Kim Jaejoong. Kau tahu aku tidak mungkin meninggalkanmu
begitu saja”
“Tidak biasanya kau seperti ini ketika bersamaku, wajar saja kalau aku
takut..”
“Tidak ada yang perlu kau takutkan, bukankah kau percaya kepadaku?”
Namja cantik itu mendongakkan wajah
cantiknya menatap Yunho.
Ia mengusap pipi Yunho dengan penuh
sayang.
“Apa jaminannya?” Tanya Jaejoong mengerutkan dahinya.
“Makan malam—aku akan kembali untuk makan malam” Sahut Yunho
cepat—dengan senyuman yang selalu berhasil membuat Jaejoong menurut patuh.
“Arasseo..” Gumam namja cantik itu kembali menenggelamkan dirinya dalam
pelukan hangat Yunho.
.
.
.
Namja tampan itu membuka kasar pintu
ruangan Jinki tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Pandangannya segera tertuju kepada pria
paruh baya yang duduk di kursi kebesarannya dengan setelan armani berwarna
hitam pekat di tengah ruangan.
Yunho mendengus.
Ia melangkah dengan kasar dan segera
berdiri di seberang meja kerja namja bermata bulan sabit itu.
“Kau akan kembali ke London malam ini” Ucap pria paruh baya itu singkat.
DEG.
Mata musang Yunho mengerjap.
Menatap tajam wajah dingin Jung Jinki.
“Aku tidak mau, aku akan tetap di sini sampai aku lulus” Ujar namja
tampan itu tegas.
“Ini perintah, Jung Yunho” Desis Jinki congkak.
“Kau tidak bisa memerintahku semaumu!”
“Oh, jadi kau lebih memilih untuk mengorbankan Kim Jaejoong, begitu?”
DEG.
Yunho membulatkan matanya.
Menatap Jinki yang sudah tersenyum
miring di hadapannya.
“Kau pikir aku tidak tahu, Little
Jung? Terlalu banyak hal yang tidak bisa kau sembunyikan dariku. Termasuk
hubungan menjijikkanmu dengan namja murahan itu”
“Hentikan!”
“Sudah cukup sulit bagiku untuk menerima orientasi seksualmu yang
menyimpang. Hanya karena kau adalah pewarisku satu-satunya maka aku
mengizinkanmu untuk kembali ke Seoul, tapi aku tidak menyangka—kau malah
bersenang-senang dengan kekasih murahanmu itu”
BRAKK!
Jinki menaikkan alisnya.
Memperhatikan Yunho yang sudah
melemparkan kursi hingga patah.
“Jaga kelakuanmu, Little Jung.
Kau tahu siapa yang berkuasa di sini” Desis Jinki tidak senang.
Rahang Yunho mengeras.
Ia mengepalkan tangannya erat.
Menatap penuh benci mata bulan sabit
itu.
Ia ingin muntah saat Jinki menyeringai.
“Turuti perintahku, karena kau tidak akan tahu apa yang bisa kulakukan”
Gigi Yunho menggertak.
Mata musangnya menatap tajam wajah
ayahnya.
Detik berikutnya ia balas menyeringai.
“Ya, dan kau juga tidak akan tahu apa yang bisa kulakukan” Desisnya
dingin.
Jinki menaikkan alisnya.
Yunho sudah berbalik dan membanting
pintu ruangan ayahnya dengan kasar.
Namja tampan itu menghampiri Siwon yang
dengan setia menunggunya di dekat lift.
Lalu ia menarik kasar kerah kemeja namja
berlesung pipi itu hingga mereka masuk
ke dalam lift dan pintu
tertutup.
“Hapus nama Jung Jinki dari daftar penerima donor jantung di rumah sakit
mana pun! Tolak semua operasi yang sudah direncanakan untuk pria sialan itu!
Kalau pria menjijikkan itu tidak mati juga dalam waktu 2 bulan, bunuh dia!”
Desis Yunho kejam.
Siwon membesarkan matanya.
Ia menelan salivanya dan mengangguk
cepat.
Yunho mendorong Siwon dengan kasar.
Ia mengepalkan jemarinya dengan erat.
Emosinya benar-benar bercampur aduk saat
ini.
Jung Jinki sialan! Makinya dalam hati.
.
.
.
Namja cantik itu meletakkan tempat
penyimpanan makanan dari kulkas di atas meja pantry dapur.
Ia mencuci sayuran di westafel seraya
memikirkan menu makan malam untuk hari ini.
Ah—sepertinya bahan-bahan yang tersisa
ini bisa untuk membuat omurice.
CKLEK!
BLAM!
Eoh?
Namja cantik itu refleks menoleh ke arah
pintu masuk ketika terdengar suara keras dari sana.
Jaejoong segera meletakkan sayurnya di
atas meja, mematikan keran air, dan mengelap tangannya dengan serbet seraya
beranjak menuju pintu masuk.
“Yunho, kau sudah pulang? Aku baru saja akan memasak untuk makan malam”
Ujar Jaejoong menghampiri Yunho yang sedang membuka sepatunya.
Namja tampan itu tidak menyahut.
Ia melepaskan sepatunya asal dan
menyudutkan Jaejoong di dinding.
Membuat namja cantik itu terkejut atas
tindakan kekasihnya yang tiba-tiba.
Jaejoong mengerutkan dahinya menyadari
nafas Yunho yang menderu tidak teratur.
“Aku ingin bercinta denganmu saat ini juga” Ujar Yunho seraya melepaskan
pakaian yang melekat di tubuh kekasihnya.
“A-apa? Di sini? Yunho!” Jerit Jaejoong kaget.
Yunho berhenti bergerak.
Ia menangkup wajah Jaejoong dan
mendekatkan wajah mereka hingga hidung keduanya saling bersentuhan.
“Ya, dan aku ingin kau mendesahkan namaku seolah-olah tidak akan ada
hari esok”
Jaejoong belum sempat menjawab—Yunho
sudah membungkam mulutnya dengan mulut pria tampan itu.
Namja cantik itu berjengit merasakan
gerakan Yunho yang terlalu terburu-buru.
Ia bisa mendengar deru nafas Yunho yang
semakin berat dan tidak beraturan, lalu suara resleting celana yang terbuka dan
jatuh membentur lantai.
“A—ah! Yunho!” Pekik Jaejoong mencengkram bahu namja tampan itu.
Sial—ia seperti terbakar.
Jaejoong meringis dengan mata yang
berkaca-kaca.
Yunho melupakan gel pelumas yang
biasanya mereka gunakan.
Nafas Jaejoong terputus-putus—namun ia
tidak melupakan permintaan Yunho untuknya.
Mendesahkan
nama Yunho seolah tidak ada hari esok.
Dada Jaejoong berdenyut sakit.
Namja cantik itu meringis.
Merasakan air matanya semakin
berjatuhan.
Permintaan yang tidak masuk akal.
Jaejoong terisak disela kesibukan Yunho
mengerjai dirinya.
Ia memeluk Yunho dengan erat—seolah
tidak ingin melepaskannya lagi.
Jaejoong merasakan firasat buruk.
Sebuah pemikiran mengerikan yang paling
tidak ia inginkan untuk terlintas di dalam kepalanya.
“Aku mencintaimu, Yunho..Aku mencintaimu..” Isak Jaejoong lirih.
Menenggelamkan wajah basahnya di leher
Yunho.
Yunho menarik tubuhnya, menidurkannya di
lantai dan menindih dirinya yang masih memeluk Yunho.
Jaejoong menangis di sela desahan
nafasnya.
Merapalkan hal yang berulang-ulang di
dalam hatinya.
Jangan
tinggalkan aku Yunho.
Jangan
pergi dariku.
.
.
.
Changmin bersidekap di depan lobi
apertemen Yunho cukup lama.
Ia menggosokkan kedua tangannya yang
terasa dingin dan menghembuskan nafas panjang.
Sekaligus mengintip jam mahal yang
menghiasi pergelangan tangannya.
Ah—sudah lewat tengah malam.
Namja berwajah kekanakan itu berdecak.
Jinki memerintahkannya untuk memastikan
kepergian Yunho dan mengawasi namja cantik itu agar tidak mengacaukan segala
rencananya.
Changmin berlari menghampiri mobilnya
dan mengambil dua bungkus roti cokelat dari dalam sana dan segera berjongkok
tepat di bawah jendela pintu utama.
Namja berwajah kekanakan itu mengunyah
rotinya dengan cepat seraya memperhatikan pintu lobi apertemen.
Ia menghela nafas panjang.
Apakah
yang kulakukan ini sudah benar?
Putra tunggal keluarga Shim itu menelan
rotinya dan mengambil satu gigitan besar lagi.
Pada awalnya ia tertarik untuk melakukan
segala perintah teman dekat ayahnya itu karena ia bosan.
Tapi setelah selama beberapa hari ini ia
tidak pernah berhenti memperhatikan Yunho dan Jaejoong—rasanya ada sesuatu yang
bergerak di dadanya.
Changmin tidak pernah melihat dua orang
yang saling membutuhkan seperti mereka berdua seumur hidupnya.
Ibu dan ayahnya sudah lama bercerai dan
ia memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya.
Tapi ibu dan ayahnya tidak pernah lupa
akan dirinya—mereka masih tetap makan malam bersama dirinya kalau keduanya
memiliki jadwal kosong.
Meskipun begitu, tetap saja rasanya
berbeda.
Eoh?
Namja berwajah kekanakan itu menaikkan
alisnya ketika mendapati sosok Jung Yunho yang beranjak keluar dengan
tergesa-gesa dari dalam lobi apertemen.
Changmin refleks menyalakan kameranya
dan segera memotret namja tampan itu hingga punggung Yunho menghilang di balik
mobil mewahnya.
Detik berikutnya Changmin tersadar.
Ia tidak melihat siapapun yang mengejar
langkah Yunho.
Ia tidak melihat Kim Jaejoong.
Apakah terjadi sesuatu? Bingung Changmin
mulai berpikir.
Oh—mungkin pria itu pergi setelah
Jaejoong tertidur.
Baiklah, kalau begitu ia akan menunggu
sampai besok pagi.
Namja berwajah kekanakan itu menggenggam
kameranya erat dan berjalan memasuki lobi apertemen.
Ia akan menyewa satu kamar di samping
kamar Yunho dan Jaejoong untuk malam ini.
-------
Namja cantik itu terduduk lemas
bersandar di kepala ranjang.
Ia menekuk lututnya, menumpukan wajahnya
di atas sana dan memperhatikan sinar matahari yang menyeruak masuk menerangi
cahaya kamar.
Mata besarnya mengerjap merasakan lembaran
kertas kusut yang ada di dalam genggaman tangannya bergoyang-goyang karena
tiupan angin.
Ia menggerakkan mata sembabnya melirik
kertas kusut tersebut—mengintip isinya.
‘Maaf BooJae, aku akan kembali
untukmu’
Air mata Jaejoong mengalir jatuh.
Ia meremas surat itu dan terisak lirih.
Yunho pergi.
Namja itu telah meninggalkannya seorang
diri.
Ia melanggar semua janji yang dibuatnya
untuk Jaejoong.
Tangis Jaejoong pecah.
Namja cantik itu kembali berbaring di
atas ranjang dan meremas bantal Yunho.
Menangis tersedu-sedu mencoba mengais
sisa aroma tubuh Yunho yang tersisa di sana.
[ “Tidak ada yang perlu kau
khawatirkan selama kau berada di sisiku” ]
[ “Bisakah—bisakah aku percaya
padamu?” ]
[ “Ya, karena tidak ada yang boleh
kau percayai selain diriku” ]
[ “Aku percaya padamu, Yunho”
]
[ “Terus percaya, BooJae, jangan
berhenti” ]
Kembalilah
Yunho, kumohon.
Aku
membutuhkanmu.
Aku
akan hancur tanpamu.
TOK
TOK TOK.
Changmin mengerutkan dahinya tidak
mendapat jawaban dari ketukannya.
Apakah Jaejoong belum bangun?
Namja kekanakan itu mendesah pendek.
Ia kembali mengulurkan tangannya
mendekati pintu.
TOK
TOK TOK.
“Kim Jaejoong!” Panggil Changmin mengerutkan dahinya.
Sial.
Ini sudah tengah hari.
Mustahil namja yang selalu mengantar koran
pagi itu bangun terlambat.
Changmin menendang pintu kamar tersebut
dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi manajer apertemen.
“Yeoboseyo?”
“Katakan kepadaku password untuk
kamar atas nama Jung Yunho! Cepat!”
“Maaf, tuan, tapi hanya tuan Jung
yang—”
“Dengar, pak tua, yang sedang berbicara denganmu saat ini adalah Shim
Changmin, kau tahu Shim? Berdoalah tidak ada racun apapun yang sedang
menggerogoti tubuhmu selagi kau mendengarku di telepon!”
“Maafkan saya! Passwordnya adalah
2606! Mohon maafkan kelalaian saya, tuan Shim!”
Changmin segera memutuskan sambungan
telepon dan memencet beberapa angka di panel password untuk membuka pintu.
Tengkuknya terasa dingin saat pintu
tersebut terbuka.
Changmin mengerutkan dahinya tepat
ketika ia memasuki kamar apertemen tersebut.
Mata bambinya mendapati beberapa potong
pakaian yang berserakan di lantai teras depan.
Namja kekanakan itu mengusap tengkuknya
dan berjalan masuk lebih dalam.
Ia menaikkan alisnya melihat televisi
yang masih menyala.
“Jaejoong?” Seru Changmin mengedarkan pandangannya.
Ia segera berlari menuju satu pintu
kamar yang terlihat di matanya.
Tanpa basa-basi Changmin segera membuka
pintu tersebut dan terdiam mendapati punggung seorang namja yang sedang
berbaring di atas ranjang.
Changmin mendesah.
Masih tidur ternyata.
Namja kekanakan itu berbalik dan hendak
menutup pintu.
Namun gerakannya terhenti ketika ia
menyadari sesuatu.
Changmin berlari dengan cepat
menghampiri namja cantik itu dan menarik bahunya.
DEG.
Mata bambi Changmin membulat sempurna.
Tulang punggungnya terasa dingin.
Perutnya mulas seolah terlilit dari
dalam.
Bibirnya bergetar ketika ia memanggil
namja cantik itu.
“Ja—Jaejoong! Kim Jaejoong!” Pekik Changmin panik.
Tidak ada suara sahutan apapun.
Changmin menajamkan pandangannya dengan
jantung yang berdebar kencang.
Wajah cantik itu terlihat pucat pasi.
Mata besarnya terpejam tanpa deru nafas.
Surat yang ada di genggamannya telah
basah.
Basah dan merah.
TBC
:D
Daebakkka as always 👍
BalasHapusSaya smpe merinding(?) bacanya...
Jae, comeback stronger please 💪
Keep writing?!!
Ditunggu lanjutannya 😉
Bunuh dirikah?, yunnnn dikau pergi kmn ?
BalasHapusAduh, deg deg-an baca chap ini. Daebak!
BalasHapusAduh, deg deg-an baca chap ini. Daebak!
BalasHapus