This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Selasa, 19 Juli 2016

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/SLIPPIN AWAY/PART 3



I dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve gotten over me boy

Cause lately I realized without you
I can’t live another day

  “Karena orang yang paling banyak tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”

PART 3.

  “Boleh aku meminjam catatanmu?”

Jaejoong mendongak—menatap Kim Junsu yang sudah berdiri menekan mejanya dengan kedua telapak tangan.
Namja cantik itu mengerutkan dahinya.

  “Untuk apa? Kau tidak pernah meminjam apapun dariku selama ini”

  “Memang tidak, tapi karena sekarang kita berteman maka kau harus terbiasa untuk berbagi denganku”

  “Aku tidak ingat pernah setuju untuk berteman denganmu”

  “Tidak ada janji apapun, tapi sikapmu yang menunjukkannya”


Namja cantik itu menghela nafas.
Berdebat dengan Junsu tidak akan ada habisnya.
Namja imut itu selalu mengungkapkan apa yang terlintas di kepalanya secara terang-terangan—dan terkadang hal itu menyebalkan.

  “Kembalikan sesegera mungkin” Ujar Jaejoong seraya meletakkan buku catatannya di atas meja.

Junsu tersenyum dan mengangguk patuh.
Kemudian ia mengambil buku milik Jaejoong dan kembali duduk di kursinya yang terletak di barisan depan.
Jaejoong hanya memandang punggung Junsu.
Kemudian ia mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Menghela nafas pendek dengan tekanan.

  [ “—kalau kau mencintainya seharusnya kau melepaskannya—” ]

Bibir Jaejoong berkedut dengan rahang yang mengeras.
Kedua jemarinya meremat ujung seragam bagian tangannya yang berlebih dengan erat.

Melepaskan Yunho?
Yang benar saja.

  “Joongie”

DEG.

Namja cantik itu tersentak dan refleks menoleh ke sumber suara.
Mata besarnya mengerjap memandang Yunho yang sudah berdiri menggantikan posisi Junsu tadi.

  “Aku memanggilmu berkali-kali, kau tahu?” Gerutu Yunho tidak senang.

Jaejoong menunduk.
Menggigit bibir bawahnya.

  “Maafkan aku” Bisiknya pelan.

Yunho bersidekap—menatap kesal kekasihnya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena kemudian namja tampan itu sudah meletakkan sebuah kotak susu kecil berwarna cokelat dan sepotong sandwich lezat.

  “Kita kan sudah sarapan” Gumam Jaejoong mendongak—menatap bingung wajah tampan kekasihnya.

  “Tapi kau hanya makan sedikit dan aku tidak suka, habiskan” Perintah namja tampan itu tegas.

Jaejoong mendesah.
Ia segera membuka kotak susunya dan meneguk minuman rasa cokelat itu.

  “Rotinya akan kusimpan untuk nanti, aku masih kenyang”

Eoh?
Yunho menaikkan alisnya mendengar ucapan kekasihnya.
Namja tampan itu segera menghampiri Jaejoong dan menyentuh dahi namja cantik itu hingga membuat Jaejoong berjengit kaget.
Tidak mengacuhkan bisik-bisik dan tatapan anak-anak kelas yang memperhatikan mereka berdua.

  “Kau tidak demam, apa yang terjadi? Tidak biasanya nafsu makanmu seperti ini” Ujar Yunho bingung.

Pipi Jaejoong menghangat dalam sekejap menerima perlakuan kekasihnya.
Namja cantik itu mengulurkan tangannya memegang pergelangan tangan Yunho yang masih menempel di dahinya dan segera menurunkan tangan namja tampan itu.

  “Ja—jangan seperti ini, aku malu” Lirih Jaejoong bergetar.

DEG.

Yunho tertegun melihat reaksi namja cantik itu.
Baru kali ini Jaejoong bertingkah seperti ini.
Seolah serba salah.
Oh—Yunho menaikkan alisnya.
Menatap penuh minat lidah yang menjulur keluar untuk membasahi bibir ranum kesukaannya itu.

CUP!

Mata besar Jaejoong membulat sempurna ketika kekasih tampannya mencuri satu kecupan kilat di bibir ranumnya yang basah.
Ia bisa mendengar jeritan tertahan dari teman-teman sekelasnya karena perbuatan Yunho barusan.
Namja tampan itu memandang wajah Jaejoong yang sudah merah padam.
Kemudian ia menyeringai puas.

  “Menarik sekali—melihat wajah merahmu hanya dengan satu kecupan singkat setelah semalam tanpa malu-malu kau menggodaku di atas ranjang” Bisik Yunho di hadapan wajah Jaejoong.

Namja cantik itu refleks mendorong dada bidang Yunho agar menjauh darinya.
Ia memalingkan wajahnya menghindari Yunho.
Sementara namja tampan itu hanya terkekeh congkak.

  “Aku kembali ke kelas, tunggu aku seperti biasa” Ujar namja tampan itu seraya beranjak meninggalkan kekasihnya yang masih enggan menatapnya.

Mata besar Jaejoong bergerak pelan—melirik punggung Yunho yang sudah menghilang dari pintu kelas.
Kemudian ia melemaskan bahunya dan menghela nafas panjang.
Meremat ujung seragamnya lagi merasakan jantungnya yang berdebar-debar dengan kencang.

Tidak biasanya ia seperti ini.
Padahal Yunho tidak melakukan apapun kecuali ciuman singkat itu.
Perut Jaejoong terasa melilit.
Oh—apa yang sudah terjadi kepadanya?


-------


  “Mmh..mm..”

Jaejoong membuka matanya yang terpejam merasakan Yunho yang melepaskan diri darinya.
Namja cantik itu melihat Yunho yang sedang memperhatikan lelehan sperma yang mengalir dari kedua belah kaki jenjangnya.
Jaejoong mendongak, yang segera disambut Yunho dengan senyuman.
Namja tampan itu beringsut mendekati Jaejoong dan membawa namja cantik itu ke dalam pelukannya.

Ia mendesah pelan dan menghirup aroma manis yang menguar dari rambut namja cantik itu.
Padahal sudah sore, tapi Jaejoong tetap membuatnya candu.

  “Yunho”

  “Ya?”

  “Kurasa aku sudah jatuh cinta kepadamu..Bagaimana ini?”

Eoh?
Yunho menaikkan alisnya.
Tidak memungkiri jantungnya yang berdebar-debar mendengar suara merdu itu.
Bibir Yunho berkedut menahan senyum.
Ia meraih dagu Jaejoong dan mengecup bibir ranum yang bengkak itu dengan penuh sayang.

  “Bagaimana apanya? Tentu saja kau memang harus mencintaiku” Balas Yunho congkak.

Jaejoong tersenyum.
Ia memeluk Yunho dengan erat.
Mengeluh nyaman ketika kulitnya bergesekan dengan kulit Yunho.

  “Bercinta denganmu seharian pun tidak masalah, yang penting kau tetap ada di sisiku” Bisik Jaejoong lirih.

  “Tawaran yang sungguh menarik” Ujar Yunho mengusap punggung lembab kekasihnya.

  “Aku percaya padamu, Yunho”

  “Teruslah percaya, BooJae, jangan berhenti”

Jaejoong mengangguk.
Ia memejamkan mata bulatnya dan segera terlelap dalam sekejap.
Meninggalkan Yunho yang masih terjaga seraya mengusap-usap lembut punggungnya.

  “Aku mencintaimu, Jae” Bisik Yunho mengecup dalam pelipis Jaejoong.

DDRRTT..

Yunho menoleh, menatap ponselnya yang bergetar di bawah bantal.
Namja tampan itu segera meraih ponselnya dan tersenyum tipis melihat layar yang memperlihatkan gambar buram yang tidak jelas dengan tanda panah di tengahnya.
Hasil rekaman percintaan mereka yang terhenti karena Jaejoong menjatuhkan ponselnya.
Jari Yunho bergeser menyentuh pesan yang belum terbuka.

Dan detik itu juga senyumnya menghilang.

  ‘From: Jinki Jung

Temui aku di kantor sekarang

Yunho menggeram kesal.

  “Kau mau ke mana, Yun?” Ujar Jaejoong cepat ketika Yunho tiba-tiba menyibak selimut yang membalut tubuh kekarnya dan segera berjalan menuju kamar mandi.

Namja cantik itu meringis kesakitan ketika ia memaksakan tubuhnya untuk bangkit dan menyusul kekasihnya ke dalam kamar mandi.
Jaejoong segera memeluk erat lengan Yunho—mengabaikan tubuhnya yang telanjang dan penuh dengan bekas sperma yang mengering.

  “Ada urusan penting, kau istirahat saja, jangan ke mana-mana” Ujar Yunho mendesah pendek.

Ia segera menggendong Jaejoong dan kembali memasuki kamar lalu meletakkan kekasihnya berbaring di atas ranjang.

  “Aku ikut” Ujar Jaejoong cepat.

  “Tidak, kau harus istirahat di kamar, jangan membantahku, Jaejoongie” Balas Yunho dingin.

Mata besar Jaejoong mengerjap basah dengan cepat.
Raut wajahnya tampak pucat.

  “Kau tidak berniat untuk pergi dariku, kan?” Lirih Jaejoong serak.

Yunho segera membawa Jaejoong ke dalam pelukannya ketika ia melihat wajah basah kekasihnya.
Namja tampan itu menghela nafas pendek dan mengecup lembut dahi Jaejoongnya.

  “Jangan konyol, Kim Jaejoong. Kau tahu aku tidak mungkin meninggalkanmu begitu saja”

  “Tidak biasanya kau seperti ini ketika bersamaku, wajar saja kalau aku takut..”

  “Tidak ada yang perlu kau takutkan, bukankah kau percaya kepadaku?”

Namja cantik itu mendongakkan wajah cantiknya menatap Yunho.
Ia mengusap pipi Yunho dengan penuh sayang.

  “Apa jaminannya?” Tanya Jaejoong mengerutkan dahinya.

  “Makan malam—aku akan kembali untuk makan malam” Sahut Yunho cepat—dengan senyuman yang selalu berhasil membuat Jaejoong menurut patuh.

  “Arasseo..” Gumam namja cantik itu kembali menenggelamkan dirinya dalam pelukan hangat Yunho.
.
.
.
Namja tampan itu membuka kasar pintu ruangan Jinki tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Pandangannya segera tertuju kepada pria paruh baya yang duduk di kursi kebesarannya dengan setelan armani berwarna hitam pekat di tengah ruangan.
Yunho mendengus.
Ia melangkah dengan kasar dan segera berdiri di seberang meja kerja namja bermata bulan sabit itu.

  “Kau akan kembali ke London malam ini” Ucap pria paruh baya itu singkat.

DEG.

Mata musang Yunho mengerjap.
Menatap tajam wajah dingin Jung Jinki.

  “Aku tidak mau, aku akan tetap di sini sampai aku lulus” Ujar namja tampan itu tegas.

  “Ini perintah, Jung Yunho” Desis Jinki congkak.

  “Kau tidak bisa memerintahku semaumu!”

  “Oh, jadi kau lebih memilih untuk mengorbankan Kim Jaejoong, begitu?”

DEG.

Yunho membulatkan matanya.
Menatap Jinki yang sudah tersenyum miring di hadapannya.

  “Kau pikir aku tidak tahu, Little Jung? Terlalu banyak hal yang tidak bisa kau sembunyikan dariku. Termasuk hubungan menjijikkanmu dengan namja murahan itu”

  “Hentikan!”

  “Sudah cukup sulit bagiku untuk menerima orientasi seksualmu yang menyimpang. Hanya karena kau adalah pewarisku satu-satunya maka aku mengizinkanmu untuk kembali ke Seoul, tapi aku tidak menyangka—kau malah bersenang-senang dengan kekasih murahanmu itu”

BRAKK!

Jinki menaikkan alisnya.
Memperhatikan Yunho yang sudah melemparkan kursi hingga patah.

  “Jaga kelakuanmu, Little Jung. Kau tahu siapa yang berkuasa di sini” Desis Jinki tidak senang.

Rahang Yunho mengeras.
Ia mengepalkan tangannya erat.
Menatap penuh benci mata bulan sabit itu.
Ia ingin muntah saat Jinki menyeringai.

  “Turuti perintahku, karena kau tidak akan tahu apa yang bisa kulakukan”

Gigi Yunho menggertak.
Mata musangnya menatap tajam wajah ayahnya.
Detik berikutnya ia balas menyeringai.

  “Ya, dan kau juga tidak akan tahu apa yang bisa kulakukan” Desisnya dingin.

Jinki menaikkan alisnya.
Yunho sudah berbalik dan membanting pintu ruangan ayahnya dengan kasar.
Namja tampan itu menghampiri Siwon yang dengan setia menunggunya di dekat lift.
Lalu ia menarik kasar kerah kemeja namja berlesung pipi itu hingga mereka masuk  ke dalam lift dan pintu tertutup.

  “Hapus nama Jung Jinki dari daftar penerima donor jantung di rumah sakit mana pun! Tolak semua operasi yang sudah direncanakan untuk pria sialan itu! Kalau pria menjijikkan itu tidak mati juga dalam waktu 2 bulan, bunuh dia!” Desis Yunho kejam.

Siwon membesarkan matanya.
Ia menelan salivanya dan mengangguk cepat.
Yunho mendorong Siwon dengan kasar.
Ia mengepalkan jemarinya dengan erat.

Emosinya benar-benar bercampur aduk saat ini.

Jung Jinki sialan! Makinya dalam hati.
.
.
.
Namja cantik itu meletakkan tempat penyimpanan makanan dari kulkas di atas meja pantry dapur.
Ia mencuci sayuran di westafel seraya memikirkan menu makan malam untuk hari ini.
Ah—sepertinya bahan-bahan yang tersisa ini bisa untuk membuat omurice.

CKLEK!

BLAM!

Eoh?
Namja cantik itu refleks menoleh ke arah pintu masuk ketika terdengar suara keras dari sana.
Jaejoong segera meletakkan sayurnya di atas meja, mematikan keran air, dan mengelap tangannya dengan serbet seraya beranjak menuju pintu masuk.

  “Yunho, kau sudah pulang? Aku baru saja akan memasak untuk makan malam” Ujar Jaejoong menghampiri Yunho yang sedang membuka sepatunya.

Namja tampan itu tidak menyahut.
Ia melepaskan sepatunya asal dan menyudutkan Jaejoong di dinding.
Membuat namja cantik itu terkejut atas tindakan kekasihnya yang tiba-tiba.
Jaejoong mengerutkan dahinya menyadari nafas Yunho yang menderu tidak teratur.

  “Aku ingin bercinta denganmu saat ini juga” Ujar Yunho seraya melepaskan pakaian yang melekat di tubuh kekasihnya.

  “A-apa? Di sini? Yunho!” Jerit Jaejoong kaget.

Yunho berhenti bergerak.
Ia menangkup wajah Jaejoong dan mendekatkan wajah mereka hingga hidung keduanya saling bersentuhan.

  “Ya, dan aku ingin kau mendesahkan namaku seolah-olah tidak akan ada hari esok”

Jaejoong belum sempat menjawab—Yunho sudah membungkam mulutnya dengan mulut pria tampan itu.
Namja cantik itu berjengit merasakan gerakan Yunho yang terlalu terburu-buru.
Ia bisa mendengar deru nafas Yunho yang semakin berat dan tidak beraturan, lalu suara resleting celana yang terbuka dan jatuh membentur lantai.

  “A—ah! Yunho!” Pekik Jaejoong mencengkram bahu namja tampan itu.

Sial—ia seperti terbakar.

Jaejoong meringis dengan mata yang berkaca-kaca.
Yunho melupakan gel pelumas yang biasanya mereka gunakan.
Nafas Jaejoong terputus-putus—namun ia tidak melupakan permintaan Yunho untuknya.

Mendesahkan nama Yunho seolah tidak ada hari esok.

Dada Jaejoong berdenyut sakit.
Namja cantik itu meringis.
Merasakan air matanya semakin berjatuhan.
Permintaan yang tidak masuk akal.

Jaejoong terisak disela kesibukan Yunho mengerjai dirinya.
Ia memeluk Yunho dengan erat—seolah tidak ingin melepaskannya lagi.

Jaejoong merasakan firasat buruk.
Sebuah pemikiran mengerikan yang paling tidak ia inginkan untuk terlintas di dalam kepalanya.

  “Aku mencintaimu, Yunho..Aku mencintaimu..” Isak Jaejoong lirih.

Menenggelamkan wajah basahnya di leher Yunho.
Yunho menarik tubuhnya, menidurkannya di lantai dan menindih dirinya yang masih memeluk Yunho.
Jaejoong menangis di sela desahan nafasnya.
Merapalkan hal yang berulang-ulang di dalam hatinya.

Jangan tinggalkan aku Yunho.
Jangan pergi dariku.
.
.
.
Changmin bersidekap di depan lobi apertemen Yunho cukup lama.
Ia menggosokkan kedua tangannya yang terasa dingin dan menghembuskan nafas panjang.
Sekaligus mengintip jam mahal yang menghiasi pergelangan tangannya.
Ah—sudah lewat tengah malam.
Namja berwajah kekanakan itu berdecak.

Jinki memerintahkannya untuk memastikan kepergian Yunho dan mengawasi namja cantik itu agar tidak mengacaukan segala rencananya.
Changmin berlari menghampiri mobilnya dan mengambil dua bungkus roti cokelat dari dalam sana dan segera berjongkok tepat di bawah jendela pintu utama.
Namja berwajah kekanakan itu mengunyah rotinya dengan cepat seraya memperhatikan pintu lobi apertemen.

Ia menghela nafas panjang.
Apakah yang kulakukan ini sudah benar?
Putra tunggal keluarga Shim itu menelan rotinya dan mengambil satu gigitan besar lagi.
Pada awalnya ia tertarik untuk melakukan segala perintah teman dekat ayahnya itu karena ia bosan.
Tapi setelah selama beberapa hari ini ia tidak pernah berhenti memperhatikan Yunho dan Jaejoong—rasanya ada sesuatu yang bergerak di dadanya.

Changmin tidak pernah melihat dua orang yang saling membutuhkan seperti mereka berdua seumur hidupnya.
Ibu dan ayahnya sudah lama bercerai dan ia memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya.
Tapi ibu dan ayahnya tidak pernah lupa akan dirinya—mereka masih tetap makan malam bersama dirinya kalau keduanya memiliki jadwal kosong.

Meskipun begitu, tetap saja rasanya berbeda.

Eoh?
Namja berwajah kekanakan itu menaikkan alisnya ketika mendapati sosok Jung Yunho yang beranjak keluar dengan tergesa-gesa dari dalam lobi apertemen.
Changmin refleks menyalakan kameranya dan segera memotret namja tampan itu hingga punggung Yunho menghilang di balik mobil mewahnya.

Detik berikutnya Changmin tersadar.

Ia tidak melihat siapapun yang mengejar langkah Yunho.
Ia tidak melihat Kim Jaejoong.

Apakah terjadi sesuatu? Bingung Changmin mulai berpikir.

Oh—mungkin pria itu pergi setelah Jaejoong tertidur.
Baiklah, kalau begitu ia akan menunggu sampai besok pagi.
Namja berwajah kekanakan itu menggenggam kameranya erat dan berjalan memasuki lobi apertemen.
Ia akan menyewa satu kamar di samping kamar Yunho dan Jaejoong untuk malam ini.


-------


Namja cantik itu terduduk lemas bersandar di kepala ranjang.
Ia menekuk lututnya, menumpukan wajahnya di atas sana dan memperhatikan sinar matahari yang menyeruak masuk menerangi cahaya kamar.
Mata besarnya mengerjap merasakan lembaran kertas kusut yang ada di dalam genggaman tangannya bergoyang-goyang karena tiupan angin.

Ia menggerakkan mata sembabnya melirik kertas kusut tersebut—mengintip isinya.

  Maaf BooJae, aku akan kembali untukmu

Air mata Jaejoong mengalir jatuh.
Ia meremas surat itu dan terisak lirih.

Yunho pergi.
Namja itu telah meninggalkannya seorang diri.
Ia melanggar semua janji yang dibuatnya untuk Jaejoong.

Tangis Jaejoong pecah.

Namja cantik itu kembali berbaring di atas ranjang dan meremas bantal Yunho.
Menangis tersedu-sedu mencoba mengais sisa aroma tubuh Yunho yang tersisa di sana.

  [ “Tidak ada yang perlu kau khawatirkan selama kau berada di sisiku” ]

  [ “Bisakah—bisakah aku percaya padamu?” ]

  [ “Ya, karena tidak ada yang boleh kau percayai selain diriku” ]

  [ “Aku percaya padamu, Yunho” ]

  [ “Terus percaya, BooJae, jangan berhenti” ]

Kembalilah Yunho, kumohon.
Aku membutuhkanmu.

Aku akan hancur tanpamu.

TOK TOK TOK.

Changmin mengerutkan dahinya tidak mendapat jawaban dari ketukannya.
Apakah Jaejoong belum bangun?
Namja kekanakan itu mendesah pendek.
Ia kembali mengulurkan tangannya mendekati pintu.

TOK TOK TOK.

  “Kim Jaejoong!” Panggil Changmin mengerutkan dahinya.

Sial.
Ini sudah tengah hari.
Mustahil namja yang selalu mengantar koran pagi itu bangun terlambat.
Changmin menendang pintu kamar tersebut dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi manajer apertemen.

  Yeoboseyo?

  “Katakan kepadaku password untuk kamar atas nama Jung Yunho! Cepat!”

  Maaf, tuan, tapi hanya tuan Jung yang—

  “Dengar, pak tua, yang sedang berbicara denganmu saat ini adalah Shim Changmin, kau tahu Shim? Berdoalah tidak ada racun apapun yang sedang menggerogoti tubuhmu selagi kau mendengarku di telepon!”

  Maafkan saya! Passwordnya adalah 2606! Mohon maafkan kelalaian saya, tuan Shim!

Changmin segera memutuskan sambungan telepon dan memencet beberapa angka di panel password untuk membuka pintu.
Tengkuknya terasa dingin saat pintu tersebut terbuka.

Changmin mengerutkan dahinya tepat ketika ia memasuki kamar apertemen tersebut.
Mata bambinya mendapati beberapa potong pakaian yang berserakan di lantai teras depan.
Namja kekanakan itu mengusap tengkuknya dan berjalan masuk lebih dalam.
Ia menaikkan alisnya melihat televisi yang masih menyala.

  “Jaejoong?” Seru Changmin mengedarkan pandangannya.

Ia segera berlari menuju satu pintu kamar yang terlihat di matanya.
Tanpa basa-basi Changmin segera membuka pintu tersebut dan terdiam mendapati punggung seorang namja yang sedang berbaring di atas ranjang.
Changmin mendesah.
Masih tidur ternyata.

Namja kekanakan itu berbalik dan hendak menutup pintu.
Namun gerakannya terhenti ketika ia menyadari sesuatu.
Changmin berlari dengan cepat menghampiri namja cantik itu dan menarik bahunya.

DEG.

Mata bambi Changmin membulat sempurna.
Tulang punggungnya terasa dingin.
Perutnya mulas seolah terlilit dari dalam.
Bibirnya bergetar ketika ia memanggil namja cantik itu.

  “Ja—Jaejoong! Kim Jaejoong!” Pekik Changmin panik.

Tidak ada suara sahutan apapun.
Changmin menajamkan pandangannya dengan jantung yang berdebar kencang.

Wajah cantik itu terlihat pucat pasi.
Mata besarnya terpejam tanpa deru nafas.
Surat yang ada di genggamannya telah basah.

Basah dan merah.

TBC :D

4 komentar:

  1. Daebakkka as always 👍
    Saya smpe merinding(?) bacanya...
    Jae, comeback stronger please 💪
    Keep writing?!!
    Ditunggu lanjutannya 😉

    BalasHapus
  2. Bunuh dirikah?, yunnnn dikau pergi kmn ?

    BalasHapus
  3. Aduh, deg deg-an baca chap ini. Daebak!

    BalasHapus
  4. Aduh, deg deg-an baca chap ini. Daebak!

    BalasHapus