This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Senin, 18 Juli 2016

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/SLIPPIN AWAY/PART 2



I dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve gotten over me boy

Cause lately I realized without you
I can’t live another day

  “Karena orang yang paling banyak tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”

PART 2.

Kehidupan Jaejoong berubah 180 derajat sejak Yunho mengklaim atas kepemilikan dirinya.
Ia yang tidak pernah tersorot, kini menjadi bahan perbincangan anak-anak di sekolah.
Mereka bahkan mempertanyakan dari mana datangnya Kim Jaejoong.
Tidak ada yang tahu—karena sejak awal tidak ada yang pernah menyadari kehadiran namja cantik itu.

  “Hai”

Jaejoong mendongak.
Menatap seorang namja imut yang tersenyum kepadanya.
Mata besar Jaejoong bergerak, memperhatikan nama yang tercetak di seragam namja imut itu.

Kim Junsu.


Oh—Jaejoong tahu dengan jelas siapa namja berambut orange ini.
Putra pewaris perusahaan Hwang.
Junsu adalah anak yang diangkat oleh keluarga Hwang sebelum sang nyonya besar melahirkan sepasang anak kembar bernama Hwang Chansung dan Tiffany Hwang.
Seharusnya hak waris jatuh ke tangan Chansung dan kembarannya.
Tapi mereka menolak dan memilih Junsu untuk mengambil alih segalanya.

Dunia ini terlalu luas untuk mereka jelajahi dari pada terperangkap di dalam gedung berisikan berkas-berkas yang memusingkan bagi mereka berdua.

  “Hm” Dengung Jaejoong tidak berminat.

Junsu tersenyum memperhatikan sikap Jaejoong yang sama sekali tidak bersahabat.
Ia tentu saja mengerti.
Namja cantik ini tidak pernah berteman dengan siapapun sejak awal mereka masuk sekolah.
Ia sendiri bahkan baru menyadari kehadiran Jaejoong setelah kehebohan yang diciptakan Yunho di kantin sekolah.

Junsu sebenarnya tidak berminat mengenal namja cantik ini.
Tapi adiknya yang cerewet—Tiffany—memintanya untuk menginterogasi namja yang dipilih oleh Jung Yunho itu.
Melihat sikap Jaejoong yang dingin sepertinya tidak akan mudah—pikir Junsu dalam diam.

  “Kau Kim Jaejoong, kan? Boleh aku usaha apa yang dimiliki oleh keluargamu?” Tanya Junsu masih dengan senyum manisnya.

Jaejoong membalik halaman buku yang sedang dibacanya.
Ia kembali mendongak menatap Junsu.

  “Tidak ada, aku hidup sendiri sampai Yunho menemukanku”

Anak-anak kelas XII-3 itu berjengit kaget mendengar jawaban Jaejoong.
Omo! Bukankah itu artinya ada seorang penyusup di sekolah ini?
Jounant International High School hanya diperuntukkan kepada para pewaris pemimpin negeri!
Bagaimana bisa sekolah menerima Kim Jaejoong yang sebatang kara, eh?
Bahkan membayar uang sekolah pun namja cantik itu tidak akan bisa.

  “Wow” Gumam Junsu tanpa sadar.

  “Ada perlu apa denganku?” Tanya namja cantik itu masih menatap Junsu.

  “Adikku menyukai kekasihmu, aku diminta untuk mencari tahu tentangnya darimu”

Jaejoong menaikkan alisnya.
Tersenyum tipis mendengar ucapan Junsu.
Namja imut ini jujur sekali.

  “Hanya itu?” Tanya Jaejoong menahan senyumnya.

  “Sebenarnya aku juga penasaran denganmu, sampai Yunho bisa menjadikan dirimu sebagai kekasihnya” Balas Junsu santai.

  “Kau bisa bertanya langsung padanya kalau kau mau”

  “Kau bercanda?”

Dan Jaejoong tidak bisa menahan senyumannya lebih lama lagi.
Ia terkekeh sendiri di kursinya.
Membuat Junsu sadar bahwa Jaejoong telah menerima undangannya untuk berteman.
Namja imut itu segera menarik kursi yang ada agar berhadapan langsung dengan Jaejoong dan duduk di sana.

  “Aku sempat berpikir kalau kau itu sombong dan menyebalkan” Ujar Junsu menopang dagunya.

  “Oh ya? Dari mana kau tahu?” Sahut Jaejoong menaikkan alisnya.

  “Wajahmu yang memberitahuku”

  “Tunggu sampai Yunho mendengar hal ini”

Jaejoong kembali tertawa melihat Junsu yang kehilangan senyumnya.

  “Kau takut sekali, ya, padanya? Memangnya ia pernah melakukan apa kepadamu?”

  “Tidak hanya aku, kau tahu. Semua anak di sekolah takut kepadanya. Yunho tidak akan segan untuk mengambil segala yang kami miliki kalau ia terusik”

  “Oh, ya, ibuku pernah mengatakan hal yang sama tentang hal itu”

Jaejoong mengalihkan pandangannya ketika namja yang sedang mereka bicarakan muncul di pintu kelas.
Junsu refleks bangkit dari duduknya dan menunduk dalam diam.
Mata besar Jaejoong memperhatikan bagaimana Yunho berjalan menghampirinya dan melirik tidak suka pada Junsu.

  “Sampai nanti, Junsu” Bisik Jaejoong saat Yunho sudah menariknya keluar kelas.

Namja tampan itu menyeret Jaejoong hingga namja cantik itu berjalan di sampingnya.
Yunho mendengus tidak senang.
Ia membawa Jaejoong memasuki perpustakaan hingga ke rak paling ujung.

  “Yunho?” Bisik Jaejoong lirih.

Namja tampan itu menyudutkan Jaejoong di dinding.
Ia menatap tajam mata besar kekasihnya.

  “Ada hubungan apa kau dengannya sampai ia bisa duduk begitu dekat denganmu?” Desis Yunho kesal.

Jaejoong mengerutkan dahinya.
Mengulurkan tangannya mengusap lembut rahang Yunho.

  “Entahlah, mungkin ia ingin berteman denganku” Sahut Jaejoong tidak yakin.

  “Aku tidak suka melihatmu berdekatan dengan siapa pun, kau milikku” Balas Yunho tidak sabar.

  “Ya, aku tahu, tapi ini pertama kalinya ada yang menyapaku untuk berbicara selain dirimu”

  “Jangan terlalu dekat”

  “Ya, maafkan aku”

Jaejoong memejamkan matanya mendapatkan kecupan manis dari Yunho di bibirnya.
Ia mendesah lirih dan memeluk leher Yunho dengan erat.

  “Aku ingin bisa satu kelas denganmu, aku tidak ingin berpisah denganmu” Ujar Jaejoong terdengar putus asa.

Yunho merapatkan tubuh mereka.
Kemudian ia mencium pelipis Jaejoong.

  “Kita berbeda tingkatan, BooJae. Lagi pula jika kau satu kelas denganku, kau tidak akan bisa belajar dengan benar”

  “Kenapa?”

  “Karena aku akan selalu mencumbumu seperti ini”

  “Ah~!”

Jaejoong berjengit, mengetatkan pelukannya di leher Yunho saat kekasihnya menempelkan pinggul mereka dan menggesekkan bagian bawah tubuh mereka dengan intens.

  “Umh..Ah..Ba-bagaimana kau akan melakukannya..Ji-jika ada guru yang sedang mengajar?”

Yunho menyeringai mendengar jawaban dari bibir menggoda itu.
Ia melepas dengan paksa pelukan Jaejoong di lehernya.
Kemudian ia menarik turun celana kekasihnya dan berlutut di hadapan kaki Jaejoong.

  “Aku akan mengoralmu dari bawah meja, seperti ini”

  “Ah!”

Namja cantik itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Kakinya bergetar.
Ia menunduk dan memejamkan matanya dengan erat.

Jung Yunho telah memberinya banyak cinta yang berlumur dosa.
Hingga ia jatuh terlalu mudah.
Menjadikan Yunho sebagai satu-satunya tempatnya bergantung.
Jaejoong tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya jika Yunho pergi dari sisinya.

  “Yun—Yunho..Aku ingin selalu bersamamu..Ah..Aku..Aku milikmu..” Desah Jaejoong menahan suaranya agar tidak melengking.

Yunho menghentikan kegiatannya.
Ia berdiri merapat kepada Jaejoong dan tersenyum puas mendengar ucapan yang mengalun dari bibir ranum yang basah itu.
Namja tampan itu menyatukan bibir mereka berdua.
Ia memiringkan wajahnya menyapa lidah Jaejoong dengan lidahnya yang panas.

  “Ya, Jaejoong, jangan berhenti menyebut namaku, karena hanya aku pemilikmu” Desah namja tampan itu disela lumatan bibir mereka.

Jaejoong merasakan air matanya jatuh ketika Yunho berada di dalam dirinya.
Ia mengulurkan tangannya memeluk Yunho dengan erat.

Bertemu dengan Yunho membuatnya melakukan banyak hal.
Bercinta di perpustakaan adalah salah satunya.
Hal yang tidak pernah melintas di dalam kepalanya.
Heechul akan membunuhnya kalau wanita itu ada.

Jaejoong mendongak.
Tanpa sadar ia tersenyum tipis.


-------


Jung Jinki berdiam diri di dalam mobilnya.
Tidak mengacuhkan supir pribadinya yang mungkin saja sudah bosan menemaninya menunggu seseorang di dekat gerbang sekolah putranya.
Namja paruh baya itu segera lepas landas menuju Seoul ketika ia menyadari bahwa anak tunggalnya sudah tidak tinggal di asrama sekolah lagi di London sana.
Ck, Jinki berdecak kesal mengingat hal tersebut.

Lagi-lagi Little Jung itu membuat kekacauan.

Istrinya tidak bisa berhenti menghubunginya setiap saat karena mengkhawatirkan si tunggal badung itu.
Membuat Jinki menyadari bahwa Yunho tidak akan pergi kemanapun tanpa alasan yang kuat.
Namja paruh baya itu menegakkan punggungnya ketika pintu gerbang sekolah terbuka dan beberapa mobil mulai keluar masuk—untuk mereka yang disupiri—dari dalam sana.

Oh.

Mata bulan sabitnya bergerak pelan—memperhatikan putra tunggalnya yang sedang membukakan pintu mobil untuk seorang namja cantik yang tersenyum manis di sana.
Dahi Jinki mengerut.
Menatap tidak senang mobil mewah yang sudah melaju kencang meninggalkan halaman sekolah itu.

TOK TOK TOK.

Jinki menoleh dengan cepat.
Menatap bayangan seorang namja bertubuh tinggi yang mengetuk jendela mobilnya.
Ia segera memerintahkan supirnya untuk membukakan pintu tersebut.
Pemuda berwajah kekanakan dengan seragam sekolah yang sama dengan milik Yunho itu segera tersenyum sopan dan duduk di samping Jinki.

  “Ini, tuan Jung” Ujar namja tersebut seraya menyerahkan amplop berwarna cokelat kepada Jinki.

Namja bermata bulan sabit itu segera mengambil amplop tersebut dan membuka isinya.
Matanya membesar sempurna memandang gambar-gambar yang tercetak di dalam kumpulan foto tersebut.
Foto-foto Yunho dan Jaejoong yang sedang berciuman.
Sial—ia jauh tertinggal dari kelicikan anaknya ternyata.

  “Hanya ini? Tidak ada lagi yang kau dapatkan, Shim Changmin?” Desis Jinki bergetar penuh amarah.

Changmin tersenyum.
Ia menggeleng tanpa dosa.

  “Aku ingin kau tidak berhenti untuk memantau Yunho, semuanya, dapatkan semuanya untukku” Geram namja paruh baya itu kesal.

Changmin mengangguk patuh.
Ia menerima amplop lain dari saku jas Jinki dan semakin melebarkan senyumnya.
Kemudian ia beranjak pergi meninggalkan tuan besar Jung itu di dalam mobil.
Changmin memasukkan amplop berisi lembaran cek yang ia dapatkan ke dalam saku seragamnya.

Kemudian ia tertawa kecil.
.
.
.
  “Kau ingin makan apa hari ini?”

Namja cantik itu menoleh, memandang sedikit wajah Yunho yang terlihat olehnya karena namja tampan itu sedang memeluknya dari belakang.
Mata musang Yunho bergerak memperhatikan tangan Jaejoong yang berhenti mencuci beras di westafel.
Namja tampan itu tersenyum tipis.

  “Bagaimana kalau nasi kare? Kita punya bahannya?” Balas Yunho balik bertanya.

Jaejoong mengangguk, ia kembali mencuci beras yang ada.

  “Yun”

  “Ya?”

  “Aku..Aku tidak pernah bisa berhenti untuk bertanya-tanya”

  “Tentang apa?”

  “Aku tahu kalau kau sudah berkali-kali mengatakannya kepadaku, tapi—”

  “Kau masih tidak percaya kepadaku?”

Gerakan Jaejoong mencuci beras berhenti dalam sekejap.
Namja tampan itu memutar tubuh Jaejoong hingga mereka kini saling berhadapan.

  “Aku mencintaimu, Kim Jaejoong. Sudah sejak lama aku tertarik kepadamu”

  “Kenapa sekarang?”

  “Kenapa sekarang? Ayahku memaksaku untuk bersekolah di London setelah pesta itu berlangsung. Dan aku kembali karena aku mendengar kabar tentang keluargamu”

  “Kau tidak berbohong? Kau sungguh-sungguh kan, Yunho?”

Yunho mendesah.
Ia menangkup wajah Jaejoong dengan kedua tangannya dan tersenyum tipis kepada namja cantik itu.
Memandang langsung kedua mata besarnya yang tampak berkaca-kaca ketakutan.

  “Dengar dan ingat, Kim Jaejoong. Kau dan aku—hanya maut yang dapat memisahkan kita berdua” Ujar Yunho tegas.

Mata Jaejoong sedikit membesar mendengar ucapan tersebut.
Ia menatap Yunho dengan air matanya yang hampir tidak terbendung lagi.

  “Aku percaya padamu Yunho” Bisik Jaejoong bergetar.

Yunho tersenyum—senyum yang utuh.

  “Apa yang kau inginkan, sayang? Katakan kepadaku” Ujarnya lembut.

Jaejoong menelan salivanya.
Ia mencengkram kaus Yunho dengan tangannya yang masih basah.

  “Jangan pernah—jangan pernah membiarkan aku sendirian, jangan pernah pergi dariku”

Tangan Yunho melepas wajah Jaejoong.
Ia meraih tangan Jaejoong yang ada di kausnya dan menarik tangan basah itu menjauh—menggenggamnya di udara.

  “Aku berjanji” Ikrar Yunho tegas.

Jaejoong tersenyum tipis mendengarnya.
Ia berjinjit dan segera memeluk leher Yunho—tidak mengacuhkan Yunho yang berjengit kaget karena tangannya yang masih basah.

  “Aku berharap padamu, Yun” Bisik Jaejoong lirih.

Oh—bibir Yunho berkedut dengan cepat.
Ia memeluk pinggang Jaejoong yang ramping dan meremasnya pelan.

  “Katakan kepadaku, BooJae..Siapa pemilikmu?” Balas Yunho berbisik.

  “K-Kau..Hanya kau—ahh!”

Namja cantik itu terlonjak kaget saat namja tampan itu menarik tubuhnya hingga menghilangkan celah di antara mereka berdua.
Jaejoong mengerjapkan mata besarnya dan mencengkram rambut Yunho dengan erat.

  “Kau hanya boleh bergantung kepadaku, Jaejoongie” Desis Yunho di telinga Jaejoong.

  “Aku akan hancur tanpamu, Yunho..” Lirih Jaejoong berjengit.

Yunho menggeram puas.
Ia menyeringai senang dan mendudukkan Jaejoong di pinggir westafel.
Mengabaikan beras yang masih dalam keadaan basah di dalam westafel tersebut.
Persetan dengan makan siang, ia harus bercinta dengan Jaejoong saat ini juga.


-------


Shim Changmin hanya duduk diam memperhatikan dahi Jung Jinki yang mengerut tidak senang.
Pria paruh baya itu meminta Changmin untuk datang ke kantornya sore ini setelah ia memikirkan kemungkinan Yunho untuk serius dengan namja berwajah cantik itu.
Jinki ketakutan—bahwa Yunho bisa saja menentangnya hanya untuk mempertahankan namja miskin tersebut.

Ia harus melakukan sesuatu.

  “Jadi mereka tinggal bersama?” Tanya Jinki menaruh foto-foto yang ia dapatkan dari Shim Changmin.

Pelajar berwajah kekanakan itu mengangguk.
Ia menyilangkan kakinya sopan.

  “Putra anda yang membawa Jaejoong ke apertemennya, oh—mungkin anda belum tahu kalau namja bernama Kim Jaejoong itu adalah putra tunggal dari Hangeng Kim”

DEG.

Jinki terkejut.
Ia membesarkan matanya tanpa sadar—namun hanya sebentar.
Karena detik berikutnya pria paruh baya itu sudah kembali duduk tenang seperti semula.

Hangeng Kim?

Ia tidak mungkin tidak mengenal pengusaha yang sudah tidak ada itu.
Satu-satunya pria tersukses yang pernah ada di ranah Asia.
Bibir Jinki berkedut, menampilkan seringai culas seraya meremas kertas-kertas berisi foto Yunho dan Jaejoong.

  “Darah Hangeng Kim sekalipun sudah percuma. Pria cina itu sudah mati, Changmin, tidak ada lagi yang tersisa selain kemiskinan dan gosip di mana-mana”

Oh—Changmin mengangguk membenarkan.
Kemudian mata bambinya beralih memandangi tangan Jinki yang masih meremas foto-foto yang sudah ia ambil dengan susah payah.

  “Kalau begitu, mengapa anda tidak melakukan sesuatu?”

  “Sesuatu?”

  “Ya, seperti bertemu langsung dengan Kim Jaejoong dan memintanya untuk menjauh dari putramu”

Jinki menaikkan alisnya.
Detik berikutnya ia sudah menyeringai.
Ah—ide yang sungguh brilliant.
Kenapa tidak terpikirkan olehnya sedikitpun eoh?

  “Hubungi Kim Jaejoong untukku, Changmin”

Namja berwajah kekanakan itu mengangguk.
Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan menyentuh layar sentuh ponselnya beberapa kali sebelum menyerahkan benda tersebut kepada Jung Jinki.
.
.
.
  “Ngh”

Jaejoong berjengit dari tidur pulasnya merasakan ponselnya yang berdering.
Ia membuka matanya dan segera meraih benda berlayar sentuh itu.
Mengerutkan dahinya membaca sederet nomor yang tidak dikenal menghubunginya.

  “Yeoboseyo?” Serak Jaejoong beranjak duduk dari baringnya.

Ia meringis kesakitan, melirik Yunho yang tertidur di sampingnya.
Entah sejak kapan mereka berdua ketiduran.
Percintaan kali ini benar-benar menguras tenaga keduanya.
Jaejoong tersenyum tipis seraya mengusap rahang Yunho.

  Kim Jaejoong? Ini aku, Jung Jinki, ayahnya Yunho

DEG.

Jaejoong tersentak kaget.
Mata besarnya membulat sempurna.
Punggungnya refleks menegap melupakan bagian bawahnya yang berdenyut-denyut sakit.

  Ada yang ingin kubicarakan denganmu, aku menunggu di cafe seberang apertemen putraku

Sambungan telepon terputus.
Menyisakan Jaejoong yang merasakan jantungnya berdebar kencang.
Perutnya terasa sakit—seolah isi dalamnya melilit dengan erat.
Namja cantik itu menoleh, memandang Yunho yang masih terlelap dengan pulas.

Menimbang-nimbang apakah ia harus menuruti ucapan pria yang tidak pernah ditemuinya itu atau tidak.

Nafas Jaejoong berhembus kencang, setelah terdiam beberapa lama ia kemudian menunduk, mengecup dahi Yunho dan segera beranjak dari ranjang.
Memakai pakaiannya dengan cepat setelah ia mencuci wajah cantiknya dan pergi dari sana setelah meninggalkan catatan tempel di lampu meja nakas untuk kekasihnya.

Jemari Jaejoong bergetar dan jantungnya tidak bisa berdetak dengan normal.
Ini kali pertama Jung Jinki menghubunginya.
Dan ia tidak tenang.
Namja cantik itu berjalan cepat menelusuri lobi apertemen setelah ia keluar dari lift.
Bahkan ia tidak sempat untuk menyapa sang penjaga pintu apertemen karena kegugupannya.

Mata besar Jaejoong mengerjap melihat tangga penyebrangan jalan sedang sepi.
Oh—apakah bisa dikatakan ini awal dari keberuntungannya?
Jaejoong menjilat bibirnya yang terasa kering mencoba untuk berharap.
Namja cantik itu berjalan cepat menuju pintu cafe yang berwarna hitam tersebut dan segera mendorong pintu itu.

KLING KLING.

  “Selamat datang, berapa kursi yang ingin anda pesan?” Sapa sang pelayan yang berjaga di dekat pintu masuk cafe.

  “Uh, aku memiliki janji dengan seseorang—Jung Jinki” Sahut Jaejoong tersenyum gugup.

Wanita berseragam itu mengangguk sopan.
Ia segera menuntun Jaejoong menuju kursi yang terdapat di dekat jendela yang menghadap ke arah jalan kemudian meninggalkan Jaejoong di sana setelah ia memberitahu pria mana yang bernama Jung Jinki.
Jaejoong segera mengangguk dan berterima kasih kepada gadis berseragam tersebut dan melangkah menghampiri kursi yang ditujunya.

  “Selamat sore” Sapa Jaejoong membungkuk sopan.

Jinki tidak menyahut.
Pria itu hanya menatap tajam wajah cantik Jaejoong.
Membuat namja cantik itu menunduk gugup dan segera duduk di seberang pria paruh baya tersebut.

  “Sudah berapa lama kau berhubungan dengan Yunho?” Tanya Jinki tanpa basa-basi.

DEG.

Jaejoong tersentak.
Ia mendongak menatap Jinki.
Menjilat bibirnya sebelum membuka mulut untuk menjawab.

  “Be-belum lama ini”

Ah—Jinki tersenyum miring.

  “Oh, masih seumur jagung ternyata”

  “N-ne?”

  “Aku tidak akan berlama-lama, Kim Jaejoong. Aku ingin kau menjauhi putraku”

DEG.

Jaejoong tercekat.
Mata bulatnya sontak mengunci tatapan Jinki yang dingin.
Ia meremas lututnya dengan erat di bawah meja.
Sementara Jinki menatapnya dengan tajam—penuh kebencian.
 
  “A-Aku—”
 
  “Untuk kau tahu, Kim, ini bukan penawaran. Ini adalah perintah. Yunho akan pergi darimu cepat atau lambat, kau hanya perlu mempersiapkan diri kalau seandainya ia yang lebih dulu meninggalkanmu”

  “Tapi..”

  “Aku tidak akan segan untuk melukai siapa pun bahkan termasuk putraku sendiri jika demi kelangsungan perusahaan Jung. Suatu saat nanti Yunho akan mewarisi segala yang telah kubangun, dan ia membutuhkan penerus untuk ini”

  “Tapi kami saling mencintai, kami berjanji untuk—”

  “Cinta? Kalau memang kau mencintainya seharusnya kau melepasnya. Sekarang biarkan aku bertanya, apakah kau bisa memberikan putraku keturunan? Bisakah kau mengandung anaknya?”

Jaejoong terdiam.
Ia menundukkan wajahnya—menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.
Jung Jinki berdecih—memamerkan senyum remehnya.
Ia mengetuk-ketukkan telunjuk kanannya di atas meja.

  “Yunho memang sudah siap untuk menjalin hubungan yang serius. Tapi tidak denganmu, Kim Jaejoong. Seharusnya kau isi perutmu dulu sebelum melebarkan kakimu untuk orang lain. dan sekali lagi kutekankan, bukan untuk putraku. Kau dengar aku?” Ujar Jinki dingin.

Jaejoong bergetar.
Hidungnya mengerut berusaha menahan air matanya yang tidak berhenti berjatuhan membasahi pipinya.
Ia menggigit bibir bawahnya erat menahan isakan.
Tenggorokannya tercekat.

Hatinya sakit sekali—seolah-olah pria paruh baya itu dengan benar mengiris jantungnya.

Seandainya..Seandainya ia adalah Kim Jaejoong yang dulu—seandainya seperti itu, tidak ada satupun ucapan Jinki yang perlu ia takutkan.
Tidak ada.
Karena ayah dan ibunya tidak akan pernah membiarkan dirinya terhina dan bersedih.

Tapi ia sebatang kara, kini.

Namja paruh baya itu menyesap kopinya untuk yang terakhir kali dan segera beranjak dari hadapan Jaejoong.
Meninggalkan namja cantik yang masih belum mengangkat wajah basahnya.
Gigi Jaejoong bergemertak.
Ia mencengkram lututnya erat.

Tidak ada lagi hal lain yang paling ia inginkan di dunia ini kecuali Yunho setelah semua orang pergi darinya.
Ia dan Yunho sudah berjanji untuk saling memiliki sampai mati.

Dan sekarang Jung Jinki muncul untuk membakar janjinya dan Yunho.

Jaejoong tidak ingin berpisah dari Yunho.
Tidak.

TBC :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar