I
dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve
gotten over me boy
Cause
lately I realized without you
I
can’t live another day
“Karena orang yang paling banyak
tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”
PART
5.
London, 2 tahun kemudian.
TOK
TOK TOK.
“Masuk”
CKLEK.
Namja
tampan itu melirik ke arah pintu dan kembali menyibukkan diri dengan
pekerjaannya.
Tidak
mengacuhkan Go Ahra yang berjalan anggun menghampiri dirinya.
Gadis
cantik itu tersenyum tipis.
Ia
sudah terbiasa tidak dipedulikan oleh namja tampan itu.
“Apa maumu?” Tanya Yunho dingin.
Ahra
hanya tersenyum tipis.
Gadis
berambut hitam itu duduk bersandar di kursi yang tersedia tepat di seberang
meja Yunho.
Ia
bersidekap hingga membuat rambutnya terjatuh ke belakang dan membuat bahunya
yang cantik terlihat jelas.
“Aku ingin makan malam bersama denganmu” Ujar
gadis cantik itu lembut.
“Tidak” Sahut Yunho tak acuh.
Ahra
memutar bola matanya jengah.
Ia
berdehem dan menyilangkan kaki jenjangnya yang berbalut sepatu tinggi berwarna
putih—seperti gaun selututnya yang indah.
“Ibumu yang mengaturnya, Yunho, kau tidak
bisa menolak”
“Keluar dari ruanganku”
“Yunho—”
“Keluar sebelum aku mencekikmu, nona muda”
Ck.
Gadis
cantik itu berdecih melupakan kesopanannya.
Ia
berdiri dan menghentakkan kakinya kesal seraya menggebrak meja kerja Yunho
hingga namja tampan itu refleks berhenti menggerakkan tangannya.
“Siwon akan mencambuk tanganmu karena sudah
begitu lancang menggangguku” Ujar Yunho kejam.
Ahra
terkejut.
Dalam
sekejap ia segera menarik kembali tangannya dan menggigit bibir bawahnya erat.
Gadis
cantik itu berjalan mundur secara perlahan dan menggeleng pelan.
Menatap
tidak terima kepada namja tampan itu.
“Kau tidak bisa melakukan ini kepadaku, Jung
Yunho! Appaku akan tahu!” Jerit gadis cantik itu ketakutan.
“Oh, ya? Ayahmu yang mana? Pria brengsek yang
sedang berkeliling dunia bersama para pelacurnya?” Balas Yunho menyeringai.
Gadis
berambut hitam itu menggertakkan giginya.
Menatap
Yunho dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.
Namja
tampan itu bersidekap seraya mengucapkan sesuatu melalui earphone-nya.
Dan
beberapa detik kemudian Choi Siwon masuk ke dalam ruangan bersama sebuah tali
tipis berbulu yang terbuat dari kulit.
Wajah
Ahra mulai pucat.
Sementara
Yunho hanya menyunggingkan senyuman mengejek dan kembali fokus pada
pekerjaannya.
“No!
Dont touch me, you bastard!” Jerit Ahra meronta.
Tapi
Siwon tidak peduli.
Baginya
perintah Yunho adalah mutlak.
Namja
berlesung pipi itu mendorong Ahra menghadap dinding dan menarik kedua tangannya
ke belakang—mencengkramnya erat dan dalam hitungan detik jeritan gadis cantik
itu terdengar lantang.
Tetesan
darah berjatuhan membasahi hambal berbulu yang menghiasi lantai marmer ruangan
Yunho.
Tapi
namja tampan itu masih melakukan pekerjaannya dengan santai.
Seolah-olah
jeritan Ahra adalah lagu sehari-harinya.
Setelah
memastikan telapak tangan gadis cantik itu tersayat dengan lebar, Siwon segera
mengundurkan diri.
Dan
detik itulah Yunho mengangkat wajahnya—dengan seringai kejam yang bisa
menggetarkan siapapun yang melihatnya.
Termasuk
Ahra yang sudah lemas tak berdaya di sudut ruangan.
“Bukankah aku sudah memerintahmu untuk pergi?
Kau selalu tidak pernah mendengarkanku, nona muda”
“You
are jerk! Full of madness! I will claim you for this!!”
“Keluar dari ruanganku”
“Kau akan mendapat balasannya, Jung Yunho!”
Gadis
cantik itu berlari keluar ruangan dengan darah yang sudah merembes menodai gaun
putihnya.
Isak
tangisnya begitu keras dan semakin keras ketika ia keluar dari ruangan
Yunho—mencoba menarik simpati para karyawan yang sedang bekerja.
Tapi
Ahra tidak pernah belajar dengan baik—bahwa tidak pernah ada satupun dari
mereka yang peduli kepadanya.
Karena
Yunho sudah memerintahkan kepada mereka untuk tidak pernah menganggap gadis itu
ada.
.
.
.
“Aku pulang”
“Neo wasseo?”
Yunho
tidak menyahut.
Ia
hanya memandang singkat wanita paruh baya itu dan mengangguk.
Kemudian
berjalan menaiki tangga dan memasuki kamarnya.
Melemparkan
jas mahalnya sembarang tempat dan segera menjatuhkan diri di atas ranjangnya.
Menghela
nafas panjang seraya memejamkan matanya dengan dahi yang berkerut.
Dua
tahun sudah ia pergi meninggalkan Seoul.
Dua
tahun pula ia kehilangan akses untuk mencari tahu tentang kekasihnya.
Namja
cantik yang tidak pernah pergi dari hati dan pikirannya.
Yunho
membuka mata musangnya.
Memandang
langit-langir kamarnya dengan penuh kekesalan.
Jung
Jinki memang sudah hilang.
Tapi
apa yang ditinggalkannya tidak bisa pergi.
Pria
dengan kedengkian itu telah menutup segala akses bagi Yunho untuk dapat
menemukan kembali namja cantiknya.
Seolah-olah
Jinki meninggalkan matanya.
Yunho
menggeram.
Ia
mencengkram erat seprainya hingga kusut.
Tidak
mengacuhkan air mata yang menetes jatuh dari mata kirinya.
Sial.
Ia
rindu Jaejoong.
Begitu
merindukan Jaejoong hingga rasanya ia sekarat saat ini.
“Kim Jaejoong..” Lirih Yunho sebelum ia
memejamkan mata musangnya yang basah.
Ia
tidak bisa bertahan lebih lama lagi dari ini.
Tapi
Jung Keybum telah merantai kakinya.
Wanita
itu selalu menggunakan air matanya setiap kali Yunho memutuskan untuk kembali
ke Seoul.
Dan
Yunho tidak pernah bisa menang melawan Ummanya.
Karena
wanita cantik itu tidak seperti ayahnya.
Jung
Keybum hanyalah seorang wanita yang berisikan kerapuhan.
Yunho
tidak tega.
-------
“Kau tidak dengar apa yang dikatakan Umma
semalam? Hari ini tidak ada jalan-jalan, Tiffany, kau harus segera pulang ke
rumah dan mengikuti pertemuan keluarga bersama kembaranmu”
“Oppa
curang! Kenapa hanya kami berdua? Aku akan meminta Umma untuk menyuruh Oppa
pulang juga!”
“Giliranku sudah minggu lalu, sekarang
giliran kalian, lagi pula sudah saatnya kau dan Chansung berhenti bermain-main,
kalian harus membantuku mengurus perusahaan Appa cepat atau lambat”
“Sirheo!
Suruh saja si bodoh Chanana itu untuk membantumu, masa depanku adalah menjadi
model terkenal yang hebat!”
“Model? Puh, lucu sekali, Umma akan
membotakimu kalau ia tahu”
“Junsu
Oppa! Seharusnya kau mendukungku! Aish! Menyebalkan sekali!”
“Mendukungmu lalu ikut dibotaki oleh Umma?
Maaf saja, aku masih sayang rambutku”
“Uh,
kenapa aku harus terlahir di keluarga serba kaku seperti ini eoh? Aku benci!”
“Itu masalahmu, yang jelas kau dan Chansung
harus ikut ke pertemuan itu sore ini, mengerti?”
“Junsu
Oppa!! Yaish—”
KLIK.
Namja
imut itu menghela nafas panjang setelah mematikan panggilan dari adik
cerewetnya.
Ia
meletakkan ponselnya di atas meja dan menoleh saat bel pintu masuk cafe
berbunyi.
Junsu
segera berdiri dan kembali menghela nafas.
Menatap
kesal sosok cantik yang sedang berjalan memasuki cafe.
“Semalam aku ke rumahmu, tapi tidak ada
orang, kau pergi ke mana?”
Jaejoong
mendongak menatap Junsu yang bersidekap kepadanya.
Namja
cantik itu memiringkan wajahnya—kemudian ia tersenyum.
“Seharusnya kau mengabariku lebih awal kalau
ingin berkunjung ke tempatku” Ujarnya membuat Junsu menurunkan tangannya dan
menghela nafas pendek.
“Aku lupa” Keluh namja imut itu lemah.
Jaejoong
hanya tersenyum mendengarnya.
Ia
mengelap kedua tangannya di apron yang ia kenakan dan berjalan menuju etalase roti untuk mengambil roti isi
kesukaan Junsu.
Namja
cantik itu refleks menoleh ke arah pintu cafe ketika ia mendengar suara bel
yang berbunyi—itu Donghae, yang baru saja kembali dari supermarket.
Mata
besar Jaejoong mengerjap mengintip sekilas jalanan yang tampak lengang di luar
sana dari pintu cafe yang terbuka karena Donghae.
Ia
tersenyum miring—tidak mungkin kan memberitahu Changmin dan Junsu kalau selama
ini ia selalu menghabiskan waktu lebih lama untuk menunggu kedatangan Yunho di
depan pintu apertemen mereka dulu?
Jaejoong
tidak pernah ingin memasuki kamar apertemen itu lagi setelah Yunho pergi
meninggalkannya dua tahun yang lalu.
Terlalu
menyakitkan—ia tidak akan sanggup.
“Joongie! Jangan melamun!”
DEG.
Namja
cantik itu tersentak kaget di tempatnya.
Ia
refleks mengerjapkan mata bulatnya dan beralih menatap Junsu yang sudah
memandang bingung kepadanya.
Namja
cantik itu mengangguk dan segera menghampiri meja Junsu seraya meletakkan roti
isi milik namja imut itu.
“Kau selalu membuatku khawatir, Joongie”
Keluh Junsu mendengus.
“Maafkan aku, ngomong-ngomong, mana
Changmin?” Balas Jaejoong tersenyum.
Dahi
Junsu mengerut.
Berusaha
mengalihkan matanya dari wajah cantik sahabatnya.
“Aku tidak tahu, monster makanan itu
menghilang entah ke mana setelah perkuliahan usai” Gerutu Junsu kesal.
“Hmm, tidak biasanya ia seperti itu” Gumam
namja cantik itu bingung.
“Oh iya, Jae, Appa baru saja membelikan
apertemen untukku untuk hadiah jabatanku di kampus, uhm, di tempatku ada dua
kamar, yang satunya untukmu, bagaimana?”
“Ani, gunakan saja kamar itu untuk
keperluanmu yang lain”
“Aku tahu kalau uang sewa rumahmu itu
sebenarnya memberatkan, Joongie, kau bisa pindah ke tempatku dan menggunakan
uang sewa itu untuk biaya pendidikan”
Jaejoong
menyentuh tangan Junsu dan tertawa lucu.
“Sekolahku masih bisa menunggu, Junsu, ada
banyak program home schooling atau
kelas tertinggal di mana-mana”
“Tapi—”
“Tenang saja, aku sudah menabung untuk itu”
Namja
imut itu memicingkan mata sipitnya—tapi Jaejoong hanya mengindikkan bahunya
dengan senyumannya yang manis.
Membuat
Kim Junsu menghela nafas dan kembali mengunyah roti isinya.
“Yang jelas kapanpun kau membutuhkanku, aku
selalu ada untukmu” Desah Junsu pelan.
Jaejoong
mengangguk.
Ia
menepuk-nepuk kepala Junsu dengan penuh sayang.
Maafkan aku,
Junsu.
Tapi aku tidak
bisa percaya lagi pada siapapun.
Termasuk dirimu
dan Changmin sekalipun.
Karena pada
akhirnya aku akan kembali sendirian.
Ketika tiba
waktunya untuk kalian pergi dari sisiku.
-------
Awalnya Yunho hanya berniat untuk
memberitahu yeoja paruh baya itu kalau ia akan lembur hari ini.
Namun tubuhnya membeku tepat di hadapan
pintu kamar Jung Keybum yang terbuka kecil ketika suara seorang wanita menyapa
telinganya.
Namja tampan itu segera merapat ke
dinding dan mengerutkan dahinya seraya mencuri dengar percakapan yang telah
mengusik kecurigaannya itu.
“Aku tidak tahan lagi, Aunty,
kau lihat sendiri tanganku yang diperban ini, kan? Anakmu itu bukan manusia!”
Oh—Yunho kenal baik suara itu.
Go Ahra, calon tunangannya.
“Suatu saat nanti putraku pasti akan luluh, Ahra, bersabarlah sedikit
lagi, apapun yang ia rusak darimu akan kuganti seratus kali lebih bagus”
“Kau bisa berbicara segampang itu karena kau belum pernah merasakan
kekejaman Yunho, pokoknya aku ingin perjodohan ini dibatalkan! Fucking shit dengan kekayaan putramu,
aku sudah tidak peduli lagi!”
“Kau tidak bisa mundur begitu saja, orang tuamu sudah menandatangani
perjanjian denganku, keluargamu akan jatuh miskin kalau kau menyerah sekarang!”
“Kau sungguh wanita bermuka dua! Aku tidak bisa membayangkan apa yang
akan Yunho lakukan kepadamu kalau ia tahu ibunya sengaja menahan-nahan dirinya
di London selama dua tahun ini!”
DEG.
Yunho
terkejut.
Mata
musangnya membulat sempurna.
Nafasnya
tercekat seolah waktu berhenti berdetak untuknya.
Apa
itu?
Apa
yang baru saja gadis itu katakan?
Keybum
sengaja menahan dirinya selama ini?
“London adalah hidupku, Ahra, berpuluh tahun
aku tidak pernah lagi menginjakkan kakiku di Seoul”
“Eoh? Kau tidak ingin pergi dari London tapi
juga tidak ingin ditinggal pergi oleh putramu? Egois sekali kau Aunty”
“Apa? Jaga bi—”
Yunho
mengalihkan wajahnya.
Ia
berjalan menjauhi kamar Ummanya dengan langkah kaki yang menghentak penuh
emosi.
Namja
tampan itu segera berjalan memasuki kamarnya dan membanting pintu tersebut
dengan kasar.
Nafasnya
menderu tidak teratur seraya menggertakkan giginya kesal.
Ia
menggeram penuh amarah dan mengambil kopernya yang tersimpan rapi di sudut
ruangan.
Melemparnya
kasar hingga benda itu terbuka dengan sendirinya.
Yunho
segera melemparkan barang-barang yang menurutnya penting ke dalam koper
tersebut dan berdecak keras.
Jadi
selama ini ia telah tertipu, eoh?
Tidak
hanya Jung Jinki.
Bahkan
ibunya pun ikut melakukan hal yang sama—memisahkan Yunho dari apa yang telah
menjadi bagian dari hidupnya karena keegoisan.
Yunho
sama sekali tidak menyangka kalau Jung Keybum bisa bertindak sekejam itu.
Menahan
dirinya selama berbulan-bulan di London hanya karena wanita itu tidak ingin
hidup dalam kesendiriannya.
Cih.
Rahang
Yunho semakin mengeras ketika hal tersebut terlintas di benaknya.
Kalau
saja wanita itu bukan ibunya—mungkin Jung Keybum akan bernasib jauh lebih buruk
dari apa yang Ahra peroleh darinya.
Namja
tampan itu menutup kopernya dengan kasar dan menguncinya seraya mengeluarkan
ponselnya dari dalam saku jas.
Ia
menghubungi nomor Siwon dan segera memberikan perintah kepada asisten berlesung
pipi itu agar segera menyiapkan pesawat pribadinya menuju Seoul dalam waktu 20
menit,
Kemudian
ia menyeret koper tersebut dan berjalan menuruni tangga dengan cepat.
Mata
musangnya menangkap sosok ibunya yang sedang berjalan memasuki ruang tengah.
Kelihatannya
ia baru saja mengantarkan Ahra yang sudah pulang dari rumah mereka.
Mata
kucing Keybum memicing melihat raut wajah Yunho yang tidak bersahabat serta
koper besar yang ditarik kasar oleh putra tunggalnya itu.
“Yun? Kau mau ke mana?” Tanya yeoja cantik
itu menaikkan alisnya.
Yunho
mendengus.
Awalnya
ia tidak ingin menyahut—tapi membuat wanita itu terkejut sepertinya tidak
buruk.
“Aku akan pulang ke Seoul” Ujar Yunho dingin.
DEG.
Keybum
terkejut setengah mati.
Wanita
paruh baya itu segera berlari menghampiri Yunho dan menarik koper namja tampan
itu hingga Yunho berhenti melangkah dan berbalik menatap wajahnya.
“A—apa?” Ujar Keybum kaget.
Yunho
berdecih.
Ia
tersenyum miring kepada ibunya.
“Kau kaget, Umma? Aku akan pulang ke Seoul
saat ini juga dengan atau tanpa persetujuan darimu!” Seru namja tampan itu
marah.
Jung
Keybum refleks menggelengkan kepalanya.
Tapi
Yunho tidak peduli—pria tampan itu sudah lebih dulu menarik kasar pegangan
kopernya dari tangan Keybum dan melanjutkan langkah kakinya menuju pintu depan
diikuti Keybum yang sudah menangis ketakutan.
Wanita
cantik itu dengan cepat memutar otaknya dan berusaha keras mencari cara agar
Yunho tidak pergi darinya.
Tidak
secepat ini.
“Yunho! Tidak bisakah kita menunggu sampai bulan depan?” Jerit wanita
cantik itu dengan isak tangisnya.
Namja tampan itu berjengit mendengar
suara ibunya.
Ia berbalik dan menatap nyalang wajah
Jung Keybum.
“Dua tahun! Dua tahun sudah aku bersabar menunggu Umma untuk siap
melepaskan London! Aku sudah muak! Jangan Umma pikir aku tidak tahu kalau
selama ini Umma menipuku!” Teriak Yunho marah.
Keybum terkejut.
Ia meremas jemarinya dan menatap
putranya dengan uraian air mata.
“Ada banyak hal yang kukorbankan demi mengikuti keegoisan Umma!
Kesabaranku sudah habis! Sejak Jung Jinki sialan itu mati, sudah tidak ada lagi
yang menahanku untuk tetap tinggal di sini kecuali air mata Umma! Dan aku tidak
akan tertipu lagi untuk yang kedua kalinya!”
“Umma mohon, Yun—”
“Kalau Umma bersikeras, Umma bisa tinggal sendiri di sini. Aku tetap
berangkat ke Seoul malam ini juga!”
“Tapi, perjodohanmu—”
“Tutup mulutmu, Umma!! Aku sudah memiliki kekasih dan aku mencintainya!”
Jung Keybum tercekat.
Ia terduduk di sofa dengan ketakutan
ketika putra tunggalnya berjalan menghampiri dirinya.
Rahang Yunho mengeras.
Ia menatap tajam mata Ummanya.
“Ke—kekasih?”
“Ya, dan aku telah meninggalkannya sendirian di Seoul karena kelicikan
Umma!”
“Kau tidak bisa kembali padanya, Yunho, Umma sudah menjodohkanmu
dengan—”
“Sekali lagi aku mendengar tentang perjodohan—kupastikan Umma tidak akan
pernah melihat wajahku lagi!!” Desis Yunho kejam.
DEG.
Wanita cantik itu menjatuhkan air
matanya.
Tangisnya pecah seraya menatap tidak
percaya anak lelakinya yang telah mengancamnya.
Anak lelaki yang selama ini
dibesarkannya dengan penuh cinta.
Keybum menutup wajah basahnya.
Menangis tersedu-sedu ketika Yunho
beranjak pergi meninggalkan dirinya.
Yunhonya telah jauh berubah sejak
kematian suaminya.
Namja tampan itu terlihat lebih
menakutkan—bahkan melebihi kuasa Jung Jinki.
Setiap tatapannya menyiratkan kemarahan.
Seolah-olah hatinya pernah terluka
begitu dalam.
.
.
.
Yunho menatap tajam pemandangan yang ada
dari jendela pesawat.
Dua tahun adalah limit waktunya untuk
mengurus kepemilikan warisan yang diberikan Jinki kepadanya.
Waktu yang cukup lama untuknya menuruti
keinginan Jung Keybum yang tidak ingin pergi meninggalkan London.
Dan waktu yang panjang untuk menanti Kim
Jaejoong.
Walaupun kebersamaan mereka sungguh
singkat, tetap saja Yunho sekarat.
Jaejoong adalah candunya, cintanya, dan
segalanya.
Berpisah dari Jaejoong membuat tidur
Yunho tidak pernah pulas.
Yunho tidak tahu apa yang telah terjadi
kepada namja cantik itu selama kepergiannya.
Apakah Jaejoong juga kehilangannya?
Apakah Jaejoong menunggu kepulangannya?
Apakah Jaejoong masih mencintainya?
Yunho gemetar setiap kali hal itu
terlintas di benaknya.
Sudah cukup ia jauh dari namja cantik
itu.
Ia tidak tahan lagi.
Kesabarannya sudah habis.
Setelah ini—apapun yang terjadi, Yunho
tidak akan pernah melepaskan Jaejoong lagi.
Tidak sampai kapanpun.
Bahkan jika pria cantik itu sendiri yang
meminta untuk pergi, Yunho akan tetap merantainya.
“Tuan muda”
Yunho menoleh, menatap Choi Siwon yang berdiri di
sampingnya.
“Kau sudah mendapatkannya?”
“Ya, saya berhasil meretas akun e-mail
yang terakhir menghubungi tuan besar”
Namja tampan itu menaikkan alisnya.
Ia mengambil tab yang diberikan Siwon kepadanya dan mengusap layar gelap
tersebut hingga menyala.
Yunho sungguh penasaran akan pemilik
akun tersebut.
Yang ia tahu ayahnya mengalami serangan
jantung setelah pria paruh baya itu membuka e-mail
dari seseorang.
Tapi ketika Yunho mencoba untuk membuka e-mail itu sekali lagi, akun tersebut
telah terkunci. Sepertinya sudah dirancang kian rupa agar hanya terbuka sekali
saja.
Menarik—sungguh menarik.
Pemiliknya sungguh pintar—jenius, luar
biasa.
Hingga membuat Yunho dan Siwon
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui identitas asli si pemilik
akun.
“Apa kau melihat isinya?” Tanya Yunho menatap asistennya.
Siwon menggeleng.
Namja berlesung pipi itu segera beranjak
kembali ke kursinya meninggalkan Yunho yang menatap punggungnya tajam.
Namja tampan itu mendengus.
Kemudian ia segera membuka pesan berisi
video tersebut.
DEG.
Mata musang Yunho membesar sempurna.
Ia refleks mematikan layar tab tersebut ketika video terputar.
Jantungnya berdebar sungguh kencang.
Tenggorokannya tercekat.
Itu video percintaannya dengan Jaejoong
ketika mereka berada di sekolah!
Yunho terdiam sejenak.
Mengalihkan pandangannya memandang
keluar jendela pesawat pribadi miliknya.
Bibir seksi itu menarik seringai culas
yang dingin.
Jadi Jung Jinki mati karena ini, eoh?
Pikirnya gemetar.
Ia ingat dengan jelas hari di mana
ayahnya mendapat serangan—dan rumah sakit tidak bisa menolongnya karena ulah
dirinya yang telah menyabotase namanya di bagian penerima donor jantung.
Yunho memasang headset-nya dan memakainya dengan cepat.
Kemudian ia kembali memutar video
tersebut.
Namja tampan itu merasakan tubuhnya
panas membara.
Membuatnya semakin tidak sabar untuk
segera bertemu dengan kekasihnya.
Mata musang Yunho bergerak mencari nama
akun pemilik e-mail tersebut.
Ia menaikkan alisnya.
“Max?” Gumamnya pelan.
Yunho segera membuka data rahasia yang
telah diretas oleh asisten pribadinya.
Dan detik itu juga ia kembali terkejut.
‘User name: Max
Account
: Max Shim’
Shim?
Seingatnya hanya ada satu Shim yang
bersekolah di sekolah yang sama dengannya dan Jaejoong.
Putra pewaris South Korean’s chemical industry.
Shim Changmin.
Wah. Wah
BalasHapusGak sabar nUnggu appa ketemu jaemma.
Pokoknya seru bgt. Bikin gemes. pengen cepet2 baca lnjutannya.
Udah gak sabar.
Aduh kasian umma kalau nanti tau cwang yg bikin pisah sama appa.
Psti sedih bgt.
Ntar tambah bikin umma sedih. Aduuuh
Wooow,woow,wooow,yun akhir'a dy kmbali jga k'korea,,dan utk si ular ahra mati jha sana..wkwkwk
BalasHapuslanjuuut gx sabar
BalasHapushaaaah gk sabar nunggu kira kira gimana sikap jaejoong waktu tau yunho pulang.
BalasHapus