This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Rabu, 20 Juli 2016

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/SLIPPIN AWAY/PART 4



I dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve gotten over me boy

Cause lately I realized without you
I can’t live another day

  “Karena orang yang paling banyak tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”

PART 4.

Seoul, setahun kemudian.

  “Selamat datang”

  “Selamat pagi, Jae”

Namja imut itu tersenyum ramah kepada Jaejoong.
Junsu segera duduk di kursinya yang biasa dan menerima secangkir teh hangat di hadapannya.
Ini sudah menjadi kebiasaan baru Junsu untuk mampir menemui Jaejoong—teman pertamanya—sebelum sekolah dimulai.
Mata sipit Junsu memperhatikan bagaimana cantiknya sosok namja yang sedang menyusun potongan kue kering di piring miliknya.

KLING KLING.

Junsu dan Jaejoong menoleh ke arah pintu masuk cafe ketika suara bel terdengar.
Ah, itu Shim Changmin.
Namja kekanakan itu melambai kepada mereka berdua dan segera duduk di hadapan Junsu.

  “Pagi Jae, sarapanku yang biasa, ya” Ujar Changmin tersenyum lebar.


Jaejoong mengangguk.
Ia segera berbalik dan berjalan menuju dapur.
Junsu menghela nafas pendek.
Ia menyeruput teh hangatnya dan melirik Changmin yang masih memandang ke arah dapur.

  “Masih memikirkan hal yang sama?” Tegur Junsu tersenyum tipis.

Changmin tertegun.
Ia menatap Junsu dan mengangguk singkat.

  “Ya, selalu menjadi mimpi terburukku kalau sudah berhubungan dengannya” Gumam Changmin pelan.

Changmin masih ingat dengan jelas.
Hari di mana ia melihat Jaejoong yang bersimbah darah.
Hari di mana ia menyesal telah menjadi salah satu penyebab perginya Yunho dari namja cantik itu.
Karena setelahnya—tidak asing lagi untuknya melihat Jaejoong yang mencoba untuk membunuh dirinya di setiap kesempatan yang ada.

Kemudian Junsu datang dan menolongnya untuk menghadapi Jaejoong.
Ia sudah lama mengenal Junsu, sikap jujur namja imut itu yang membuatnya tidak pernah ingin berteman dengan Junsu sama seperti anak-anak lain.
Tapi melihat bagaimana Junsu menghadapi Jaejoong telah membuat Changmin mengubah pikirannya.

Terkadang kejujuran diperlukan untuk meringankan sebuah masalah.

  “Ini sandwich ekstra dagingmu, tuan muda” Ujar Jaejoong meletakkan sepiring penuh roti isi di hadapan Changmin.

Namja berwajah kekanakan itu bersorak senang.
Jaejoong mengambil kursi dan duduk di antara mereka berdua.

  “Jae, apa kau sudah memikirkan tawaranku untuk kembali bersekolah?” Tanya Junsu menatap Jaejoong.

Namja cantik itu mengerjap, kemudian ia menggeleng.

  “Aku sudah melepaskan segalanya, Junsu. Kau tahu gajiku hanya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari, mungkin suatu saat nanti”

  “Masalah pekerjaan, bukankah Changmin bilang ia akan mengatur semuanya? Kau hanya perlu mengatakan ya dan kami akan membantumu, Jae”

  “Tidak, Junsu. Aku tidak akan menerima bantuan apapun dari kalian. Aku bisa berdiri sendiri”

Karena tidak ada lagi yang bisa kupercayai di dunia ini selain diriku sendiri.

  “Baiklah, kalau itu maumu, tapi yang jelas kami akan selalu ada kalau kau berubah pikiran”

Jaejoong mengangguk.
Junsu sudah beralih kepada Changmin.

  “Ayo Min, sebentar lagi sekolah dimulai”

Changmin mengangguk.
Ia menelan potongan rotinya yang terakhir dan meneguk tehnya dengan cepat.
Kemudian ia beranjak bangkit mengikuti Junsu.

  “Sampai bertemu nanti, Jae, selamat bekerja” Ujar Junsu tersenyum.

Jaejoong mengangguk.
Ia balas tersenyum.
Senyum yang membuat Junsu dan Changmin segera mengalihkan wajah mereka.
Mereka berdua tidak pernah tahan untuk melihat  senyuman Jaejoong.

Karena senyum itu sarat akan kesedihan yang mendalam.
Ada tangis yang tersimpan di setiap tarikan bibirnya.

Junsu mengerutkan dahinya, ia melirik Changmin yang menepuk kepalanya.

  “Tidak ada yang bisa kita lakukan selain terus bersamanya, Junsu” Tegur Changmin pelan.

Junsu menoleh ke belakang, memandang Jaejoong yang masih tersenyum kepada mereka.
Namja imut itu tercekat.
Mata sipitnya terasa panas.
Jika ada hal yang paling tidak ia sukai di dunia ini, itu adalah senyuman Kim Jaejoong.
.
.
.
Namja cantik itu menghela nafas masih membersihkan meja dengan kain lap seperti biasanya.
Mata besar Jaejoong mengerjap menatap pantulan wajahnya dari kaca meja yang sudah bersih karenanya.
Ia terdiam beberapa saat—memandangi wajah cantiknya tanpa senyum.
Jari telunjuknya bergerak menyentuh bayangan wajahnya dengan pelan.

Semua orang pergi meninggalkan dirimu.
Kasihan sekali.

  “Jaejoong!”

DEG.

Namja cantik itu tersentak kaget dari lamunannya.
Ia menoleh dan mendapatkan Donghae—manajer cafe—yang berkacak pinggang kepadanya.

  “Ne Hyung” Sahut Jaejoong pelan.

  “Jangan melamun! Berapa kali harus kuingatkan? Fokus!” Seru namja dengan bandana hitamnya itu.

Jaejoong segera mengangguk patuh.
Lalu ia kembali meneruskan pekerjaannya.

  “Oh, Hyung! Setelah ini aku permisi sampai jam istirahat, ya? Aku ada shift mengantar ramen hari ini” Ujar Jaejoong tiba-tiba menatap Donghae yang sudah duduk di kasir seperti biasa.

  “Ckck, apa boleh buat, aku memang tidak bisa melarangmu pergi” Ujar namja ikan itu menggeleng pelan.

Jaejoong hanya tersenyum tipis mendengarnya.

  “Semua meja sudah bersih? Kalau iya kau bisa pergi sekarang” Lanjut manajer tampan itu lagi.

Namja cantik itu mengangguk.
Ia segera melepas apronnya dan berlari menuju ruang ganti—mengambil jaketnya dan segera berlari meninggalkan cafe dengan cepat.
Baru beberapa langkah saja nafasnya sudah menderu tidak teratur.
Seolah tubuhnya memberitahu bahwa ia tidak bisa bertahan lama dengan cara hidup yang seperti ini.

Mengantar susu dan koran di pagi hari, lalu bekerja di cafe hingga tengah hari, kemudian mengambil shift mengantar ramen di kedai ahjumma yang ia kenal, dan ketika malam hari tiba ia akan bekerja di pom bensin.

Jaejoong mengusap hidungnya yang memerah karena dingin.
Ia tahu ia sebenarnya ia tidak sanggup untuk melakukan ini semua.
Tapi ia harus.
Karena menyibukkan diri adalah satu-satunya cara agar ia dapat melupakan segala hal yang mengganggu hatinya.

  “Omo, hari ini kau datang cepat! Bagus sekali! Jja, orderan sedang ramai-ramainya hari ini, ambil ramennya di dapur dan juga catatan alamatnya!” Seru ahjumma pemilik kedai ramen seraya menepuk-nepukkan tangannya di apron putihnya.

Jaejoong tersenyum seraya menganggukkan wajahnya dan berlari ke dalam dapur—kemudian ia keluar kedai bersama ramen antarannya.
Tidak mengacuhkan sang ahjumma yang berkacak pinggang di samping pintu kedai ramen sejak tadi.
Wanita paruh baya itu menghela nafas.
Kemudian ia menggeleng.

  “Anak muda sepertimu tidak seharusnya tersenyum seperti itu. Berat sekali pundakmu, eh?” Gumam ahjumma ramen itu masih memperhatikan punggung Jaejoong yang sudah menjauh.


-------


  “Aku pulang”

Namja cantik itu membuka pintu rumah mungilnya yang ia sewa dengan harga murah dan segera melepaskan sepatunya.
Jaejoong menghela nafas panjang seraya memasuki rumah tersebut dengan tangan yang tidak berhenti memukul bahunya yang terasa pegal.
Ia lelah sekali hari ini.

Namja cantik itu melepaskan jaketnya dan melemparnya sesuka hati.
Kemudian ia menjatuhkan dirinya di atas ranjangnya yang tipis.

  “Kapan ini semua akan berakhir?” Gumam Jaejoong serak.

Mata besarnya bergerak pelan memperhatikan langit-langir kamar yang tampak kumuh.
Namja cantik itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan.
Menahan dadanya yang berdenyut sakit dan air mata yang menggenang di kelopak matanya yang berkantung.
Lama namja cantik itu terdiam—sampai kemudian mendadak ia terbangun dan membuka laci nakasnya dengan tidak sabaran.

Ia mengambil gunting yang selalu ia sembunyikan di dalam sana dan terduduk di pinggir ranjang.
Memperhatikan ujung gunting yang begitu tajam dalam diam.
Nafas Jaejoong menderu kencang dengan mata yang terpejam.
Ia meringis merasakan dadanya yang lagi-lagi terasa sakit—seolah diremas dari dalam.

Aku tidak bisa lagi hidup seperti ini.
Sendirian dan tanpa arti.

Aku harus mati—mati lebih baik.

Dahi Jaejoong mengernyit—jemarinya bergetar hebat mencengkram gunting tajam itu.

  [ “Berjanjilah kepada kami, Kim Jaejoong. Jangan pernah mencoba untuk mengakhiri hidupmu lagi setelah ini, arasseo?” ]

DEG.

Namja cantik itu refleks membuka matanya dalam sekejap saat suara serak Junsu bergema di kepalanya.
Ia bisa merasakan pipinya yang telah basah dengan jantung yang terus berdebar kencang.
Seolah tersadar—ia segera melemparkan gunting tajamnya ke sudut ruangan.
Jaejoong meringis—lalu perlahan ia terisak.

Menjatuhkan dirinya di atas ranjang tersebut dan menangis tersedu-sedu.

  “Pembohong—Jung Yunho pembohong..Kau tidak pernah kembali..Aku tidak percaya lagi padamu..” Isak Jaejoong sedih.

Ia merapatkan kedua matanya membiarkan tangisnya pecah.
Mencengkram erat seprai berwarna putih itu hingga kusut.

Kenapa mereka tega?
Kenapa semua orang menjauh darinya?
Apa yang salah?
.
.
.
  Menurutmu Jaejoong sudah tahu?

Namja berwajah kekanakan itu mengangkat bahunya.
Ia sedang bertelepon dengan Junsu melalui video call saati ini.
Namja imut itu mendadak menghubungi dirinya setelah menonton televisi.
Changmin menguap—ini sudah tengah malam, tentu saja ia mengantuk.

  Changmin! Aku serius!

  “Ya, ya, aku dengar, Kim Junsu”

Namja berwajah kekanakan itu bersandar di kepala ranjangnya dan menaruh ponselnya di atas lutut.
Menatap wajah Junsu yang semakin imut dengan poni yang terikat ke atas—Tiffany yang melakukannya.

  Apakah menurutmu Jaejoong harus tahu? Kalau ayah Yunho baru saja pergi?” Tanya Junsu lagi.

Shim Changmin tidak menyahut.
Namja berwajah kekanakan itu hanya terdiam sejenak.
Dunia sedang heboh membicarakan tentang kematian Jung Jinki yang mendadak.
Meskipun ini sudah tengah malam tapi televisi tidak pernah tidur.

  Shim Changmin!

Changmin terkejut.
Ia mengerjapkan mata bambinya dan kembali memandang Junsu dengan fokus.

  “Jaejoong selalu berakhir dengan bau darah setiap kali ia mendengar nama Yunho disebut-sebut. Biarkan saja seperti ini, lebih baik ia tidak tahu apapun” Ujar Changmin menghela nafas.

  Kau serius?” Tanya Junsu mengernyitkan dahinya.

  “Ya, Kim Junsu. Lagipula tuan Jung dan Jaejoong tidak pernah memiliki kenangan yang cukup baik saat mereka pernah bertemu. Aku berani bertaruh ia bahkan membuat Jaejoong menangis saat itu”

  Otteyo? Bagaimana kau bisa tahu?

Changmin menghela nafas.

  “Aku mengantuk, besok saja lagi di sekolah, annyeong”

  Ya—Yah, Shim Chang—

KLIK.

Changmin menatap datar ponselnya.
Ia meletakkan benda tersebut di meja nakas dan berbaring di atas ranjang dengan posisi senyaman mungkin.
Tapi mata bambinya masih terjaga memandangi langit-langir kamarnya yang luas dan mewah.
Namja berwajah kekanakan itu menghela nafas panjang sekali lagi.

Dahinya mengernyit.

Tentu saja aku tahu.
Karena aku yang menyuruh tuan super arogan itu untuk bertemu dengan Jaejoong dan menyakiti hatinya.


-------


Jung Keybum tidak berhenti mengusap air matanya yang mengalir jatuh sejak pagi.
Ia masih berdiri di samping peti mati suaminya dengan wajah sembab seraya menyapa tamu-tamu yang datang.
Wanita cantik itu mengedarkan pandangannya mencari putra tunggalnya.
Tapi Yunho tidak terlihat di manapun.

Keybum segera memberitahu kepala pelayan untuk menggantikannya sementara ia mencari Yunho—dan tempat pertama yang ia tuju adalah kamar namja tampan itu.

CKLEK.

  “Yunho yah”

Mata sembab Keybum mengerjap mendapati punggung tegap Yunho yang sedang bersidekap di hadapan jendela kamarnya.
Yeoja paruh baya itu berjalan menghampiri putranya dan menyentuh bahu Yunho dengan pelan.

  “Turunlah ke bawah, orang-orang menanyakanmu” Ujar Keybum lirih.

Tapi Yunho bergeming.
Pria tampan itu memilih untuk merapatkan bibirnya.

  “Umma tahu hubunganmu dengan Appa tidak pernah baik, tapi ini terakhir kalinya kau melihat wajahnya”

  “Jadi karena ini untuk yang terakhir kalinya aku harus mengalah, eoh?”

Keybum terkejut.
Ia menatap Yunho yang sudah mengeraskan rahangnya.
Air matanya kembali menetes jatuh—memandang tidak percaya wajah dingin putra tunggalnya.

  “Yunho ah” Bisik Keybum lirih.

  “Ia selalu menjauhkanku dari hal yang kusuka, jadi biarkan ia pergi dengan kesendiriannya” Ujar Yunho mengalihkan pandangannya.

  “Yunho, tolong Umma, kali ini saja..Tuan Go akan datang sebentar lagi bersama putrinya—” Keybum tersentak kaget, ucapannya terhenti saat Yunho menepis tangannya.

  “Jung Jinki sialan itu sudah membuatku menderita selama ini! Jangan pernah berharap kalau aku akan mematuhi perjodohan yang telah diaturnya! Dia sudah mati! Apa yang dia tinggalkan maka akan tertinggal!” Teriak Yunho dengan wajahnya yang memerah.

Jung Keybum terduduk lemas di atas lantai.
Wanita itu menangis tersedu-sedu karena teriakan putra kesayangannya.
Yunho mengusap wajahnya frustasi dan menghela nafas panjang.
Kemudian ia berlutut dan memeluk Ummanya.

  “Mianhae Umma” Ujar Yunho pelan.

  “Tolong Umma Yunho yah..Hiks..Ini berat sekali, Umma tidak sanggup..Tolong jangan membuat Umma semakin sedih” Isak Keybum lemah.

  “Mianhae”

Yunho melepaskan pelukannya ketika ibunya mendorong dirinya menjauh.
Wanita cantik itu mengusap wajahnya yang memerah dan menarik nafas panjang.
Lalu ia terdiam untuk beberapa saat hingga membuat Yunho menatapnya khawatir.
Baru saja namja tampan itu akan menyentuh Ummanya, namun Keybum sudah lebih dulu mengangkat wajahnya dan menatap langsung sepasang mata musang yang tajam itu.

  “Umma mendengar pembicaraanmu dengan Siwon setelah Appamu pergi” Bisik wanita cantik itu lirih.

Yunho terdiam.

  “Beritahu Umma kalau kau tidak akan pergi dan meninggalkan Umma sendiri di sini, Yunho ah, janji pada Umma kalau kau tidak akan kembali ke Seoul sendirian”

  “Umma bisa ikut denganku ke Seoul, kita bisa memulai hidup yang baru di sana”

  “Tidak bisakah kita tinggal di sini saja? Umma tidak mau pergi meninggalkan rumah ini”

  “Umma—”

  “Umma mohon, Yunho ah, jangan tinggalkan Umma sendirian di sini, Appamu sudah pergi, kita sudah bertahun-tahun tinggal di sini, Umma tidak akan sanggup untuk memulainya dari awal lagi di Seoul”

Namja tampan itu menelan suaranya.
Ia menatap lurus mata sembab ibunya.
Giginya bergemertak dalam diam.
Yunho ingin membantah—ia ingin berteriak kesal pada yeoja cantik itu.

Tapi ia tidak bisa.

Ibunya sedang dalam keadaan yang kacau.
Kepergian Jinki yang mendadak telah membuat Keybum menjadi lemah.
Wanita itu tidak akan mengerti akan kerinduannya yang membuncah terhadap Kim Jaejoong saat ini.
Dahi Yunho mengernyit—merasakan dadanya yang berdenyut sakit hanya dengan mengingat kekasih cantiknya.

Mungkin untuk saat ini ia harus mengalah.
Sudah cukup dengan Jung Jinki yang menolak kekasih hatinya.
Jangan sampai Keybum melakukan hal yang sama.
Namja tampan itu mengulurkan tangannya memeluk Keybum.

Ia menghela nafas berat.

  “Arasseo, aku akan menemani Umma sampai Umma bisa menerima kepergian Appa”


-------


  “Selamat siang!”

Namja cantik itu menoleh ke arah pintu masuk cafe dan melambaikan tangannya.
Menyapa Changmin dan Junsu yang memilih kursi yang sedang dirapikan oleh Jaejoong.

  “Cepat sekali, apa kalian membolos?” Tanya namja cantik itu menaikkan alisnya.

  “Para guru mengadakan rapat akhir tahun, jadi jam pulang dipercepat” Ujar Changmin seraya melepaskan tasnya.

  “Joongie, aku ingin sandwich” Ucap Junsu memotong pembicaraan.

Namja cantik itu mengangguk.
Ia segera berjalan menuju etalase roti dan mengambil apa yang Junsu inginkan dari dalam sana.

  “Donghae Hyung, cafenya sedang sepi, tidak apa kan kalau Jaejoong duduk sebentar?” Seru Changmin menatap Donghae yang sedang menghitung uang di meja kasir.

  “Ne, gwenchana” Sahut namja ikan itu tanpa menoleh.

Changmin berseru senang dan segera menyuruh Jaejoong untuk duduk di kursi yang masih kosong.

  “Kau pesan apa, Changmin ah?” Tanya namja cantik itu tersenyum.

Namja berwajah kekanakan itu mengepalkan tangannya tanpa sadar—sementara Junsu sudah mengalihkan pandangannya keluar jendela.

  “Nanti saja, kau harus istirahat karena si pelit Donghae itu tidak membuka lowongan lain untuk karyawan baru” Ujar Changmin memaksakan bibirnya untuk balas tersenyum.

  “Ya! Aku dengar itu, Shim Changmin!” Teriak Donghae melotot.

Changmin menjulurkan lidahnya.
Kemudian ia kembali beralih menatap wajah Jaejoong yang tampak tirus.
Ia menghela nafas dan menyentuh pipi namja cantik itu dengan lembut.

  “Kau semakin kurus, tidak makan dengan baik, kan?” Ucap Changmin menaikkan alisnya.

  “Tapi aku baik-baik saja, bukankah itu yang terpenting?” Balas Jaejoong balik bertanya—masih dengan senyum manisnya.

  “Uhm..Ya, itu yang terpenting”

  “Changmin ah, Junsu, gwenchana? Kalian terlihat aneh hari ini”

Namja imut itu tersedak.
Ia mengelap mulutnya dengan tissue dan melirik Changmin yang membeku di kursinya.

  “Oh ya? Aneh bagaimana?” Changmin memutuskan untuk membuka suara dengan kaku.

Jaejoong mengetuk-ketukkan jarinya di atas meja.
Melirik Junsu yang sudah menggigit bibir bawahnya ragu.

  “Sebenarnya aku ingin memberitahumu, tapi Changmin bilang sebaiknya aku menutup mulut” Ujar Junsu pelan.
 
  “Aish” Dengung Changmin melotot kepada namja imut itu.

Ck.
Namja berwajah kekanakan itu bersidekap kesal menatap Junsu.
Ini yang paling ia benci dari namja imut itu sejak awal mereka berkenalan.
Sikap jujur Junsu yang tidak pernah mengenal tempat dan waktu.
Padahal ia sudah berkali-kali memberitahu Junsu kalau apa yang mereka ketahui semalam itu adalah rahasia.

  “Memangnya ada apa?” Tanya Jaejoong penasaran.

Junsu menghela nafas dan mengambil satu gigitan lagi pada roti isinya.

  “Kau janji akan baik-baik saja setelah mendengarnya?” Balas Junsu balik bertanya.

Jaejoong mengangguk.
Ia terlihat tidak sabar.

Apakah ini tentang Yunho?
Apakah namja tampan itu akhirnya memberi kabar?
Apakah—

  “Ayahnya Yunho sudah tidak ada lagi, Joongie. Jung Jinki pergi kemarin malam”

DEG.

Mata besar Jaejoong membulat sempurna.
Bibir ranumnya terbuka tidak percaya.
Dalam sekejap tulang punggungnya terasa dingin hingga rasanya ia bisa menggigil.
Namja cantik itu refleks mencondongkan tubuhnya dan mencengkram tangan Junsu dengan erat.

  “Je-jeongmall?! Jeongmallyo?!” Seru namja cantik itu histeris.

Junsu mengangguk kaku—sementara Changmin sudah bersiaga terhadap Jaejoong jika namja cantik itu melakukan sesuatu yang berbahaya.

  “Lalu—bagaimana dengan—Yu-Yunho?” Bisik Jaejoong lirih.

Mata besarnya mengerjap cepat dengan bibir yang membentuk senyuman penuh.
Senyuman yang selalu menyimpan duka.

  “Apakah ia akan kembali? Apakah ia akan pulang? Beritahu aku Junsu!” Pekik Jaejoong menggoyangkan bahu Junsu tidak sabar.

Namja imut itu menelan salivanya.
Memandang sedih wajah cantik Jaejoong.
Mata sipit Junsu menangkap Changmin yang menggeleng serta membisikkan kata jangan di bibir tipisnya.
Tapi Junsu memang tidak pernah bisa berbohong.

Jadi namja imut itu hanya bisa menelan rotinya dan menyentuh bahu Jaejoong dengan lembut dan meremasnya pelan.

  “Maafkan aku, Joongie..Tapi tidak ada kabar sama sekali mengenai hal itu..Tidak ada yang membicarakan tentang Yunho ataupun kepulangannya ke Seoul” Gumam Junsu lirih.

Pundak Jaejoong terasa lemas.
Dalam sekejap ia menarik kembali tangannya dan menggenggamnya erat.
Wajahnya terlihat pucat.
Mata besarnya bergerak-gerak tidak pasti menatap meja.

  “Hyung! Aku akan meminta pelayanku untuk menggantikan pekerjaan Jaejoong hari ini, gwenchana?” Teriak Changmin berdiri dari duduknya.

  “Eoh? Dia shift ramen lagi, ya? Cepat sekali hari ini. Apa boleh buat, hari ini saja ya!” Seru Donghae dari meja kasir.

Namja berwajah kekanakan itu menghela nafas pendek.
Ia segera beralih menatap Jaejoong yang terlihat kacau.

  “Joongie, kau mau pulang? Junsu temani, ya?” Ujar Changmin khawatir.

Junsu segera meletakkan sisa roti isinya di atas piring dan bersiap untuk mengambil uangnya ketika mendengar ucapan Changmin.
Tapi Jaejoong sudah lebih dulu memperlihatkan telapak tangan kanannya kepada namja berwajah kekanakan itu dan tersenyum.

  “Gomawo Changmin ah, tapi tidak apa, aku pulang sendiri saja” Ujarnya lembut.

DEG.

Changmin dan Junsu tertegun.
 
  “Jeongmall? Kau tidak akan melakukan hal-hal yang akan membuatku menangis lagi kan, Jaejoongie?” Ujar Junsu mengerutkan dahinya.

  “Hal seperti apa eoh? Tenang saja, aku hanya berjalan-jalan sebentar” Ujar namja cantik itu tertawa.

Changmin mengerutkan dahinya.
Kemudian ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan memberikannya kepada Jaejoong.

  “Bawa ini bersamamu, hubungi Junsu kalau kau membutuhkan kami berdua” Ujarnya tegas.

Jaejoong mengangguk.
Ia menyimpan ponsel milik Changmin ke dalam saku celananya dan segera beranjak menuju ruang ganti untuk mengambil jaketnya.
Lalu ia beralih meninggalkan cafe meninggalkan Changmin dan Junsu bersama Donghae di sana.

  “Kenapa kau melakukan itu? Bukankah lebih baik kalau kita pergi bersamanya?” Tanya Junsu bingung.

  “Untuk saat ini ia butuh waktu sendiri, Junsu. Aku percaya padanya, begitupun seharusnya dirimu” Balas Changmin menghela nafas panjang.

Junsu terdiam, merapatkan bibirnya dengan mata yang masih memandangi jendela cafe.
.
.
.
Kaki jenjang itu berhenti tepat di hadapan sebuah pintu platinum yang tertutup rapat.
Lama ia berdiri diam di sana—sampai kemudian namja cantik itu memutuskan untuk duduk bersandar di dinding dan menatap dalam diam pintu platinum tersebut.
Setahun sudah ia menghindari tempat ini.
Setahun pula ia menolak untuk menjelajahi isi pintu itu.
Setahun—dan itu bukan waktu yang pendek, apabila kau menunggu seseorang.

Jaejoong memeluk kedua kakinya dengan erat dan menyandarkan dagunya di atas lutut.
Mengerjapkan mata besarnya yang sudah kaca-kaca.
Jung Jinki sudah pergi.
Jung Jinki yang melarangnya berhubungan dengan Yunho.
Jung Jinki yang membuatnya berpisah dengan Yunho.

Bukankah itu artinya Yunho sudah bebas sekarang?

Pria itu sudah bisa kembali untuk menjemput dirinya—seperti janji yang tertulis di kertas waktu itu.
Jaejoong mengangguk.
Ya, namja tampan itu akan kembali untuknya.
Jadi ia harus kembali menunggu di sini karena Yunho tidak tahu kalau ia sudah pindah.

Bibir Jaejoong membentuk sebuah senyuman manis.
Tidak mengacuhkan air matanya yang sudah mengalir jatuh membasahi pipi tirusnya.
Berusaha meyakinkan hatinya yang telah retak di sana-sini untuk kembali percaya.

Bahwa Jung Yunho akan kembali kepadanya.
Lalu mereka akan kembali hidup bersama lagi seperti dulu.
Berdua saja.
Hanya berdua.

TBC :D

7 komentar:

  1. Akhirnya si tua jinki mninggal jga,,yunhoo cpat lach kmbali,sblum jj bunuh diri lgi..

    BalasHapus
  2. Akhirnya si tua jinki mninggal jga,,yunhoo cpat lach kmbali,sblum jj bunuh diri lgi..

    BalasHapus
  3. Wah. Ceritanya daebbak.
    Kayaknya appa gak bakal pulang k korea. Bikin umma kecewa. Berharap ada yg suka umma dan menjaga umma. Biar ntar pas appa balik. Jd gregetan
    Semoga semoga

    BalasHapus
  4. Kpn lanjut eonni. Gak sabar

    BalasHapus
  5. Padahal, bawa aja jaejoong k London, mulai dari awal disana. :(

    BalasHapus
  6. Padahal, bawa aja jaejoong k London, mulai dari awal disana. :(

    BalasHapus