This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Jumat, 05 Agustus 2016

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/SLIPPIN AWAY/PART 7



I dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve gotten over me boy

Cause lately I realized without you
I can’t live another day

  “Karena orang yang paling banyak tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”

PART 7.

Namja cantik itu sedang berbaring di atas tubuh Yunho saat ini.
Mereka baru saja menyelesaikan kegiatan melampiaskan rindu yang memakan waktu hingga setengah hari.
Jaejoong merasakan tubuhnya remuk—tapi itu pantas.
Sementara Yunho masih mengatur nafasnya yang menderu tidak teratur seraya mengusap kepala Jaejoong yang bersandar di dadanya.

Rasanya seperti mimpi.
Mimpi indah yang tak pernah usai.

  “Apa kau tahu kalau aku menunggumu?” Bisik Jaejoong dengan suaranya yang serak dan hampir parau.

  “Dan apakah kau tahu bahwa aku hampir gila karena begitu merindukanmu?” Balas Yunho lembut.

Jaejoong mengerjapkan mata bulatnya yang sudah kembali terasa panas dan basah.
Ia semakin mempererat pelukannya di tubuh telanjang Yunho seolah tidak ingin kehilangan lagi.

  “Kenapa kau baru menemuiku sekarang?”

  “Kau pasti tidak akan percaya. Dua tahun aku mencarimu tapi tidak satupun Kim Jaejoong yang kutemukan. Aku akan memberikan Kim Junsu hadiah untuk ini”

  “Eoh? Junsu?”


  “Ya, kemarin sore aku mendapatkan telepon dari Junsu—yang entah bagaimana mendapatkan nomor ponselku. Dan dia memberitahuku di mana aku bisa menemukan dirimu dan bercinta denganmu habis-habisan”

  “Junchan tidak mungkin berkata seperti itu”

  “Memang, aku mengarang bagian akhirnya”

Uh—Jaejoong tidak bisa menahan senyum bahagianya mendengar hal tersebut.

  “Aku tidak tahu kalau itu Junchan, awalnya aku berpikir kalau ini semua karena Changmin”

  “Mwo? Changmin? Shim Changmin?”

  “Ya, setelah kepergianmu aku hanya punya mereka di dunia ini. Changmin dan Junsu selalu membantuku dan berdiri di sampingku setiap kali aku sedih”

Shim Changmin, eh?

Namja tampan itu menaikkan alis mendengarnya.

  “Apa yang kau pikirkan?” Bisik Jaejoong seraya membalikkan tubuhnya hingga kini ia bertelungkup di atas Yunho.

  “Banyak hal” Balas Yunho menunduk—membelai lembut pelipis basah Jaejoong.

  “Apakah hal itu berkaitan denganku atau tidak?”

Namja cantik itu terkejut saat Yunho mendadak bangkit seraya menarik serta dirinya.
Mata bulat Jaejoong menatap bingung Yunho yang kini duduk di hadapannya.
Menerka-nerka apa yang hendak namja tampan itu sampaikan kepadanya.

  “BooJae, aku minta maaf” Ujar Yunho menatap dalam mata bulat yang selalu dipujanya itu.

  “Ani—Aniyo, jangan katakan itu! Jangan lakukan hal ini!” Seru Jaejoong kaget dan dengan cepat mencengkram tangan Yunho.

  “Tidak, kau harus mendengarkanku sampai aku selesai”

  “Yun—”

Ucapan Jaejoong terhenti saat jemari Yunho menangkup pipinya.
Perlahan namja tampan itu mendekatkan wajah mereka dan menyatukan dahinya dengan dahi Jaejoong.
Memejamkan mata musangnya seraya menghembuskan nafas berat.

  “Aku telah membuatmu begitu menderita” Bisik Yunho parau.

  “Ani—Yunnie anitji!” Seru Jaejoong bergetar.

Ia tahu Yunho salah karena terlalu lama untuk pergi dari sisinya.
Tapi tetap saja ia tidak bisa melihat pria yang selama ini tampak kuat di hadapannya menjadi lemah seperti ini.
Jaejoong tidak sanggup—karena Yunho terlalu berharga untuknya.

  “Aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi, aku berjanji kalau kau tidak akan pernah lagi menderita karenaku”

  “Tidak, jangan berjanji”

  “Kim Jaejoong, maukah kau kembali hidup bersamaku?”

Mata besar Jaejoong mengerjap cepat dengan air mata yang menetes jatuh membasahi pipinya.
Ia menggigit bibirnya menahan getar.

  “Maukah kau menikah denganku?”

DEG.

  “A—apa?”

Yunho menjauhkan wajah mereka—menatap mata basah Jaejoong dengan seluruh cinta yang ia punya.

  “Menikah, sayang, menikah denganku” Ujar Yunho tersenyum.

Pupil gelap Jaejoong bergerak-gerak tidak yakin balas memandang wajah Yunho.
Bibir merahnya bergetar—ingin bersuara namun tak bisa.
Yunho yang melihat hal tersebut pun mengusap rambut Jaejoong yang terasa basah karena keringat.
Menunggu dengan sabar apa yang ingin diucapkan oleh Jaejoong kepada dirinya.

  “Yu-Yunnie..Aku—”

  “Ya, BooJae, ya?”

  “Aku tidak bisa menikah denganmu—”

  “Apa?”

Mata musang Yunho membesar sempurna.
Menatap bingung namja cantik itu.
Sementara Jaejoong sudah beringsut mundur hingga punggung telanjangnya membentur kepala ranjang.
Ia merengut ketakutan.

  “Aku tidak ingin menikah denganmu..Lalu..Lalu kau akan pergi meninggalkanku seorang diri..Andwae!” Seru Jaejoong menggeleng.

  “Hei, tidak ada yang akan meninggalkan di sini, aku akan selalu berada di sisimu, Jae” Ujar Yunho cepat—mencondongkan tubuhnya mendekati kekasih hatinya.

Hatinya seakan tercubit memandang namja cantiknya yang kini terisak-isak seraya merenggut selimut putih yang menutupi pinggangnya.

  “Aku tidak mau Yunnie..Hiks..Tidak mau merasakan sakit lagi, tidak mau sendirian lagi..Hiks..Aku takut..” Isak Jaejoong

  “Ssh..Sini Boo..Sini” Desis Yunho seraya mengambil Jaejoong ke dalam pelukannya.

Membiarkan air mata namja cantik itu membasahi dada bidangnya.
Sementara tangannya sudah mengusap-usap punggung telanjang kekasihnya dengan penuh sayang.
Mengecup puncak kepala pria cantik itu sesekali.

  “Tenang Jaejoongie, hentikan tangismu”

  “Ottokhe Yunnie yah..Ottokhe.. Hiks..”

  “Baiklah, kita sudahi saja pembicaraan ini oke? Ayo kembali tidur”

Jaejoong terbatuk di sela tangisnya saat Yunho membawanya untuk berbaring seperti semula.
Namja cantik itu mengusap air matanya dan menenggelamkan wajahnya di leher Yunho.
Tangisnya mulai mereda—mengundang kuap yang melelapkan dirinya.
Meninggalkan Yunho yang masih terjaga memeluk dirinya.

Menatap langit-langit kamar sempit itu dengan dahi yang mengernyit dalam.

Kim Junsu harus membuka mulutnya setelah ini.
Jaejoongnya jelas-jelas bermasalah.


-------


Changmin menelan salivanya.
Sial, tidak seharusnya ia merasa takut.
Tapi jantungnya tidak bisa berkhianat ketika ibu tirinya mengatakan bahwa ayahnya sedang menerima tamu yang spesial di ruang kerjanya.
Dari sekian banyak pengusaha kenapa harus Jung Yunho yang menjadi rekan bisnis ayahnya?
Apakah ini hanya kebetulan atau Yunho sengaja mendekati keluarganya?

Namja berwajah kekanakan itu bahkan merasakan tangannya basah saat asisten ayahnya mengatakan bahwa tuan besar meminta dirinya untuk masuk ke dalam dan menyapa Yunho.
Untung saja ia bisa menguasai dirinya agar ia terlihat biasa saja saat bertemu dengan mata musang yang tajam itu.

  “Changmin, Yunho memberitahuku kalau kalian satu sekolah dulu” Ujar tuan Shim tersenyum kepada putranya.

  “Tapi kami tidak sedekat yang kau pikirkan, tuan Shim. Changmin lebih dekat dengan ayahku” Ujar Yunho mengangkat gelas wine-nya.

DEG.

Mata bambi Changmin membulat sempurna.
Namja berwajah kekanakan itu menatap Yunho yang menyeringai kepadanya.
Changmin menyumpah di dalam hati, tangannya semakin berkeringat.
Jung Yunho sialan! Brengsek! Bagaimana bisa ia tahu?! Seru Changmin dalam hatinya.

  “Oh ya? Kenapa aku tidak tahu?” Gumam tuan Shim menatap putranya.

  “Hanya masalah kecil, Appa. Lagipula tidak baik membicarakan orang yang sudah tidak ada lagi di dunia ini” Balas Changmin dengan giginya yang rapat.

Ia gelisah—sungguh.
Changmin sama sekali tidak bisa menebak apa yang sedang pria Jung itu pikirkan saat ini.
Apakah ia akan mati setelah pertemuan ini selesai?
Ia cukup mengenal watak tuan muda Jung itu sejak dulu.

Namja berwajah kekanakan itu kembali menatap ayahnya.
Ia membungkuk.

  “Appa, bisakah aku kembali ke kamar? Masih ada tugas yang harus kuselesaikan”

  “Tugasmu bisa menunggu, Changmin. Aku ingin kau menemani Yunho sejenak karena aku harus menemui tamu lain yang baru saja tiba”

  “Appa—”

  “Ini perintah, Shim Changmin”

Cih.
Namja berwajah kekanakan itu mengepalkan tangannya tanpa sadar.
Ia menggertakkan gigi dalam diam menatap ayahnya yang sudah menghilang di balik pintu ruangan tersebut.
Meninggalkan dirinya bersama seseorang yang paling tidak ingin ia temui lagi seumur hidupnya.

Yunho menyeringai memperhatikan Changmin yang tampak gugup.
Ia menggoyangkan gelas wine-nya dan menyesapnya pelan.
Menatap tajam putra sulung tuan Shim yang sudah kembali duduk di kursinya.
Kemudian ia meletakkan gelas kacanya dan menyilangkan kakinya memulai pembicaraan.

  “Shim Changmin” Panggilnya.

  “Apa?” Sahut Changmin cepat—ia tidak ingin berlama-lama dengan pria berbahaya ini.

  “Aku ingin bertanya padamu, aku sungguh penasaran”

  “Tanya apa? Jangan berbasa-basi!”

  “Mengapa kau mengirimkan email untuk ayahku?”

DEG.

Mata bambi Changmin membesar dalam sekejap, namun ia dengan cepat segera menguasai dirinya.

  “Karena suatu hal, dan itu cukup aku saja yang tahu” Ujar Changmin menelan salivanya.

  “Oh ya? Dengarkan aku, bocah, aku memintamu untuk jujur dan ini kali terakhir aku bertanya. Mengapa kau mengirimkan email untuk ayahku?” Gertak Yunho tidak sabar.

Changmin terdiam.
Keringat dingin sudah membasahi punggungnya.
Ia mengalihkan pandangannya kepada gelas kaca Yunho yang tergeletak di atas meja.
Namja berwajah kekanakan itu menimbang-nimbang keputusannya untuk menjawab dengan jujur atau tidak.

Yunho sudah mengetuk-ketukkan jemarinya di atas lututnya menunggu.
Menatap tajam setiap hal yang diperbuat oleh Changmin.

  “Jika aku menjawab dengan jujur, apa yang akan kau lakukan kepadaku?” Tanya Changmin hati-hati.

  “Tergantung dari jawabanmu” Balas Yunho melebarkan seringainya.

  “Kalau begitu silahkan mencari jawabannya sendiri”

  “Berani sekali—”

  “Dengar, Jung Yunho-ssi, apa yang terjadi di masa lalu, aku minta maaf kepadamu. Aku hanyalah seorang remaja yang menyukai tantangan waktu itu. Tapi sekarang aku telah dewasa dan aku sadar bahwa perbuatanku di masa lalu itu tidak benar. Maka dari itu aku mengirimkan email kepada ayahmu”

  “Kau membunuhnya, kau tahu?”

Changmin terdiam.
Ia mengepalkan tangannya dan menarik seringai tipis di bibirnya.

  “Tapi kupikir kau sama sekali tidak keberatan dengan hal itu”

Yunho berdecih.

  “Aku tetap ingin tahu, Shim Changmin. Apa yang kau lakukan di masa lalu bersama ayahku sampai kau bisa mendapatkan rekamanku yang sedang bercinta dengan Jaejoong di sekolah!” Gertaknya marah.

Namja berwajah kekanakan itu membeku.
Mata bambinya membulat sempurna.
Jantungnya mulai berdebar kencang ketakutan.
Gosh—Yunho tahu isi email itu?!
Bagaimana bisa?! Bukankah ia sudah mengobrak-abrik sistem email tersebut agar hanya dapat terbuka sekali saja?!

  “Ayahmu membayarku untuk mengawasi kalian berdua” Gumam Changmin bergetar.

Sial.
Ia sudah tertangkap basah—tidak mungkin lagi untuk melarikan diri.
Changmin siap untuk mati setelah ini.

  “Sudah kuduga” Desis Yunho berbahaya.

Tidak ada lagi seringai apapun di wajah tampan itu.
Hanya mata musangnya yang berkilat-kilat penuh amarah.
Menatap pria yang kini menundukkan wajah di hadapannya.
Jadi semuanya karena namja sialan ini—karena pria ini ia harus tersiksa selama bertahun-tahun dan berpisah dengan Jaejoongnya?!

  “Aku ingin sekali mencekikmu sampai kau tidak bisa lagi bernafas, Shim Changmin” Ujar Yunho menggertakkan giginya.

Changmin mencengkram lututnya tanpa sadar.
Pria itu meringis.

  “Tapi Jaejoong tidak akan menyukainya, kau cukup beruntung” Sambung Yunho dengan suaranya yang menggeram marah.

  “J—Jaejoong?” Lirih Changmin terkejut.

  “Dia memberitahuku kalau kau dan Junsu yang menemani dirinya selama aku tidak ada. Katakan kepadaku, Changmin. Kenapa kau malah membantu Jaejoongku dan apa saja yang telah terjadi kepadanya selama ini?”

  “Aku—di hari itu—kau pergi dan aku melihatnya. Aku berjaga di lobi apertemen semalaman karena perintah ayahmu, lalu di pagi harinya aku menemui Jaejoong untuk memastikan kalau ia baik baik saja—tapi ia tidak baik-baik saja”

  “Apa maksudmu?”

  “Pagi itu Jaejoong melakukan percobaan bunuh diri untuk yang pertama kalinya”

DEG.

Yunho terkejut.
Tubuhnya bergetar tidak percaya mendengar setiap ucapan yang keluar dari bibir Changmin.
Pemuda jangkung itu memberanikan diri untuk menatap mata musang Yunho.
Ia menghela nafas.

  “Aku menyesal sudah melakukan hal yang buruk—secara tidak langsung aku yang menyebabkan Jaejoong sampai seperti itu. Jadi aku memutuskan untuk memperbaiki kesalahanku padanya”

  “Lalu? Bagaimana cara kau melakukannya huh?”

  “Aku menjaganya sebisaku dan aku selalu berusaha menyadarkannya bahwa ia tidak sendirian. Tapi Jaejoong tidak pernah mau menerima bantuan materi dariku, jadi aku hanya bisa memberikannya pekerjaan melalui temanku”

  “Lalu Junsu?”

  “Junsu akan menjaga Jaejoong di saat aku tidak bisa berada di sana. Kami harus selalu memastikan Jaejoong baik-baik saja, karena—karena Yunho-ssi, kau harus tahu bahwa ketika kau pergi meninggalkan Jaejoong dan di pagi hari aku menemukannya berdarah—itu adalah awal mula dari segalanya”

Yunho mengernyitkan dahinya.
Tapi Changmin tetap berusaha menyampaikan apa yang ia ingin katakan dengan sangat berhati-hati.

  “Tidak hanya sekali—tapi lima kali sudah Jaejoong melakukan percobaan bunuh diri selama kau tidak ada. Dokter mengatakan kalau ia memiliki trauma dan stres akan masa lampau, kepergianmu saat itu membawa dampak yang besar bagi Jaejoong”

Namja berwajah kekanakan itu menatap Yunho yang masih merapatkan bibirnya.
Ia bisa melihat namja tampan itu mengepalkan jemarinya dan nafas yang menderu berat.
Ia pasti sangat terkejut mendengar hal ini.

  “Ia butuh terapi, Yunho-ssi” Gumam namja berwajah kekanakan itu pelan.

BRAKK!

Changmin terkejut saat Yunho mendadak bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan tanpa sepatah katapun.

Pria jangkung itu berdiri dari duduknya dan memandang pintu dalam diam.

Semoga Yunho benar-benar serius tentang hal untuk tidak membunuhnya setelah ini.


-------


BRAKK!

Kim Jaejoong terkejut saat pintu rumahnya dibanting dengan kasar oleh Yunho.
Namja cantik itu beranjak dari baringnya dan bersiku menatap sosok pria yang telah kembali padanya sedang berdiri di hadapannya saat ini.
Ia menaikkan alisnya dan tersenyum kepada namja tampan itu.

  “Ada apa Yunnie?” Tanya Jaejoong lembut.

Yunho terkesiap—dadanya sesak saat ia balas memandang wajah cantik itu.
Perlahan namja tampan itu melangkahkan kakinya hingga kini ia berdiri di depan kekasihnya.
Mengulurkan tangannya menangkup wajah Jaejoong yang menatapnya bingung.

  “Yu-Yunnie? Mengapa kau menangis? A-Ada apa?” Seru Jaejoong bergetar.

  “Maafkan aku BooJae..Maafkan aku yang telah membuatmu tersenyum seperti ini..” Bisik Yunho memeluk Jaejoongnya.

  “Yunnie?”

Yunho melepaskan pelukannya, kemudian ia menunduk—memandang pergelangan tangan Jaejoong yang terdapat goresan kering di sana.
Air matanya semakin jatuh—ia betul-betul tidak berguna sebagai seseorang yang mencintai prianya.

  “Yunnie kumohon..Jangan seperti ini..Hiks”

Air mata Jaejoong merembes membasahi pipinya melihat Yunhonya dalam keadaan yang seperti ini.
Hatinya terasa sangat sakit, ia segera mengulurkan tangannya mengusapi air mata Yunho.

  “Aku mencintaimu Jaejoongie, seperti apapun dirimu dan keadaanmu, cintaku tidak akan pernah berubah” Lirih Yunho memandangi wajah sembab Jaejoong yang sibuk menyeka air matanya.

Namja cantik itu menggigit bibir bawahnya yang merah.
Ia mengangguk.
Yunho segera merengkuh Jaejoong dan membawa pria cantik itu masuk ke dalam pelukannya.
Mengecup pelipisnya berkali-kali.

  “Mulai besok kau tinggal bersamaku, Boo” Ujar Yunho posesif.

  “Yunnie” Sergah Jaejoong tidak senang.

  No, jangan membantahku, sayang. Ini bukan penawaran, ini perintah”

  “Aku tidak mau kembali ke apertemen itu”

  “Tidak akan ada yang kembali ke sana, aku sudah membeli rumah untuk kita berdua”

Mata besar Jaejoong mengerjap tidak percaya.
Ia mendongak menatap Yunho.

  “Sungguh?”

  “Ya, tentu saja aku serius”

  “Tapi aku tidak mau tinggal di sana..”

  “Kenapa? Kau belum melihat rumahnya—”

  “Aku tidak mau tinggal sendirian di sana..Kau akan sibuk di kantor..Lalu tidak butuh waktu lama untuk kau pergi meninggalkanku dan—dan—”

Bibir ranum itu mengatup rapat saat Yunho menutupnya dengan tangan pria tampan itu.
Mata musang Yunho memandang Jaejoong dengan penuh emosi yang bergejolak.
Lalu Jaejoong menunduk dan memutuskan untuk diam di dalam pelukan Yunho.
Namja tampan itu menghela nafas panjang.

Ia melepaskan tangannya dari mulut kekasihnya dan mempererat pelukannya.

  “Aku mencintaimu, Jaejoongie” Bisik Yunho lembut.

  “Un” Gumam Jaejoong tidak jelas.


-------


Namja cantik itu mengerjapkan mata bulatnya sebelum kedua matanya terbuka lebar dengan sempurna.
Ia mendesah menyadari dirinya berada dalam pelukan Yunho yang masih terlelap.
Jaejoong menengadah—memperhatikan gurat lelah yang terdapat di paras tampan kekasihnya.
Perlahan pria cantik itu mengulurkan telunjuknya, menelusuri setiap detail wajah Yunho dengan lembut.

Dahi Yunho mengernyit merasa geli, namja tampan itu segera membuka kedua mata musangnya mencari pengganggu tidur pulasnya pagi ini.
Dan apa yang dilihat olehnya sungguh membuat dadanya terasa hangat.
Pemandangan wajah cantik Jaejoong yang menatapnya dengan penuh kekaguman mengisi paginya hari ini.

  “Apa yang kau lakukan, BooJae?” Bisik Yunho serak.

  “Membangunkanmu” Balas Jaejoong tersenyum.

Yunho mengusap pipi kekasihnya ketika ia melihat senyum yang menyakitkan itu lagi.
Namja tampan itu beranjak sedikit dari baringnya dan mencondongkan tubuhnya kepada Jaejoong—mencubit pipi yang ia sentuh dengan gemas.

  “Ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk menebus waktu yang hilang. Salah satunya adalah memperbaiki ini” Ujar Yunho tersenyum.

Jaejoong mengerutkan dahinya.
Ia menyentuh tangan Yunho dan menjauhkan tangan tersebut dari pipinya.

  “Kau ingin memperbaiki wajahku? Apa aku terlihat sangat jelek sampai kau ingin aku untuk operasi plastik?” Seru Jaejoong kaget bercampur bingung.

Eoh?

Yunho tertawa lepas mendengar ucapan kekasihnya.
Ia tertawa begitu lantang sampai Jaejoong beranjak duduk dari baringnya dan menatap marah namja tampan itu.

  “Jung Yunho hentikan tawamu karena tidak ada yang lucu di sini!” Ujar Jaejoong kesal.

Namja tampan itu meringis.
Menatap Jaejoong yang merengut kepadanya.
Yunho segera bangkit dan duduk berhadapan dengan pria yang selalu dipujanya seumur hidup itu.
Lelaki tampan itu menangkup wajah merengut Jaejoong dengan kedua telapak tangannya dan tersenyum lembut.

  “Bukan wajahmu, sayang, kau sempurna. Kau tahu itu kan?”

  “M-mwoya?”

  “Yang ingin kuperbaiki adalah senyumanmu, Jaejoongie”

  “Se—Se—?”

  “Kau telah melupakan caranya tersenyum, Kim-Jung-Jaejoong. Tidak ada lagi kebahagiaan dalam setiap senyumanmu”

DEG.

Jaejoong tertegun.
Namja cantik itu merasakan dadanya sesak mendengar ucapan Yunho.
Begitu sesak hingga kedua mata bulatnya terasa panas.
Nafas Jaejoong tersengal saat air matanya menetes jatuh membasahi pipinya.

  “Y—Yunnie..” Lirih Jaejoong parau.

Yunho mengangguk menanggapi panggilan lirih Jaejoong.
Ia tersenyum tipis melihat namja cantik itu menggenggam tangannya erat.
Perlahan namja tampan itu menunduk—mencium setiap sudut wajah Jaejoong dengan penuh cinta.

  “Keluarkan, sayang, menangislah sepuasmu. Menangis sampai tidak ada lagi air mata dalam senyumanmu” Ujar Yunho selembut mungkin.

Tangis Jaejoong pecah.
Namja cantik itu menundukkan wajahnya dan meraung sekuat yang ia bisa.
Yunho segera menarik pria cantik itu masuk ke dalam pelukannya—membiarkan dada telanjangnya basah karena air mata kekasihnya.
Ia merasa sedih mendengar tangisan menyakitkan yang dikeluarkan oleh Jaejoongnya.

  “Aku akan membahagiakanmu, Jaejoongie, aku berjanji” Bisik Yunho memejamkan mata musangnya.
.
.
.
  “Apakah rumahnya jauh dari sini, Yun?” Tanya namja cantik itu seraya memakai pakaiannya.

Yunho yang sedang merapikan tempat tidur milik Jaejoong menoleh, ia tersenyum dan menggeleng.
Ia menghembuskan nafas lega memandang Jaejoongnya yang akhirnya setuju untuk pindah.

  “Tapi sebelum itu kita mampir ke cafe tempatmu bekerja sebentar”
 
  “Eh? Untuk apa? Aku tidak ada shift hari ini”

  “Aku akan memberitahu Donghae kalau kau tidak akan bekerja lagi padanya”

  “Mwo? Yun—”

  “Kau dengar aku, Kim-Jung-Jaejoong, mulai sekarang satu-satunya pekerjaan yang perlu kau lakukan adalah memasakkan makanan untukku dan menungguku pulang”

Jaejoong mencebilkan bibirnya tidak senang.
Ia mengalihkan wajahnya dari mata musang Yunho.
Lagi-lagi seperti ini. Lagi-lagi pria itu yang selalu memutuskan.
Menyebalkan.

  “Kita harus mengosongkan semua pekerjaanmu karena kau harus rajin mengikuti terapi di rumah sakit dan home schooling bersama Changmin dan Junsu”

Eoh?
Namja cantik itu membesarkan mata bulatnya.
Ia refleks kembali menoleh menatap Yunho yang sudah tersenyum congkak kepadanya.

  “Ada sesuatu yang harus kita sembuhkan darimu, sayang. Dan untuk masalah guru private-mu, aku tidak bisa menemukan yang lebih pintar dari Changmin dan yang lebih baik seperti Junsu untukmu, jadi—”

Suara Yunho tercekat saat Jaejoong melompat untuk memeluknya dengan erat.
Membuat namja tampan itu tertawa saat pria cantik itu berteriak-teriak senang.
Yunho mengulurkan tangannya mengusap punggung kekasih cantiknya.
Ia tersenyum.

Semoga saja ini menjadi awal yang baik untuknya dan Jaejoong.
Mengenai Changmin—ia akan mengurusnya nanti.

Untuk saat ini yang terpenting adalah Jaejoongnya.

TBC :D

6 komentar:

  1. hoooo...suka deh. sweet banget. jadi takut kena diabetes. hahhaaahaha

    BalasHapus
  2. Aigoo jj luluh? Mungkin yunho dihukum lewat tanggungjawab nyembuhun dan bahagiain jj kali ya? Sweet tapi masih sebal kenapa yunho pergi lama. Jangan sakiti jj lagi yun.....

    BalasHapus
  3. hwwaaaaaa eotteoke??? niga joah

    BalasHapus
  4. Karya shella g pernah jelek :D
    Sbetulny ak dh nangkring di sini sjak 2011~~
    Maafkan pembaca stiamu yang slalu gagal posting komenan.. T.T

    BalasHapus
  5. Duuuhhh, terharu bgt sama yunjae momentnya. Aku penasaran, gmn klo yunho liat jaejoong pas kena panick attack. Update soon. Hwaiting.

    BalasHapus
  6. Berharap ini awal yg baik buat YunJae ya...tapi kasian Jae bahkan sampe Yunho ada disamping nya masih aja ketakutan -trauma nya gak langsung hilang u.u

    BalasHapus