I
let you down, I know it’s over.
But
why am I hearing your voice calling my name?
For
a long time, I’m so sorry.
Dont
leave me.
Call
me again.
So
when are you coming home?
Here’s
my apology.
PART
4.
Jaejoong masih bergeming.
Ia menatap lurus ponsel milik Bibi Hwang
yang tertinggal di meja makan sejak tadi.
Jemarinya bergerak gelisah mencakar
pegangan tangga berwarna cokelat itu.
Ambil, tidak? Ambil, tidak?
Namja cantik itu menggigit bibir
bawahnya erat.
Yunho sudah pergi bekerja.
Dan wanita paruh baya itu baru saja
meminta izin untuk pulang ke rumah dan merawat anaknya yang sedang sakit.
Ia terlalu panik, sampai melupakan
ponselnya.
TAP
TAP TAP.
Jaejoong melangkah.
Berdebar-debar menuju ponsel tersebut.
Mata bulatnya melirik para pelayan yang
berlalu-lalang di sekitarnya.
Berharap cemas mereka tidak sedang
memperhatikan dirinya.
Namja cantik itu mengambil serbet yang
ada di atas meja dan membawanya menuju kulkas.
Ia mengambil susunya yang tersimpan di
sana dan meneguknya.
Kemudian berjalan mendekati meja makan
tepat di samping ponsel milik Bibi Hwang tergeletak.
Jaejoong berusaha bersikap senormal
mungkin.
Ia mengelap bibirnya yang basah dengan serbet
dan menjatuhkan serbet itu di atas ponsel Bibi Hwang.
Kemudian ia kembali meminum susunya.
Lalu ia meletakkan gelas susunya di atas
meja dan mengambil serbet itu lagi, dan dengan gerakan secepat kilat ia
mengambil ponsel tersebut dengan tangan yang satunya dan memasukkannya ke dalam
kantung celana.
DEG
DEG DEG.
Demi Tuhan, ia sungguh gugup.
Jaejoong melirik para pelayan yang
sedang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
Ia tersenyum tipis.
Bagus.
Sepertinya tidak ada yang menyadari perbuatannya
barusan.
Ia segera melangkah menaiki tangga dan
berjalan cepat memasuki kamarnya.
Menutup pintu dengan hati-hati dan
menghembuskan nafas panjang.
“Maafkan aku, Bibi Hwang” Gumamnya pelan.
Jaejoong segera mengusap layar ponsel
tersebut hingga memperlihatkan foto seorang gadis cantik yang sangat mirip
dengan wanita paruh baya itu.
Pasti putri tunggalnya.
Jaejoong ingat kalau Junsu tidak
memiliki ponsel sama seperti dirinya.
Lalu Yoochun, ia tidak tahu nomor pria
itu.
Namja cantik itu memijit nomor telepon
yang sudah dihapalnya sejak lama.
Kemudian ia menempelkan benda elektronik
itu di telinganya.
“Selamat pagi, agensi The Jung’s
siap membantu anda. Dengan siapa saya berbicara?”
“Um—Selamat siang, Kim Junsu imnida. Bisa aku berbicara dengan Park
Yoochun?”
Jaejoong menggigit bibirnya erat.
Jemarinya sudah berkeringat sekarang.
“Ya, tentu saja, mohon tunggu
beberapa saat”
“Ya, terima kasih”
Please,
Yoochun.
Kau
harus ada di sana.
Harus.
“Ya? Yoochun di sini, benar ini
Junsu?”
OH!
Jaejoong segera tersenyum lebar.
“Yoochun! Ini aku! Jaejoong!”
“Apa? Yang benar?!”
“Ya, Yoochun! Ini aku! Dan aku butuh bantuanmu!”
“Oh Tuhan! Aku mengkhawatirkanmu
kau tahu? Katakan kau baik-baik saja!”
“Aku baik-baik saja, aish, kau tidak dengar ucapanku? Aku butuh
bantuanmu, Chun!”
“Bantuan apa?”
“Bantu aku melarikan diri dari sini!”
“Dari—apa? Setahuku kau sudah
tingal bersama Sajang—Oh shit! Ia tidak memperlakukanmu dengan baik, ya kan?!”
Jaejoong mengerutkan dahinya.
Mendadak bingung untuk menjawab.
Memperlakukannya dengan baik?
Ya—tentu saja—terkadang.
Dan itu selalu berhasil membuatnya lupa
diri.
“Kau masih di sana?”
“Ya! Ya, aku masih di sini!”
“Aku tentu mau menolongmu, tapi
bagaimana caranya? Akses masuknya pasti ketat sekali, dan lagi—Hey! Kau belum
tahu kalau aku akan debut dalam waktu dekat, iya kan?”
Jaejoong mendengus keras.
“Park Yoochun!” Pekiknya kesal.
“Sorry—baiklah, tunggu saja, aku
akan menolongmu secepat mungkin”
“Terima kasih, Yoochun, aku akan menunggumu”
Jaejoong memutuskan sambungan
teleponnya.
Ia menyentuh dada kirinya dan merasakan
jantungnya yang berdebar-debar kencang.
Lalu ia terduduk di pinggir ranjang.
Menghela nafas panjang.
Sudah benarkah keputusannya ini?
Sudah siapkah ia untuk pergi
meninggalkan Yunho?
Jaejoong memejamkan mata bulatnya.
Ia tidak tahu, sungguh.
Pria itu—di satu sisi ia berhasil
membuatnya ketakutan dan kesakitan sepanjang hari.
Tapi di sisi lainnya ia bisa membuat
Jaejoong merona segar seharian.
Namja tampan itu memujanya—sekaligus
menyakitinya.
Jaejoong tidak akan pernah lupa dengan
hinaan yang diucapkan Yunho kepadanya waktu itu.
Bahwa ia tidak pantas untuk berdiri di
depan kamera.
Bohong! Itu bohong!
Namja cantik itu membuka daftar
panggilan dari ponsel Bibi Hwang dan segera menghapus nomor telepon agensinya.
Kemudian ia membuka pintu kamar dan
meletakkan ponsel tersebut di dekat vas bunga.
Para pelayan akan menemukan benda itu
untuk Bibi Hwang.
.
.
.
“Aku pulang”
Yunho membuka pintu kamar dan mendapati
Jaejoong yang tertidur dengan boneka beruang raksasanya.
Boneka yang dulu pernah dibelikan
olehnya.
Namja tampan itu melepas jas armaninya
dan mendudukkan dirinya di samping namja cantik itu.
Mengulurkan jemarinya mengusapi pipi
lembut itu.
Mata bulat itu terbuka, dan pemiliknya
refleks tersentak kaget dan beringsut mundur ke belakang.
Jaejoong mencengkram erat boneka
kesayangannya.
Menatap Yunho yang memperhatikan
gerak-geriknya dengan hati-hati.
“Neo wasseo?” Gumam Jaejoong lirih.
Yunho menaikkan alisnya.
“Ada apa denganmu hm? Kau terlihat ketakutan” Ujarnya dengan mata musang
yang berkilat-kilat.
Jaejoong menelan salivanya.
“A-ani” Sahut Jaejoong mengangkat wajahnya.
Membuat Yunho tersenyum tipis mendengar getaran
yang kentara sekali pada suaranya.
“Kau sudah makan?” Tanya Yunho mengalihkan pembicaraan.
“Sudah” Sahut Jaejoong cepat.
“Bagus”
Pria arogan itu membuka kemejanya dan
menaruhnya di dalam keranjang pakaian kotor.
Kemudian ia memasuki kamar mandi.
Meninggalkan Jaejoong yang bernafas lega
di sana.
Seharian ini Jaejoong dirundung rasa
gelisah sejak ia berhasil menghubungi Yoochun.
Takut sekali kalau pembicaraan mereka
bocor dan Yunho mengetahui rencananya untuk kabur.
Jaejoong tidak berani membayangkan, pria
kejam itu pasti akan marah besar.
SRAK.
Jaejoong mendongak ketika Yunho menyibak
selimut tebalnya dan berbaring di sampingnya.
Membuat namja cantik itu mengerutkan
dahinya.
Ia tidak mendengar Yunho keluar dari
kamar mandi.
Atau ia terlalu larut dalam lamunannya?
“Yunho”
“Ya?”
Namja tampan itu mematikan lampu meja,
kemudian ia beralih membawa Jaejoong ke dalam pelukannya.
Ia bisa merasakan namja cantik itu
mengejang ketika bersentuhan dengannya.
Ah—traumanya masih membekas eh?
“Aku sudah lama tidak masuk sekolah, ini tahun terakhirku” Gumam namja
cantik itu hati-hati.
“Lupakan saja, aku akan membawa guru privat untukmu besok” Ujar Yunho
singkat.
Jaejoong terdiam.
Mencengkram piyama Yunho tanpa sadar.
Ia benci aturan itu. Ia benci
diatur-atur.
Tapi apa yang bisa dilakukannya selain
menurut patuh?
“Yunho, beritahu aku kenapa kau melakukan semua ini kepadaku. Ini tidak
rasional, kau menculikku dan mempe—”
“Menculik? Bagian mananya yang termasuk ke dalam penculikan eh? Kau
sendiri yang menyetujui untuk tinggal bersama denganku”
“Tapi kau mengurungku, Yunho! Kau memperlakukanku seperti tawanan!”
“Ya, dan bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Kau itu tawananku”
“Aku tidak suka ini, Yun! Aku mau pergi! Aku ingin kehidupanku yang
normal!”
Rahang Yunho mengeras.
Ia mencengkram dagu namja cantik itu
hingga membuatnya mendongak paksa.
Yunho menatapnya dengan tatapan
berbahaya yang Jaejoong takuti.
“Jaga mulutmu, Kim Jaejoong, jangan melewati batas” Desis pria egois itu
tegas.
Jaejoong menahan nafas.
Menatap ke mana saja kecuali mata musang
Yunho.
Tubuh ringkihnya bergetar.
Ia mengernyitkan dahinya tidak nyaman.
Pria tampan itu mengecup singkat pipi
Jaejoong.
Kemudian ia kembali berbaring seraya menahan
pinggang namja cantik itu agar tetap berada di dalam pelukannya.
“Tidurlah” Ujar Yunho.
Jaejoong tidak menyahut. Ia hanya diam
sampai beberapa saat Yunho sudah mengira ia telah tertidur.
Namja cantik itu menoleh, menemukan
leher Yunho di depan matanya.
Ia mendesah pendek seraya mengusap
lengan namja tampan itu.
“Jangan pernah meninggalkanku, Jae”
DEG.
Jaejoong membeku.
Mengerjapkan matanya dalam gelap.
“Jangan tinggalkan aku sendirian” Lirih pria tampan itu pelan.
Suaranya terdengar sungguh terluka.
Hingga membuat Jaejoong tanpa sadar
meneteskan air matanya.
Ia menahan nafas.
Oh—inikah?
Inikah sosok asli dari Jung Yunho yang
kejam itu?
Jaejoong memejamkan mata besarnya erat.
Membiarkan air mata membasahi wajahnya.
-------
Yoochun gelisah.
Ia pikir ia harus memberitahu Junsu
tentang hal ini.
Tapi apakah namja imut itu akan
mengerti?
Jaejoong tidak baik-baik saja di sana.
Yunho mengurungnya.
Ya Tuhan. Yoochun menghela nafasnya.
Namja chubby itu memakai topi rajutnya
dan memutuskan untuk masuk ke dalam cafe tempat ia melihat Junsu beberapa saat
yang lalu.
Yah—ia menguntit Junsu seharian ini
sebenarnya.
Berada di batas kebimbangan apakah ia
harus mengajak namja imut itu atau melakukannya sendirian.
Memasuki kediaman Jung itu sulit sekali,
Yoochun sudah melakukan observasi sebelumnya.
Tapi apa ia tega kepada Junsu jika
seandainya nanti rencana mereka gagal?
“Kepada semua pengunjung, terima kasih sudah mampir ke cafe kami. Hari
ini adalah hari ulang tahunku, dan sahabatku akan menyanyikan satu lagu untukku”
Suara tepuk tangan yang riuh menyapa
telinga Yoochun ketika ia berada di dalam cafe tersebut.
Mata sipitnya menangkap sosok imut Junsu
yang tersenyum manis di atas panggung.
Yoochun menarik kursi kosong dan duduk
di sana.
Memperhatikan Junsu sementara otaknya
terus memikirkan rencana penyelamatan yang terbaik.
Alunan piano mulai terdengar, dan ketika
Junsu mengeluarkan suara emasnya, Yoochun terhenyak.
Namja chubby itu mengerjapkan matanya
tidak percaya.
Memandang Junsu yang sudah tenggelam
dalam atmosfer nyanyiannya.
Oh—! Suaranya sungguh indah!
Yoochun tahu lagu ini. Jaejoong pernah
menyanyikannya saat mereka latihan.
Kalau tidak salah judulnya In Heaven.
Tepuk tangan yang meriah mengakhiri
penampilan Junsu yang mempesona.
Yoochun bahkan sampai berdiri tanpa
sadar.
Dan ketika ia memperhatikan, ada pria
satu lagi yang juga berdiri karena nyanyian Junsu.
Seorang pria tampan yang berwajah
kekanakan.
“Yoochun ah!”
Yoochun tersentak, ia menoleh dan
tersenyum tipis kepada Junsu.
“Aku tidak tahu kalau kau bisa bernyanyi sebagus itu” Ujar Yoochun
menaikkan alisnya.
Junsu terkikik geli.
“Kau sendirian? Seperti di film saja kita bisa bertemu seperti ini” Ucap
Junsu lucu.
“Ya, aku sengaja ke sini untuk mencarimu, ada yang ingin kubicarakan.
Tapi tidak di sini” Balas Yoochun serius.
Bocah imut itu memiringkan kepalanya
lucu, ia membulatkan bibir plump-nya.
Aish. Yoochun segera menarik tangan
Junsu dan menyeretnya keluar dari cafe dan memasuki sebuah gang sempit di
samping cafe tersebut.
“Jaejoong disiksa” Ujar Yoochun dramatis.
“MWO?!” Pekik Junsu melengking.
Namja chubby itu menutup telinganya
seraya meringis.
Sementara Junsu sudah membulatkan
matanya kaget.
“Apa kau bilang? Disiksa? Yah! Berani sekali kau menyebarkan gosip yang
tidak-tidak! Bagaimana mungkin sepupuku itu disiksa, oleh siapa eoh? Jangan
bilang kau mau menuduh Sajangnim yang baik hati itu!” Cerocos Junsu tanpa
henti.
“Aku serius, Kim Junsu! Tidak ada waktu untuk bermain-main! Jaejoong
meneleponku kemarin pagi, ia meminta tolong kepadaku!” Gusar Yoochun
mengerutkan dahinya.
Junsu mendengus.
“Kenapa ia menghubungimu? Kenapa ia tidak meneleponku? Aku kan
sepupunya, bukan kau!” Pekik Junsu kesal.
Yoochun terdiam.
“Oh!” Seru Junsu kemudian.
Namja imut itu tersenyum lucu.
“Aku lupa, aku kan tidak punya ponsel”
“Aish! Junsu! Ini bukan waktunya untuk bercanda! Kau sebenarnya sayang
tidak sih pada Jaejoong? Kelihatannya santai sekali mendengarnya tersiksa!”
“Jaga mulutmu, menyebalkan! Tentu saja aku khawatir padanya, hanya saja
aku tidak tahu kalau ia tidak senang di sana, soalnya Sajangnim tidak berhenti
mengirimkan makanan enak untukku, misalnya seperti sushi salmon, sirip ikan
hiu, lalu—”
Yoochun mendengus keras.
Junsu segera merapatkan mulutnya.
Ia tersenyum tipis.
“Sudah kuduga, aku tidak bisa membawamu ikut” Gumam Yoochun pasrah.
“Kau berniat meninggalkanku? Kau tega? Aku harus ikut! Pokoknya ikut!”
Balas Junsu marah.
Cepat sekali mood-nya berubah.
Seperti ibu hamil saja. Pikir Yoochun
bingung.
“Kau serius mau ikut? Ini bukan permainan biasa, Junsu, ini serius,
hidup dan mati!”
“Tentu saja! Ikut ke mana memangnya? Kita mau pergi ke gunung ya? Tapi
tadi kau bilang kita harus menyelamatkan Jaejoong? Aduh, bagaimana sih!”
Aishhhh!
Yoochun mencubit gemas pipi gembul Junsu
hingga namja imut itu memekik kesakitan.
Ia menjauhkan tangan Yoochun dan
meringis mengusap-usap pipinya yang memerah tomat.
Yoochun sialan!
-------
“Ada apa?”
Jaejoong duduk manis di kursinya,
memakan sarapannya dengan baik.
Ia tidak mengerti mengapa Yunho harus
menatapnya seperti itu.
Apakah ada yang salah dengannya pagi ini
ini?
Namja tampan itu berdehem.
Ia meletakkan cangkir kopinya dan
menatap Jaejoong dengan intens.
“Aku merasakan firasat buruk” Ujar Yunho serius.
“Hah?” Gumam Jaejoong menaikkan alisnya.
“Instingku mengatakan kalau sesuatu akan terjadi”
“Lalu?”
Yunho diam.
Ia masih memperhatikan Jaejoong hingga
membuat namja cantik itu menelan sarapannya gugup.
Sedikit lagi ia berani jamin kalau pipi
apelnya akan merona merah.
Aish.
“Kau tidak sedang merencanakan sesuatu, kan, Kim Jaejoong?” Ujar Yunho
dingin.
DEG.
Jaejoong terkejut.
Tapi ia segera mengerutkan dahinya
seolah-olah dirinya tidak mengerti.
Ia meletakkan sendoknya di piring dan
menurunkan tangannya mencengkram lutut.
Berusaha keras agar Yunho tidak
melihatnya bergetar.
“Memangnya apa yang harus kurencanakan? Aku tidak bisa ke mana-mana”
Sahut Jaejoong mengerucutkan bibirnya.
Sementara jantungnya sudah menggila.
Pikirannya terus terpusat pada peristiwa
beberapa hari yang lalu saat ia menghubungi Yoochun dan meminta tolong
kepadanya.
Yunho semakin mempertajam tatapannya.
Memperhatikan raut wajah Jaejoong yang
terlihat ketakutan sekaligus bingung.
Ia merasakan ada yang aneh.
Tapi wajah itu tidak berbohong
kepadanya.
Namja tampan itu menghela nafas kasar.
Ia berdiri dari duduknya dan menghampiri
namja cantik itu.
Menunduk untuk mengecup bibir ranumnya
dan menariknya pelan.
“Kau milikku, Jae” Bisiknya pelan.
Jaejoong mengangguk.
“Ya, aku milikmu” Balasnya lirih—sedikit tidak rela—.
“Aku berangkat”
“Hati-hati”
Namja cantik itu mengantarkan Yunho
hingga ke teras depan.
Memperhatikan namja tampan itu memasuki
mobil mewahnya dan meninggalkan halaman rumah.
Jaejoong menghela nafas.
Setelah ini apa yang akan dilakukannya?
Ia benar-benar bosan.
Ia baru saja akan melangkah memasuki
rumah besar itu, namun suara seseorang yang familier menyapa telinganya.
Membuatnya berbalik dan memicing ke arah
semak-semak.
“Yoochun?” Seru Jaejoong tercekat.
Mata besarnya membulat sempurna.
Yoochun di sana, bersembunyi dengan topi
rajutnya yang khas.
“Apa yang kau—”
Jaejoong seketika membeku.
Oh—ia mengerti sekarang.
“Jaejoongie! Ini kesempatan kita! Ayo lari!”
Yoochun terlihat gelisah di sana,
takut-takut kalau Yunho mendadak kembali ke rumah.
Ia nekat menyusup masuk ke dalam saat
gerbang terbuka ketika mobil Yunho keluar.
Ia sudah menyuruh Junsu untuk menunggu
di luar sana dan melaksanakan sisa rencana mereka agar ia dan Jaejoong bisa
pergi dari sini.
“Jae!!” Bisik Yoochun keras.
Keringat dingin sudah mengalir di
pelipisnya.
Oh—percaya padaku. Ini bukanlah hal yang
mudah.
Yunho akan membunuhnya kalau ia tahu.
Jaejoong menelan salivanya.
Ia mengangguk dan meraih genggaman tangan
Yoochun, menyembunyikan dirinya di balik semak-semak besar itu.
Jantungnya berdebar kencang.
Matanya terus melirik rumah besar itu
tanpa henti.
“Ahjusi! Aku dirampok!”
Mata besar Jaejoong membulat, melihat
Kim Junsu—sepupu tengilnya—yang sedang berteriak-teriak panik dengan suara
melengkingnya di depan pagar.
Membuat para penjaga gerbang yang
berjumlah tiga orang itu membuka pintu gerbang dan berlari menghampirinya.
“Ini dia! Ayo Jae!” Seru Yoochun dengan adrenalin yang memacu kencang.
Jaejoong mencengkram kuat tangan
Yoochun.
Ia menoleh ke belakang.
Dan seketika mata bulatnya basah.
Yunho
ah..
[ “Jangan
pernah meninggalkanku, Jae” ]
[ “Jangan tinggalkan aku sendirian”
]
[ “Kau sudah berjanji kepadaku,
awas saja kalau kau melanggarnya” ]
Apakah
ini sudah benar?
Apakah
yang kulakukan ini sudah benar?
Aku
selalu ingin pergi darimu.
Tapi
kenapa hatiku terasa sakit?
Namja cantik itu mengusap wajahnya yang
basah.
Ia terisak di tengah pelariannya.
Maafkan
aku Yunho, hiduplah dengan baik setelah ini.
“Tidak apa-apa Ahjusi, tas itu hanya berisi botol susu yang harus
kuantar, aku hanya terlalu panik tadi, soalnya baru pengalaman pertama
dirampok, hehehe”
Junsu membungkuk sopan.
Ia tersenyum manis dan segera pergi dari
sana.
Meminta maaf untuk yang terakhir kalinya
kepada para penjaga gerbang besar itu.
Kemudian ia berlari menyusul Jaejoong
dan Yoochun.
“Dengarkan aku Jaejoongie! Aku harus segera pergi ke agensi sekarang
agar Yunho tidak mencurigaiku jika ia sadar kalau kau sudah menghilang!” Ujar
Yoochun di tengah larinya.
“Lalu bagaimana denganku? Apa yang harus kulakukan?!” Pekik Jaejoong
panik.
“Tunggu Junsu di perempatan jalan itu dan Junsu akan membawamu ke
apertemenku!”
“Apertemen?!”
“Ya, baru kubeli kemarin! Dan asal kau tahu saja, ini semua demi
kebebasanmu!”
Jaejoong tertegun.
Menatap tidak percaya punggung Yoochun
yang berada di depannya.
Yoochun berkorban sampai sejauh itu
hanya untuknya.
Dan dengan bodohnya ia merasa bersalah
ketika menerima uluran tangan namja chubby itu.
Tapi ia juga telah meninggalkan Yunho
begitu saja.
Setelah namja tampan itu memohon
kepadanya agar ia tidak pergi.
.
.
.
Junsu kehabisan nafas.
Tapi ia tetap berlari.
Yoochun sudah memberitahunya ratusan kali
kalau ia tidak boleh berleha-leha.
Atau Sajangnim pujaannya itu akan datang
dan mencincang tubuhnya untuk dibuang ke kolam ikan pari.
“Aish!” Dengus namja imut itu kesal.
Ia menghentakkan kakinya dan mempercepat
larinya.
Mata sipitnya sudah menangkap punggung
Jaejoong di perempatan jalan sana.
Junsu baru saja akan menyebrang, namun
ia terjungkal ke belakang ketika seseorang menariknya dengan tiba-tiba.
Namja imut itu berbalik, mengerutkan
dahinya marah.
“Apa kau mau mati? Lampunya masih hijau!” Ujar sang penyelamat kesal.
Oh—Junsu mendongak, menyadari kalau
lampu lalu lintasnya memang masih hijau.
Ia menyeka keringat di pelipisnya dengan
lengan bajunya dan menunduk sopan.
“Terima kasih” Ucapnya tulus.
Sang penyelamat itu berdecak keras.
Ia menatap Junsu yang terlihat kehabisan
nafas dengan seksama.
Detik berikutnya mata bambinya membulat
kaget.
“Kau yang kemarin menyanyi di cafe kan?” Tanya pria berwajah kekanakan
itu sumringah.
Junsu terkejut.
Ia membulatkan mulutnya.
“Bagaimana kau bisa tahu? Apa kau ada di sana kemarin?” Balasnya balik
bertanya,
Pria berwajah kekanakan itu tersenyum
senang.
Ia mengangguk dengan semangat.
“Suaramu bagus sekali! Tone yang
sangat unik, orang-orang akan mudah menandaimu hanya dengan mendengarmu
bernyanyi!”
“Benarkah? Hahahaha, terima kasih”
“Apa kau juga menyanyi di tempat lain?”
“Hah? Tidak, tidak, aku hanya mengantar susu dan membawa acara radio
tengah malam—”
“Kalau begitu aku ingin kau bernyanyi untukku!”
Mwo?
Junsu membeo.
Membulatkan matanya lucu.
Wajahnya sungguh menggemaskan saat ini.
Ia menatap bingung namja berwajah
kekanakan yang ada di hadapannya.
Pria itu tersenyum lebar seraya
mengulurkan tangannya.
“Namaku Shim Changmin, aku memiliki sebuah agensi di Jepang, dan aku
menginginkanmu untuk bekerjasama denganku”
Mwo?
Junsu membeo sekali lagi.
Ia mengerjapkan matanya polos.
“A-agensi? Apa kau memintaku untuk menjadi seorang penyanyi? Seperti yang
di televisi itu?”
Pria berwajah kekanakan itu terkekeh.
Ia mengangguk dengan mantap.
“Ya, dan aku akan membuat seluruh dunia mengenalmu. Namamu Kim Junsu
kan? Bagaimana? Kau mau?”
Eh—oh—Perhatian Junsu teralihkan saat ia
melihat lampu lalu lintas yang sudah berubah menjadi merah.
Ia mengintip ke ujung perempatan jalan
di mana Jaejoong sedang melambai-lambai panik kepadanya, lalu ia berbalik
menatap Shim Changmin.
TBC
:D
Jiiaahh jangan bilang Junsu lupa sama Jaejoong! Gimana kalau mereka berdua kabur aja ke Jepang wkwkwk *reader sok ngatur*
BalasHapusLanjutkan neee author xD
lanjutttt....eonnie mian baru komen....
BalasHapusyeah!!!!!min bawa jae ke jepang dong,,,jadikan super model
BalasHapusWib keren kak. Jae bawa aj ke jep biar g ktemu Yuno lagi. Hahaa
BalasHapusJunsu unyu bgt d sni . Gemessin bgt deh.. knapa saat meneganggkan gini su-ie galau sihh.. kburu jae.a d tmukn yunho tuh..
BalasHapusMian bru comment eon,, bru tw cra.a.. hehe
Ff shella eonny top bgt.. love it ♥ trus berkarya ne eonn..;-)
Jae knp ninggalin yunho, yunho pasti sedih, semoga jae gak bisa ngelupain yunho dan selalu kebayang yunho, teganya kau jae meninggalkan yunbear T-T
BalasHapusKereeen... jae ke jepang aja buktiin klo dia bisa jadi super model dan bikin yun makin kelabakan muehehehe :v
BalasHapusKereeen... jae ke jepang aja buktiin klo dia bisa jadi super model dan bikin yun makin kelabakan muehehehe :v
BalasHapusO'o aku kok feeling nya gak enak y hmmm... curiga nanti Jae,Junsu dan yoochun kabur ke jepang merintis karir di sana di agency milik Changmin dan appa bear hueeeee..... jgn bunuh diri y hiks! Di sini siapa y yg akan menyesal nanti nya.. ky nya Jae deh. Yunho bs sprti itu pasti ada alasannya
BalasHapusDi tunggu ne chap selanjutnya fighting shella!!
Ahh Yunho salah cara nih buat mengikat JJ
BalasHapusIni mah dikurung mkanya JJ pilih kabur kn
Hmm Junsu pasti trima tawaran Chwang buat debut di Jepang secara bs bawa pergi JJ dr Yunho kn
Nah.. tinggal tunggu reaksi Yunho pas tw JJ kabur deh
Kyk ny jj bkal mnyesal deh....yun bgtu pasti ad alasan ny...soal ny dlihat dr sikap ny...kentara skali dy itu syg bgt sm jae...hnya sj jj gk mlihat itu...ketutup sm pikiran buruk ny yg sll mrsa yun mengurung nya.... Mau ny sih nnti jj yg balik ngejar2 yun...hehehe
BalasHapusAku jadi deg"an pas adegan Jae Kabur ...
BalasHapus