This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Sabtu, 15 Juni 2013

FF/YAOI/YUNJAE/TWOSHOOT/FEELINGS/PART 2 *END*



PART 2.

JAEJOONG POV.

Namaku Kim Jaejoong.
Aku bukan siapa-siapa.
Hanya seorang laki-laki yang sebatang kara.
Ah, tidak juga.

Aku memiliki Daddy Long Steps.
Seorang Appa asuh yang tidak pernah kulihat wajahnya.
Seorang Appa asuh yang selalu mengirimkan uang untuk memenuhi kebutuhanku.
Seorang Appa asuh yang merawatku dari kejauhan.


Aku dibesarkan di sekolah asrama yang menyebalkan.
Penuh dengan aturan yang kubenci.
Dan asrama milik panti asuhan terbesar di Korea Selatan itu, menjadi saluran kasih sayang bagi mereka yang mampu tetapi tidak ingin mengasuh.

Mengambil salah seorang anak yang mereka suka melalui foto dan berkas, lalu menjadi orang tua asuhnya tanpa wajah.
Anak-anak disini berkecukupan.
Mereka bahagia, walau tidak diasuh secara langsung.

Berbeda denganku.
Aku benci diperlakukan seperti ini.
Dimiliki oleh seseorang yang bahkan tidak kukenal sekali pun.
Tuhan memang mengajarkan kita untuk berbuat kebaikan tanpa belas kasih.
Tapi bukan seperti ini caranya!

Aku malah merasa tertekan setiap hari Ayah berkaki panjangku mengirimkan uang.
Aku merasa berhutang budi padanya.
Semakin lama aku tertekan, perlahan rasa benci mulai menyusup ke dalam hatiku.

Membuatku muak setiap kali mendengar teman-temanku membicarakan betapa murah hatinya Daddy Long Steps mereka.
Bagaimana bisa mereka menerima kasih sayang dengan cara seperti itu?

Menggelikan.

Aku tidak punya teman dekat.
Tidak ada yang benar-benar berani mendekatiku, tepatnya.
Karena aku tidak suka diganggu.
Aku lebih suka menyendiri di kamar asramaku.

Mendengar beberapa lagu kesukaanku dan membayangkan wajah Ayah berkaki panjangku setiap malam.
Dan terkadang aku menghabiskan waktuku untuk menangis.
Memikirkan mengapa orang tuaku membuangku ke panti asuhan.
Mengapa keberadaanku sama sekali tidak diinginkan.
Mengapa aku tidak berhak untuk bahagia seperti yang lainnya.

Aku lulus dengan nilai yang bagus.
Ibu kepala asrama mengatakan aku harus segera mengepak barang-barangku dan meninggalkan tempat itu karena aku sudah bukan lagi siswa di sana.
Dan yang paling mengejutkan adalah, ternyata Daddy Long Steps-ku telah mempersiapkan sebuah kamar apertemen mewah untukku seorang.

Aku benci, tapi aku tidak bisa menolak.
Hanya dia satu-satunya tempatku bergantung.
Ia masih tetap setia mengurusiku dari jauh.
Melanjutkan biaya pendidikanku ke universitas negeri.
Dan aku lulus dengan cumloude yang membanggakan.

Setelah 4 tahun menghabiskan masa-masaku dengan kuliah dan kegiatan kampus, aku mengirim email kepada Ayah berkaki panjangku.
Mengatakan kalau aku ingin bekerja.
Dan aku akan mengembalikan seluruh uang yang telah dihabiskannya untukku.

Tapi ia menolak.
Ia berkata kalau aku hanya perlu duduk diam di rumah, belajar memasak, dan mengikuti kursus desain secara privat.
Aku marah.
Tentu saja aku marah!

Aku kembali dikekang oleh peraturan memuakkan darinya.
Kembali diikat seperti hewan peliharaan.
Mungkin caraku menjelaskan terlalu hina, tapi ini sesuai dengan apa yang kurasakan.

Hanya karena aku seorang anak tanpa orang tua, dan ia bisa seenaknya mengurusiku dan mengatur kehidupanku.
Bertemu denganku saja tidak pernah.

Tapi aku bisa apa?
Ia yang memegang kendali.
Berkuasa akan diriku.
Aku juga mulai berpikir, kalau tidak ada salahnya mencoba.
Kegiatan yang diajukannya kepadaku juga tidak merugikan diriku.

Setelah hari ulang tahunku yang ke 25, ia mengirimiku email, ia bilang kalau ia akan datang menemuiku di apertemenku.
Dan membawakan hadiahku dengan tangannya sendiri.
Aku terkejut.
Nafasku tercekat dalam sekejap.

Sungguh, aku benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya ia akan memperlihatkan dirinya di hadapanku.
Aku bingung.
Harus seperti apa aku bersikap?
Memperlihatkan seluruh kebencian yang telah kupupuk untuknya selama bertahun-tahun?
Atau hanya diam menerima kasih sayangnya seperti biasa?

TING TONG.

Suara bel pintu apertemenku menyadarkan aku dari lamunanku.
Aku bergegas berlari menuju pintu dan segera membukanya.
Dalam sekejap aku merasa duniaku berhenti.
Mata bulatku bergerak, menatap sesosok namja yang tampak sangat berwibawa dan memiliki aura bijaksana di sekitarnya.
Ia mengenakan setelan jas kantor yang terlihat mewah dan mahal.

Aku terdiam.

Ia tersenyum kepadaku dan menyodorkan sebuah kotak berpita untukku.

  [ “Selamat ulang tahun, Joongieku” ]

Ia berbisik seraya menepuk kepalaku, kemudian mengecup dahiku lembut.
Mengacuhkanku yang masih terpaku kaget.
Namja bermata bulan sabit itu tertawa renyah.
Ia segera melangkah memasuki apertemenku dan duduk di atas sofa.

Kemudian ia memanggilku, memintaku duduk di sampingnya.

Aku hanya bisa menurut patuh.
Masih memperhatikan parasnya yang tampan.
Inikah Daddy Long Steps-ku?
Orang yang telah mengasuhku dari jauh?
Mencukupi segala kebutuhanku tanpa kupinta?

  [ “Kau sudah sangat besar” ]

Aku mengangguk kaku.
Ia tersenyum lembut.
Lama kami saling terdiam.
Sampai kemudian ia menceritakan mengenai putra tunggalnya kepadaku.

Aku kembali terkejut, tentu saja.
Jika ia sudah memiliki seorang anak, mengapa ia masih mengasuhku?
Tapi kemudian aku seakan menemukan alasan di balik semua itu.
Saat ia meraih kedua tanganku, menatap mataku, dan berujar kepadaku.

  [ “Bantu Yunhoku, untuk mengerti tentang cinta..Ajari dia, Jaejoong ah” ]

Aku membatu.
Berbagai pikiran melesak di kepalaku.
Cih.
Jadi begitukah?
Selama ini ia mengasuhku, sebagai calon istri dari putranya?

Bisa kau lihat betapa brengseknya namja ini?
Ia melakukan semuanya kepadaku hanya untuk putranya!
Tidakkah ia egois?
Tidakkah ia berpikir kalau aku tidak ingin lagi dikekang olehnya? Kalau aku juga ingin menikah dengan orang yang kucintai?

Jung Appa –Ayah berkaki panjangku- seperti menyadari reaksiku.
Ia mendesah pendek dan beranjak dari duduknya.
Detik berikutnya, aku membulatkan kedua mataku.
Memandangnya yang telah berlutut di hadapanku dan meraih kedua tanganku.

  [ “Aku sangat menyayangi putraku, Jaejoongie, dan aku hanya menginginkan yang terbaik untuknya, dan aku tahu, kau adalah yang terbaik dari segala yang baik” ]

Ucapannya waktu itu berhasil merasuki relung hatiku.
Membuatku luluh dan mengangguk menyetujui permintaannya.
Kemudian aku kembali berpikir.
Jung Appa selalu memenuhi segala kebutuhanku, ia tahu apa yang ingin kuminta padanya walau tidak pernah terucapkan oleh bibirku.
Dan kali ini, pertama kalinya ia meminta kepadaku.

Bagaimana aku bisa menolak?

Setelah aku menyadari, betapa kuatnya pribadi dirinya sebagai seorang Appa.

Aku jadi penasaran dengan sosok yang bernama Jung Yunho itu.


-------


Hari ini pesta pernikahanku digelar.
Dan aku menyadari, kalau Jung Appa adalah orang yang sangat kaya.
Ia membuat pesta ini menjadi pesta terbesar sepanjang abad, kurasa.

Aku berdiri di hadapan pintu besar yang akan menghubungkanku dengan calon suamiku.
Aku menghela nafas.
Berduka untuk diriku yang tidak akan pernah bebas lagi.
Aku terus berkutat dengan pikiran-pikiran burukku.

Sampai kemudian pintu itu terbuka, mengharuskanku untuk berjalan mendekati sosok namja tampan yang berdiri di dekat pastor.
Aku menatap langsung mata musangnya yang tajam.
Mencoba memberitahunya kalau aku membenci pernikahan ini.
Membenci dirinya yang membuatku terbelenggu setelah ini.

Namun kemudian aku mengalihkan wajah.
Menyesali tindakanku barusan.
Gosh.
Apa itu?

Barusan, ia menatapku dengan tatapan penuh kekaguman.
Tatapan penuh harapan.
Dan tatapan yang menyimpan cinta.

Bagaimana bisa?

Beberapa hari setelah pernikahanku berlangsung, Yunho mulai berani berbicara kepadaku.
Mencoba mencairkan es yang membeku di hatiku.
Aku tidak pernah lagi bertemu dengan Jung Appa sejak saat itu.
Ia memintaku untuk merapatkan bibir.
Mengatakan kalau apa yang telah terjadi antara kami berdua, adalah sebuah rahasia kecil yang harus disimpan rapat-rapat.

Yunho adalah seorang pria yang menarik.
Dan ia seakan mengerti mengenai kondisiku.

Namja tampan itu selalu menunggu diluar setiap kali aku akan berganti pakaian.
Ia akan menungguku untuk sarapan, membicarakan hal-hal ringan walau terkadang aku menatapnya jengah.
Selalu sabar akan diriku yang selalu ketus dan dingin kepadanya.

Cintakah ia padaku?

Aku tidak tahu.


-------


Hari ini terasa sangat membosankan.
Aku hanya menghabiskan waktuku menonton acara televisi sampai kudengar suara pintu depan yang terbuka, kemudian tertutup.

Yunho sudah pulang.

Namja tampan itu berjalan ke arahku, duduk di sampingku, dan secara tiba-tiba menggenggam kedua jemariku.
Aku terkejut akan perlakuannya.
Namun sorot mataku menatapnya kasihan, saat kupandang raut wajahnya yang terlihat lelah.

Aku menggerakkan satu tanganku untuk mengusap rambut cokelatnya.
Berusaha menenangkan pikirannya.
Lalu aku sedikit menarik tangannya, membuatnya berbaring di pangkuanku.
Sebut aku gila.
Berbuat seperti itu secara mendadak.

Tapi aku tidak peduli.
Aku hanya ingin melihat wajahnya yang tenang seperti biasanya.
Yunho tampak terkejut dengan perlakuanku, aku hanya membalas tatapan bingungnya dengan senyuman.

Perlahan ia merasakan nyaman, hingga ia menyampingkan posisinya dan menyurukkan wajahnya di perutku.
Aku merasa geli menggelitiki perutku, namun aku tetap mengusap rambutnya.
Yunho mendesah pendek, dan mulai bercerita apa yang terjadi hari ini.

  “Choi Siwon berkhianat, ia membuatku malu dan menghancurkan kepercayaanku kepadanya” Ungkap Yunho penuh luka.

Aku menatapnya sendu.
Hatiku ikut terasa sakit.
Aku bisa mengerti seperti apa rasanya diperlakukan seperti itu.

Emosiku menguar secara perlahan.
Aku membenci namja bernama Siwon itu.
Namja yang telah membuat suamiku terluka.

  “Bukankah seharusnya kau merasa senang? Kau kehilangan orang yang tidak tulus kepadamu, sehingga kini kau bersama orang-orang yang memang setia kepadamu”

Yunho mengangguk.
Lalu mengucapkan terima kasih kepadaku.
Aku terkejut sesaat.

Gosh.

Apa yang barusan kukatakan?
Aku..Peduli padanya?


-------


Belakangan ini aku mulai mencoba untuk membuka pikiranku kembali jernih.
Membuang segala ego dan prasangka burukku.
Aku mulai bisa mengerti alasan Jung Appa mengasuhku untuk putranya.

Karena Jung Yunho adalah sosok yang sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Ia tidak pantas untuk disakiti.
Ia tidak pantas untuk mendapatkan segala sesuatu yang kurang.
Karena ia adalah seorang namja yang hebat.

Aku menoleh menatap pintu yang terbuka, saat aku sedang mengeringkan rambutku dengan handuk.
Yunho tersenyum kepadaku, aku balas tersenyum.
Namja tampan itu mendekatiku dan mengambil alih pekerjaanku.
Ia mengusapi rambutku dengan sangat lembut.
Membuatku merasa senang.

  “Kita berdua akan makan malam bersama di restoran, bagaimana menurutmu?”

Aku mengatakan kalau aku cukup menyukai idenya.
Dan aku akan segera bersiap setelah ini.
Well, aku memang merasa bosan di rumah terus.

Yunho beranjak dari ruang ganti dan menanyakan apakah aku sudah selesai atau belum.
Aku berbalik, dan terpesona untuk yang kesekian kalinya.
Ia benar-benar tampan dengan setelan jas armani itu.

Namja tampan itu menggandeng tanganku dan menuntunku turun dari tangga dan memasuki mobil.
Ia menghentikan mobil tersebut di depan sebuah restoran mewah yang terlihat gelap dan sepi.
Aku mengerutkan dahi.
Menatap Yunho yang sudah keluar dari mobil.

  “Yunho, apa kau yakin? Tempat ini sudah tutup” Ucapku.

Yunho tidak menyahut, ia mendorong pintu kaca itu hingga suara bel yang ada berbunyi pelan.
Aku berjalan mengikutinya.
Dan mataku melebar, saat mendadak lampu menyala dan para pelayan berdiri berjejer di dekat pintu.

Salah seorang dari mereka melangkah ke depan, memberikanku sebuket bunga mawar berwarna merah yang harum.
Mengucapkan kata-kata manis hingga membuatku terharu.

Aku masih bingung dengan apa yang terjadi.
Yunho hanya tertawa kecil melihat reaksiku yang sepertinya begitu terkejut.
Seorang pelayan menuntunku untuk duduk di hadapan Yunho.
Aku meletakkan buket bunga itu di atas meja.

Kemudian Yunho menjentikkan jarinya, membuatku menoleh dan terkejut sekali lagi melihat beberapa maid yang berjalan ke arah kami.
Membawa Strawberry Shortcake dengan lilin panjang di bundarannya.

  Its time to make a wish” Ujar Yunho beranjak dari duduknya.

Sekarang aku mengerti, hari ini adalah hari ulang tahunku.
Gosh, bagaimana mungkin aku bisa lupa?

Aku segera memejamkan kedua mataku.
Tersenyum manis dan mengatupkan tanganku.

  Semoga Yunho bahagia, semoga Jung Appa bahagia, dan semoga aku bahagia

Aku membuka mata, meniup lilin-lilin tersebut dengan rasa senang yang membuncah.
Kemudian kusadari, kalau Yunho tidak ada di sisiku.

  “Yunho?”

Aku memanggilnya.
Namun sontak aku tersentak saat kurasakan sebuah benda menggantung di leherku.
Aku menoleh ke belakang dan mendapati Yunho yang tersenyum manis kepadaku.
Lalu aku menunduk, menatap sebuah kalung perak dengan cincin manis yang menjadi hiasannya.

  Happy birthday, my wifey, my Joongie” Bisik Yunho manis.

Aku merasakan hatiku mencelos.
Akan rasa bahagia yang mendadak menyerangku bertubi-tubi.
Jariku bergetar pelan.
Tercekat akan rasa haru yang mendera.

Aku mulai menangis.
Menumpahkan perasaanku yang begitu membuncah sekarang.
Yunho terkejut, ia segera menyeka air mataku saat aku terisak.

Namja tampan itu berusaha menghiburku.
Aku terkekeh pelan dan menarik nafas panjang.
Kemudian aku memotong kue ulang tahunku.
Menyuapkan sesendok penuh untuk Yunho dan melahap suapan darinya.

Malam ini, aku merasa menjadi seseorang paling bahagia sedunia.
Aku telah menikahi sosok yang luar biasa.
Yang telah berhasil mencuri perhatianku hingga ia memasuki hatiku.

Suamiku, Jung Yunhoku.


-------


Asisten Jung Appa mendatangiku siang ini.
Memberiku kabar kalau Daddy Long Steps-ku dirawat di rumah sakit.
Keadaannya kurang sehat sejak beberapa minggu yang lalu.
Aku segera menyusul untuk menjenguknya.

Aku berpikir akan memberitahu Yunho saat ia pulang dari kantor saja.

CKLEK.

Aku membuka pintu kamar rawat tersebut.
Dan tertegun mendapai keadaannya yang begitu ringkih.
Lambungnya mengalami ulkus, hingga mengerut dan membuatnya kesakitan.
Untuk pertama kalinya aku menangis karena namja ini.

Namja yang dulunya kubenci karena aku merasa ia telah merenggut kebebasanku.

Aku duduk di samping Jung Appa.
Meraih tangannya yang terasa panas.
Namja bermata bulan sabit itu menoleh, tersenyum kepadaku.

  “Kau terlihat lebih baik, Jaejoongie” Ujarnya.

  “Yunho membuatku bahagia, Appa” Bisikku lirih.

Senyumnya melebar.
Puas dengan jawaban yang kuberikan kepadanya.

  “Jaejoongie, katakan padaku, bagaimana perasaanmu sekarang hm?”

  “Aku..Aku sayang padamu Appa..Aku ingin berterima kasih karena telah mengasuhku dan mempertemukan aku dengan putramu”

  “Bukankah sudah kukatakan? Aku tahu yang terbaik untuk putraku”

Aku tertawa mendengarnya.
Aku menyadari kalau ia adalah sosok Appa yang diimpikan setiap anak lelaki.
Aku menunduk, mengecup pipinya pelan.
Dan saat kutarik bibirku, ia menangis.

Menangis dalam diam.
Dalam senyumnya yang damai.

  “A-Appa?” Panggilku lirih.

Kuseka air matanya.
Yang membuatku ikut merasa sedih.
Mataku panas, kuyakin air mataku akan ikut jatuh beberapa saat lagi.

  “Joongie, jaga Yunho dengan baik, buat ia selalu tersenyum, ia tidak sedewasa yang kau pikirkan”

Aku mengangguk patuh.
Jung Appa menghembuskan nafas berat.
Ia mencengkram jemariku.

  “Panggilkan istriku, Joongie”

Aku segera beranjak dari dudukku dan berlari keluar.
Memanggil Jung Umma yang segera memasuki kamar rawat.
Aku berinisiatif mengikutinya.
Namun aku terkejut saat kulihat yeoja cantik itu terdiam di depan pintu.

Aku menoleh.
Dan rasa sesak menyerangku, saat kusadari lelaki itu telah terpejam damai diiringi bunyi yang memekakkan telinga dalam jangka panjang dari monitor pendeteksi jantung.


-------


Pintu kamar rawat itu terbuka kasar.
Sontak membuatku dan keluarga yang berada di sana menoleh menatapnya.
Aku tertegun.
Mendapati reaksi suamiku yang begitu kaget di sana.

Yunho terdiam.
Mata musangnya bergerak gelisah.
Perlahan air mata jatuh membasahi pipinya.

Ia terduduk.
Menumpahkan tangisnya yang begitu menyedihkan.
Aku ikut terisak, aku berlutut di hadapannya dan memeluk erat dirinya.

Berusaha membuatnya merasa tenang.
Berusaha membantunya merelakan kepergian Jung Appa.
Aku tahu ia terluka.
Namun aku berharap ia dapat tegar.

  “Jangan seperti ini Yunho ah..Appa tidak akan bisa tenang” Imbuhku terbata.

Yunho tidak menyahut.
Ia semakin mencengkram punggungku.
Aku mengecup pelan puncak kepalanya.
Membiarkannya terus menangis pilu.

Yunho berubah drastis setelah Jung Appa dikremasikan dan abunya kami tebarkan di laut lepas.
Namja yang dulunya selalu berceloteh manis dan bersikap hangat kepadaku telah hilang.
Tergantikan oleh namja yang kini cenderung berdiam diri menatap jendela.
Merapatkan bibirnya dan terus menyeruakkan aura kesedihan yang mendalam.

Aku menghela nafas.

Sudah berhari-hari setelah kepergian Jung Appa.
Dan aku mulai bisa merelakannya.
Tapi Yunho tidak bisa.
Aku sedih.
Hatiku sesak.
Aku tidak tahan melihatnya terus seperti itu.

Aku berjalan menghampirinya dan duduk di sampingnya.
Berusaha membuatnya mengerti akan keinginanku untuknya berhenti berduka.
Namun tangisan frustasi dari Yunho yang menjawab ucapanku.
Aku segera memeluknya dengan erat.

Mengusapi punggungnya dengan lembut.
Yunho terus terisak.
Bahunya bergetar hebat.

Aku tahu laki-laki tidak boleh menangis.
Tapi siapa yang tidak akan menangis kalau Appa tersayangnya pergi mendahuluinya?

  “Aku ingin kau menumpahkan segala kesedihanmu saat ini..Tapi berjanjilah kepadaku, mulai besok, kau akan kembali seperti biasanya” Ungkapku tegas.


-------


Pagi ini aku terbangun lebih awal.
Yunho masih terlelap saat kutinggalkan untuk membuat sarapannya.
Aku membuka pintu kamar seraya membawa sepiring roti bakar dan segelas susu segar.
Yunho sudah terbangun.

Aku berjalan mendekatinya.
Menaruh sarapannya di atas nakas dan tersenyum kepadanya.
Ia terlihat sangat segar sekarang.

Seakan tidak ada lagi beban yang menghimpit.

  “Bagaimana perasaanmu?”

  “Sudah lebih baik, aku merasa ringan sekarang”

Yunho melahap sarapannya dengan baik.
Aku terus menunggunya dan menyuapinya dengan sabar.
Kemudian aku mengajaknya berjalan-jalan ke pantai.

Yunho mengangguk setuju dan segera bersiap sementara aku menunggunya di lantai bawah.
Kami sampai beberapa menit dengan mengendarai mobil.
Sesekali aku bersenandung pelan menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku.
Aku merasa sangat bahagia saat ini.

Aku tidak tahu kenapa.

CKLEK!

Aku menutup pintu mobil dan segera berlari di atas pasir pantai yang lembut.
Yunho tertawa melihat tingkahku.
Aku senang melihat tawanya.
Ia begitu tampan.

Yunho menghampiriku dan merengkuh pinggangku.
Aku tersenyum dan segera menjatuhkan kepalaku di bahunya.
Ia pasti terkejut.
Hahaha.

Kemudian aku mengajaknya berjalan-jalan menelusuri bibir pantai.
Sampai aku memutuskan untuk duduk di dekat ombak kecil dan kembali bersandar pada dada bidangnya.

Kami berbincang sejenak.
Sampai kemudian aku menghembuskan nafas panjang.
Berusaha agar tidak gugup saat mengatakannya.

  “Yunho ah”

Yunho mengangguk.
Menungguku kembali berucap.

  “Kurasa..Aku jatuh cinta padamu” Ungkapku berbisik.

Aku mencengkram erat kausnya.
Gugup yang sangat hebat menderaku.
Aish.

  “Aku juga mencintaimu, Jaejoongie”

Aku terkejut mendengarnya walau aku sudah tahu dari perlakuan manisnya selama ini.
Tapi aku terlalu kaget, hingga tanpa sadar aku menangis di hadapannya.
Yunho tertawa.
Ia mengecup dahiku dengan lembut, kemudian mengecup kedua mataku, lalu hidungku.

  “Kita mulai lagi dari awal?” Tanyaku lirih.

  “Ani, kita memang sudah memulainya, kita hanya perlu melanjutkannya, Joongie ah” Sahutnya pelan.

Aku tertawa mendengarnya.
Aku begitu sibuk tertawa hingga tak sadar kalau Yunho telah menyisipkan tangannya di wajahku dan menarik tengkukku.
Dan tawaku berhenti begitu saja.
Saat bibirnya menyatu dengan bibirku.

Perlahan kupejamkan kedua mataku.
Memeluk lehernya dengan kedua tanganku.
Dan memiringkan wajahku merasakan kelembutan darinya.

Ia melumat bibir atas bawahku bergantian.
Dan aku menghisap bibir bawahnya selagi ada kesempatan.
Yunho menggigit bibir atasku gemas.
Dan ia berdiam sejenak membiarkan aku melumat bibirnya sesuka hatiku.

Setelah beberapa menit saling bertukar saliva, Yunho melepaskan tautan bibir kami.
Nafasku terengah.
Wajahku terasa menghangat.
Yunho tersenyum manis seraya mengusap bibir bawahku dengan ibu jarinya.

Lalu ia kembali membenarkan duduknya dan menarik kepalaku untuk bersandar pada dada bidangnya.
Hening.
Kami berdua saling terdiam memandangi matahari pagi yang bersinar di ujung sana.
Ombak kecil bergulung manis.
Dengan nyanyian semilir angin.

Aku memejamkan mata.
Menghirup nafas panjang.

Jung Appa, can you see us?
Can you feel me?
This feelings, I got from you.
And I learn from you.

END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar