Tittle: FEELINGS
Genre:
YAOI
Author:
Shella Rizal a.k.a Park Sooji
Cast:
Yunjae and other
Length:
TWOSHOOT
Rating:
family-romance-hurt-friendship
WARNING:
BOY x BOY! Yg ga suka YAOI mending cabut aja dari sini, cos author Cinta damai~
*kibar2
kutang Jae umma*
Ps: this one is for YunJae
anniversary’s day <3
-------
“Bantu Yunhoku, untuk mengerti tentang
cinta..Ajari dia, Jaejoong ah”
.
.
.
PART 1.
YUNHO POV.
Namaku Jung Yunho.
Orang-orang mengenalku sebagai putra tunggal pewaris
perusahaan-perusahaan raksasa yang dibangun oleh Appaku saat ia masih muda
bersama Umma.
Sejak kecil aku mendapat didikan khusus dari Appaku.
Jung Jinki.
Ia adalah lelaki terhebat sepanjang masa yang pernah
hadir dalam hidupku.
Appaku sayang padaku, aku tahu itu.
Maka dari itu ia selalu menaruh perhatian tertentu
kepadaku.
Aku masih ingat, sewaktu aku masih kecil, aku pulang
ke rumah, menangis, karena songsaenim tidak memberikanku nilai terbaik untuk
prakarya yang sudah kukerjakan sepenuh hati.
Appaku tidak marah saat itu.
Ia hanya diam dengan senyuman kecilnya yang mempesona.
Ia berjongkok di hadapanku, mengacak rambutku, dan
berkata.
[ “Menangislah kalau kau sedih, Yunho, tapi
ingat, ada hal yang lebih baik kau lakukan dari pada menghabiskan waktumu untuk
menangis” ]
[ “Apa itu, Appa?” ]
[ “Memperbaiki sesuatu yang membuatmu merasa
sedih, hingga ia menjadi sesuatu yang dapat membuatmu tersenyum puas” ]
Dan malam itu juga, aku mendekam di kamarku.
Memperbaiki prakarya milikku sampai pagi tiba.
Appaku benar, ia selalu benar.
Hari itu, tangisanku yang menyedihkan telah terganti
dengan senyuman puas yang sangat bangga.
Prakaryaku dipajang di ruang kepala sekolah.
Sebagai pertanda bahwa aku, adalah satu-satunya siswa
berprestasi yang memiliki kemampuan terbaik dalam hal apa pun.
Well, jika orang-orang selalu berpikir bahwa seorang Umma
selalu tahu apa yang terbaik untuk anaknya, maka pendapatku adalah seorang Appa
yang selalu tahu apa yang terbaik untuk putranya.
Bukan berarti aku tidak dekat dengan Ummaku.
Hanya saja, Ummaku lebih memilih menyibukkan dirinya
di butik kesayangannya.
Karena ia tahu, Appaku dapat dipercaya dalam hal
mengurusiku.
Appaku keras.
Tegas, berwibawa, bijaksana, dan penuh kasih sayang
dalam hal yang bersamaan.
Dan hal yang paling kuingat dalam hidupku adalah,
hadiah terakhir sekaligus tidak terlupakan, yang diberikan Appa kepadaku.
Jaejoong.
Kim Jaejoong.
Walaupun aku tampak dewasa dan berpengalaman seperti
Appaku, tapi hanya Appa yang tahu, kalau aku tidak seperti yang dikatakan
orang-orang.
Aku tidak pernah merasakan jantungku berdebar-debar
dua kali lipat kencangnya.
Aku juga tidak pernah merasakan perutku sakit seperti
banyak kupu-kupu yang berterbangan di dalamnya.
Tapi kemudian aku merasakan semua itu.
Saat suatu hari, aku melihat sepupuku, Park Yoochun.
Memperkenalkan tunangannya kepada keluargaku.
Dan aku tepesona pada mereka berdua.
Yoochun dan Junsu, terlihat sangat bahagia.
Aku bertanya pada Yoochun, apa yang membuat mereka
bisa terlihat seperti itu.
Namja chubby itu hanya tersenyum manis kepadaku.
Kemudian ia berkata.
[ “Cinta, Yunho ah. Cinta yang membuat kami
merasa saling membutuhkan satu sama lain. Membuat kami merasa begitu bahagia”
]
Dan saat mereka pergi dari rumahku, aku segera
menghampiri Appaku.
Dengan nafas yang sedikit menderu, dan perasaan gugup
ingin tahu.
[ “A-Appa, aku juga ingin seperti Yoochun, aku
juga ingin mengenal cinta, bisakah kau membantuku?” ]
Appaku tidak pernah tersenyum semanis itu.
Membuatku semakin merasa gugup.
Ia hanya menyuruhku tenang, karena ia akan menjawab
permintaanku yang satu itu.
Seminggu kemudian, Appa menggelar pesta pernikahan
termewah yang pernah ada.
Ia melakukannya untukku.
Dan hari itu, aku melihat sosok malaikat yang
dititipkan Appa kepadaku.
Sosok malaikat yang sangat luar biasa.
Dengan sorot matanya yang gelap.
Penuh luka yang tersirat.
-------
“Jaejoongie,
kau sudah selesai?”
Aku berdiri di depan pintu kamarku.
Menghormati privasi istriku yang sedang memakai
pakaiannya di dalam sana.
Kami memang sudah menikah.
Tapi aku memilih untuk memasuki lingkaran yang telah
dibuat oleh Jaejoong untukku secara perlahan.
Aku ingin ia menerimaku, tanpa paksaan atau apa pun
itu.
CKLEK.
Pintu putih itu terbuka.
Memperlihatkan sosok namja yang selalu dapat membuatku
terpesona untuk kesekian kalinya.
Jaejoong berdiri di hadapanku.
Menatapku tajam dengan kedua mata bulatnya.
“Sudah”
Sahutnya datar.
Aku tersenyum kepadanya.
Kemudian menarik tangannya dan menuntunnya berjalan
menuruni tangga.
Membawanya masuk menuju ruang makan dan duduk di
seberangnya.
“Tidurmu
nyenyak semalam?”
“Ne”
“Apa kau mimpi
indah, Joongie?”
“Aku tidak
bermimpi”
Jaejoong menggerakkan garpu dan sendoknya memotong sirloin steak hangat yang ringan untuk
sarapan kami pagi ini.
Namja cantik itu terlihat tidak tertarik sama sekali
dengan pembicaraan yang kulakukan.
“Joongie”
“Hm”
“Hari ini aku
tidak bekerja, ada hal yang ingin kau lakukan?”
“Tidak”
“Kau yakin?”
TREK.
Jaejoong menghentikan gerakannya.
Ia menaruh kasar garpu dan sendok peraknya hingga
menimbulkan bunyi yang kontras.
Matanya menatap nyalang ke arahku.
Hingga mampu membuatku merasa ciut dalam sekejap.
Sungguh, aku tidak ingin sampai menghancurkan mood-nya.
Karena aku tahu, ia menikah denganku, itu bukan karena
aku.
Tapi karena Appaku.
Hmp.
Aku tersenyum kecut diam-diam.
Menyadari kalau ia melakukan perannya disini karena
terpaksa.
Bukan karena keinginannya sendiri.
Kenapa hatiku terasa sakit?
Sejak menikah dengannya aku sering merasakan hatiku
sakit seperti ada yang menghujam jantungku.
Bukannya merasakan perasaan bahagia yang meluap
seperti yang kulihat saat Yoochun dan Junsu mampir ke rumahku waktu itu.
Apa karena aku tidak pantas untuk mendapatkan cinta
yang sama?
Tapi, kenapa?
-------
Aku pulang dengan beban yang sangat berat menimpa
punggungku.
Membuatku terus menunduk dan menghela nafas lelah.
Meeting hari ini, tidak sebaik biasanya.
Aku dikhianati.
Kau percaya itu?
Seorang Jung Yunho telah dikhianati oleh CEO kebanggaannya.
Seharusnya Choi Siwon memberikanku presentasi yang
bagus untuk merebut saham tertinggi yang ada.
Tapi ia malah merusak semuanya dengan mengundurkan
diri dari perusahaanku dan memilih bergabung pada perusahaan sainganku.
Hingga mereka mendapatkan saham tersebut, dan banyak
pertanyaan dari rekan kerjaku, mengapa namja tinggi itu sampai berhenti bekerja
padaku.
Aku berhenti di ruang tengah.
Melihat kekasihku sedang duduk di atas sofa.
Tenggelam dalam diam memandang layar plasma yang ada
di hadapannya.
Aku melangkah menghampirinya.
Kemudian aku duduk di sampingnya.
Kuraih kedua tangannya.
Dapat kurasakan ia tersentak kaget dengan perlakuanku.
Tapi aku tidak peduli.
Yang aku inginkan hanya kehangatan, kepedulian dan
kasih sayang seperti yang aku dapatkan dari Appaku.
Dan detik berikutnya, aku yang terkejut, karena
Jaejoong menggenggam erat tanganku dengan tangannya.
Dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengusap
lembut rambutku.
Dadaku berdebar kencang.
Darahku berdesir hangat.
Perutku sakit seperti ada ratusan kupu-kupu di
dalamnya.
Beginikah?
Seperti inikah rasanya jatuh cinta?
Kenapa begitu indah?
Sampai aku ingin waktu berhenti hanya untukku seorang.
Aku mengangkat wajahku.
Memandang dalam mata bulatnya yang balas menatapku.
Jaejoong tersenyum kecil, kemudian ia meraihku dan
membaringkan aku di pangkuannya.
Memintaku untuk memejamkan mata, dan merasakan
lembutnya belaian dari dirinya.
Gosh.
Mimpikah aku?
Apakah ia mulai menerimaku?
“Kau mau
bercerita kepadaku, apa yang terjadi hari ini?”
Jaejoong bertanya kepadaku untuk yang pertama kalinya.
Aku mendesah pelan.
Kumiringkan posisi tubuhku hingga kini aku dapat
menyurukkan wajahku di perutnya.
Memeluk pinggangnya yang ramping.
Sesuatu yang sangat ingin kulakukan sejak dulu.
Jaejoong tidak menunjukkan sikap protes apa pun.
Ia hanya diam dengan tangan yang masih tetap membelai
rambut cokelatku.
Dan aku mulai bercerita kepadanya.
“Bukankah
seharusnya kau merasa senang? Kau kehilangan orang yang tidak tulus kepadamu,
sehingga kini kau bersama orang-orang yang memang setia kepadamu” Ujar Jaejoong
menanggapi ceritaku.
Aku tertegun.
Menyadari betapa bijaksananya istriku.
Aku memang tidak mengenal terlalu dalam pribadi
Jaejoong karena ia cenderung menutup diri dariku.
Tapi kini, aku mendapat sekeping dirinya yang dapat
kupahami.
Aku senang.
Aku sangat senang.
Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepadanya.
Jaejoong berhenti mengusapi rambutku.
Aku bisa merasakan nafasnya tertahan untuk sejenak.
Kemudian ia kembali melanjutkan aktifitasnya.
Tanpa bersuara lagi.
-------
Hari ini adalah hari ulang tahun Jaejoongku.
Dan aku ingin ia mendapatkan sesuatu yang sangat
pantas untuk dirinya yang begitu indah.
Aku membeli seuntai kalung perak dengan sebuah cincin
berukir sebagai hiasannya.
Dengan harapan ia akan menyukai hadiah ulang tahunnya
yang ke 26.
“Jaejoongie”
Aku membuka pintu kamar.
Mendapati dirinya tengah mengeringkan rambut almond-nya menggunakan handuk.
Ia menoleh, dan tersenyum kepadaku.
Aku berjalan mendekatinya.
Membantunya mengusapi rambutnya.
Hingga ia menurunkan kedua tangannya dan membiarkan
aku melanjutkan pekerjaannya.
“Kita berdua
akan makan malam bersama di restoran, bagaimana menurutmu?” Tanyaku.
“Ide bagus,
aku akan segera bersiap sekarang” Sahutnya setuju.
“Baiklah,
kalau begitu aku ganti pakaian dulu”
“Um”
Aku segera masuk
ke ruang ganti.
Memakai jas terbaik yang kumiliki dan segera keluar untuk
menjemputnya.
Jaejoong yang sudah selesai berpakaian, membalikkan
tubuhnya, dan membuatku terpaku di tempat.
Mata musangku mengerjap.
Mengagumi sosoknya yang begitu indah.
Ia mengenakan sweater
rajut dengan kerah yang terbuka pada bagian bahu.
Celana yang berwarna putih dan rambutnya yang ditata
bergelombang.
Cantik.
Sangat cantik.
Aku bisa melihat wajahnya memerah secara perlahan saat
aku meraih kedua tangannya dan mengecupnya penuh sayang.
Kemudian kutuntun ia menuruni tangga, memasuki mobil,
dan menggandengnya keluar saat kami tiba di depan restoran yang terlihat gelap
itu.
“Yunho, apa
kau yakin? Tempat ini sudah tutup” Ujar Jaejoong bingung.
Wajahnya terlihat sangat menggemaskan.
Aku balas tersenyum.
Melangkahkan kakiku memasuki restoran mewah tersebut.
Jaejoong menggurutu tidak jelas di belakangku.
KLING KLING.
Bel yang tersemat di atas pintu kaca restoran tersebut
berbunyi manis saat aku mendorong pintunya.
Aku tersenyum kepada para pelayan yang berdiri
menjajar di pinggir pintu.
Salah seorang dari mereka melangkah mendekati
kekasihku dan memberikan sebuket bunga mawar yang indah.
“Bunga
spesial, untuk seseorang yang spesial, dan di hari ulang tahunnya yang akan
terasa spesial” Ujar pelayan itu.
Jaejoong terkejut.
Kedua matanya melebar sempurna.
Ia menerima buket bunga tersebut dengan linglung.
Namja cantik itu menoleh kepadaku, dan aku hanya
tertawa mendapati reaksinya yang begitu menggemaskan.
“Yunho?”
Panggilnya seakan ingin memintaku untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi di
sini.
Seorang pelayan menuntun Jaejoong untuk duduk di kursi
yang berhadapan denganku.
Terpisahkan oleh sebuah meja bundar berlapis kain
lembut berwarna putih.
Jaejoong meletakkan bunganya di atas meja.
Raut wajahnya masih sangat terlihat kalau ia benar-benar
kaget dan senang di saat yang bersamaan.
Aku menjentikkan jariku memberi tanda.
Beberapa maid keluar
dari dapur seraya membawa Strawberry
Shortcake dengan lilin menyala yang ada di putarannya.
Jaejoong kembali melebarkan matanya.
“Its time to make a wish” Bisikku
beranjak dari dudukku.
Jaejoong tersenyum manis.
Senyum yang tidak pernah kulihat selama kami tinggal
bersama dalam satu atap.
Namja cantik itu mengatupkan kedua tangannya dan
memejamkan mata bulatnya yang indah.
Aku berjalan dan berhenti tepat di belakangnya.
Dan saat kudengar suaranya memanggilku, aku segera
memasangkan hadiah ulang tahunnya di leher jenjangnya.
Jaejoong refleks membalikkan tubuhnya.
Kemudian ia menunduk dan memperhatikan kalung
tersebut.
“Happy birthday, my wifey, my Joongie”
Bisikku penuh cinta.
Tubuh Jaejoong terasa tegang.
Aku bisa melihat dengan jelas wajahnya yang terlihat
memerah sempurna.
Ia menunduk malu dengan jemari yang perlahan terangkat
mengusapi air matanya yang meleleh jatuh.
“Hei, jangan
menangis, ini hari bahagiamu, Joongie” Kekehku geli.
Jaejoong balas tertawa kecil.
Ia mengambil pisau plastik yang ada di samping kuenya
dan mulai memotong kue tersebut.
Lalu ia mengangkat sendoknya dan menyuapkannya ke
dalam mulutku.
Kemudian aku yang menyuapinya.
Setelah itu kami melahap makan malam bersama.
Tanpa banyak ucapan yang mengalun.
Hanya tatapan mata yang seakan menyiratkan segalanya,
diiringi musik klasik yang merdu.
Dan malam itu, luka yang selama ini tersirat pada bola
mata indahnya, terkikis secara perlahan.
-------
Aku sedang mengerjakan berkas kantorku hari ini.
Setelah beberapa hari yang lalu aku sukses membuat
Jaejoong terkejut dengan makan malam saat hari ulang tahunnya.
Hmp.
Aku tersenyum konyol.
Sampai kemudian senyumku berganti menjadi sebuah duka.
Saat Jaejoong meneleponku.
“Yunho ah, datanglah ke rumah sakit pusat
sekarang”
“Waeyo? Kau
sakit, Joongie?”
“Yu-Yunho ah..Appa meninggal..”
Duniaku seakan runtuh dalam sekejap.
Tidak kupedulikan ponselku yang telah jatuh membentur
lantai.
Aku terdiam.
Membiarkan lelehan air mataku mengalir membasahi
wajahku.
Berbagai bayangan kenangan bersama Appa dari aku
kecil, sampai aku menikah, terputar di depan mataku.
Bagai film hitam putih tahun sembilan puluhan.
Dan seakan tersadar dari lamunanku, aku segera berlari
keluar ruangan.
Memasuki mobilku dan menyetir dengan perasaan yang
tidak karuan.
Nafasku sesak.
Kepalaku sakit.
Aku terus terisak dan menyetir sekencang mungkin agar
sampai di rumah sakit.
CKIIITTT!
Bunyi rem yang kuinjak dengan penuh emosi terdengar
mendecit.
Kubuka kasar pintu mobilku dan membantingnya kembali.
Lalu aku berlari.
Berlari sekencang mungkin.
Mencari pintu kamar rawat Appaku.
CKLEK!
Seluruh keluargaku, dan juga Jaejoongku, terkejut dan
refleks menoleh saat pintu kamar tersebut kubuka dengan kasar.
DEG.
Aku terdiam.
Terpaku di sana.
Dengan mata yang memandang hampa sosok Appaku yang
kini terbaring lemah di ranjangnya.
Kedua mata bulan sabitnya terpejam.
BRUKK!
Aku terduduk lemas.
Mataku bergerak gelisah.
Tidak.
Tidak mungkin!
Lelaki yang terbaring disana adalah Appaku.
Lelaki yang sangat kubanggakan dalam hidupku.
Lelaki yang mengajarkanku segala hal yang ingin
kutahu.
Lelaki yang selalu berusaha membuatku bahagia.
Lelaki yang selalu melakukan yang terbaik untukku.
Lelaki yang telah menjadi separuh dari diriku.
“..Hiks..Hiks..”
Aku menundukkan wajahku.
Menangis dalam sengguk yang menyedihkan.
Seluruh kebahagiaanku, seakan terenggut begitu saja.
Ummaku menangis melihatku.
Jaejoong berjalan menghampiriku, berlutut di
hadapanku, dan memelukku seakan ingin menguatkan aku.
Tapi aku hanya bisa menangis.
Appaku, telah pergi meninggalkan aku seorang diri.
“Jangan
seperti ini Yunho ah..Appa tidak akan bisa tenang” Bisik Jaejoong ikut
menangis.
Aku tidak peduli.
Bukankah itu terdengar bagus?
Appaku tidak akan tenang, sehingga ia bisa kembali
kepadaku dan membuatku berhenti terlihat frustasi.
-------
Aku duduk diam menghadap jendela di ruang tengah.
Menatap kosong pemandangan yang ada di luar sana.
Mengacuhkan Jaejoong selama berhari-hari setelah abu
Appaku ditebarkan di laut lepas.
Aku tidak peduli.
Aku hanya ingin Appaku kembali.
Aku masih tidak bisa menerima kepergiannya.
“Yunho ah”
Jaejoong memanggilku.
Tapi aku tidak bergeming sedikit pun.
Aku benar-benar sedang tidak ingin diganggu.
Namja cantik itu duduk di sampingku.
Mengusap lembut kepalaku.
“Kau tidak
bisa terus-terusan seperti ini, Ummamu, Yoochun, Junsu, semuanya terpukul
dengan kepergian Appa, tapi mereka tetap berusaha terlihat tegar..Apa..Apa kau
tidak peduli pada mereka? Apa kau tidak peduli padaku?” Ujarnya sepelan
mungkin.
Aku menoleh.
Menatap langsung mata bulatnya setelah sekian lama ia
kuacuhkan.
Dahiku mengerut.
“Bagaimana aku
bisa, Jaejoong ah? Lelaki yang meninggalkanku itu adalah Appaku..Kau..Kau tidak tahu apa arti
dirinya dalam hidupku..”
Aku kembali terisak.
Menangis sedih di hadapan Jaejoong.
Namja cantik itu meredupkan matanya sayu.
Ia mengangguk seolah ingin memberitahuku kalau ia
mengerti.
Jaejoong menarikku ke dalam pelukannya yang
menenangkan.
Ia terus mengusap lembut punggungku.
Sesekali ia mengecup pinggir dahiku.
“Aku ingin kau
menumpahkan segala kesedihanmu saat ini..Tapi berjanjilah kepadaku, mulai
besok, kau akan kembali seperti biasanya” Ungkap Jaejoong tegas.
-------
Pagi ini, aku terbangun setelah merasakan sinar
matahari yang menusuk melalui celah gorden raksasa yang terbentang di jendela
kamarku dan Jaejoong.
Aku terdiam menatap langit-langit kamar.
Perasaanku terasa lebih baik sekarang.
Aku merasa lega.
Seolah semua beban yang menumpuk lenyap begitu saja.
Aku menoleh ke arah pintu, ketika Jaejoong masuk
seraya membawa sepiring roti bakar yang wangi dan segelas susu putih yang
segar.
Namja cantik itu menghampiriku, duduk di sampingku dan
meletakkan sarapanku di atas meja.
Ia tersenyum manis.
Sangat manis.
“Bagaimana
perasaanmu?” Tanyanya lembut.
Aku terdiam.
Mengerjapkan mata musangku mendapat perlakuan yang berbeda
dari biasanya.
“Sudah lebih
baik, aku merasa ringan sekarang” Sahutku balas tersenyum.
Jaejoong memberiku gelas susu itu.
Aku meneguknya patuh.
Kemudian ia memotong roti bakar tersebut dan
menyuapkannya ke mulutku dengan penuh kesabaran.
Sementara aku kembali diam.
Memperhatikan paras Jaejoong yang sangat cantik.
“Yunho”
“Hmm?”
“Aku ingin
pergi jalan-jalan”
“Eodisseo?”
“Molla, aku
hanya ingin kita berjalan-jalan..Mungkin, pantai terdengar sedikit menarik”
“Arasseo, aku
mandi sekarang”
“Ne, aku
tunggu di bawah”
Aku segera beranjak dari ranjang.
Mungkin Jaejoong ingin menghiburku.
Namja cantik itu segera keluar dari kamar saat aku
menutup pintu kamar mandi.
Beberapa menit kemudian aku telah siap dengan pakaian
santaiku.
Jaejoong membawa botol minuman kesayangannya.
Aku menyetir dengan kecepatan sedang.
Menikmati alunan merdu yang dinyanyikan Jaejoong
selama perjalanan.
Oh hei, ada apa dengannya?
Kenapa ia bertingkah aneh?
Hmp.
Aneh?
Bagaimana aku bisa berpikir segala sikap
menyenangkannya secara mendadak itu sebagai sesuatu yang terlihat aneh?
Seharusnya aku merasa senang dengan perubahan pada
dirinya.
CKLEK!
Jaejoong menutup pintu mobil dan segera menginjakkan
kaki telanjangnya di atas pasir pantai setelah meninggalkan sandalnya di mobil.
Namja cantik itu berlari menuju bibir pantai seraya
tertawa kesenangan.
Persis seperti seorang anak kecil yang baru saja
mendapatkan mainan kesayangannya.
Aku tertawa.
Berlari mengejar Jaejoong yang sedang berdiri di
hamparan ombak.
Namja cantik itu menoleh ketika aku berdiri di
sampingnya.
Ia tersenyum.
“Indah bukan?”
Aku balas tersenyum.
Memberanikan diriku untuk merengkuh pinggangnya dengan
satu tangan.
Dan hal yang tak terduga terjadi, Jaejoong menjatuhkan
kepalanya ke bahuku.
Balas merengkuh pinggangku nyaman.
Jantungku berdebar kencang.
Aku menunduk, memandang Jaejoong yang kini memejamkan
kedua mata bulatnya.
Deru nafasnya terdengar tenang.
Kemudian ia membuka matanya dan meraih jemariku,
menarikku untuk menemaninya berjalan di bibir pantai.
“Aku ingin
kita duduk di sini” Pinta Jaejoong memohon.
Aku tertawa mendengarnya.
Namja cantik itu segera duduk di pasir dan menekuk
kedua kakinya.
Kemudian aku duduk di sampingnya.
Dan lagi-lagi namja cantik itu merebahkan kepalanya
pada bahuku.
Aku hanya mengusap rambut almond-nya yang lembut.
“Yunho ah”
“Hm?”
“Kau sudah
baik-baik saja kan?”
“Ne..Aku
baik-baik saja”
“Kau janji
tidak akan berduka lagi?”
“Aku janji”
“Aku tidak
suka melihatmu sedih, rasanya hatiku sakit sekali”
“Kenapa?”
Jaejoong tidak menyahut.
Ia hanya merapatkan bibirnya untuk sejenak.
Sampai kemudian namja cantik itu beringsut menyurukkan
wajahnya di lekuk leherku.
Menghembuskan nafasnya yang mulai terasa tersendat di sana.
Aku menurunkan tanganku.
Merengkuh pinggang rampingnya dan dengan tanganku yang
bebas, aku menggenggam jemarinya.
“Yunho ah”
Aku hanya diam.
Menunggu Jaejoong kembali berbicara.
“Kurasa..Aku
jatuh cinta padamu”
DEG.
Nafasku tercekat dalam sekejap.
Kurasakan Jaejoong mencengkram erat kausku.
Menolak untuk mengangkat wajahnya.
Aku hanya bisa terdiam selama beberapa saat.
Terkejut akan pengakuannya yang begitu tiba-tiba.
Entah kenapa hatiku terasa sangat senang.
Aku bahagia mendengarnya.
Perlahan kukecup puncak kepalanya.
Kemudian kulonggarkan rengkuhan kami dan kutatap kedua
mata bulatnya yang bergerak gugup.
Ia sungguh menggemaskan.
“Aku juga
mencintaimu, Jaejoongie” Bisikku pasti.
Tetes bening yang hangat jatuh dari mata kanan
Jaejoong.
Kemudian disusul oleh mata kirinya.
Ia tersenyum.
Tersenyum bahagia.
Aku balas tersenyum.
Kukecup dahinya, kemudian kedua matanya, lalu
hidungnya.
Dan kutatap mata bulatnya yang kembali terbuka setelah
terpejam.
“Kita mulai
lagi dari awal?” Tanya Jaejoong lirih.
“Ani, kita
memang sudah memulainya, kita hanya perlu melanjutkannya, Joongie ah” Sahutku
pelan.
Jaejoong tampak tertegun. Ia mengangguk dan tertawa
kecil.
Namun tawanya terputus ketika aku menyatukan bibir
kami berdua.
Jaejoong segera memeluk leherku.
Memiringkan wajahnya menerima setiap lumatan dan
kecupan manis dariku.
Aku bisa merasakan kasih sayangnya melalui hisapan
gemasnya pada bibirku.
Merasakan cintanya yang seakan tersalurkan melalui
ciuman manisnya.
Setelah beberapa lama, kulepaskan tautan bibir kami
berdua.
Ia tersenyum.
Aku mengusap lembut bibir bawahnya yang basah.
Kemudian aku kembali merengkuhnya, merebahkan
kepalanya di dada bidangku.
Menggenggam jemari hangatnya, menatap ombak yang bergulung
manis di depan kami.
Ah, pagi yang sangat indah.
Aku tersenyum bahagia.
Memandang laut lepas yang terlihat berkilau karena
cahaya matahari pagi.
Kuharap Appaku berada di sana.
Melihat senyumku dan ikut tersenyum karenaku.
This feelings, I got from him.
And I learn from him.
TBC :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar