PART 4.
Tiffany Hwang tampak menghembuskan nafas panjang.
Oh well.
Atau lebih tepatnya helaan penuh frustasi.
Kepalanya benar-benar sakit saat ini.
Yeoja cantik itu sengaja mematikan ponselnya agar
manajernya yang cerewet itu tidak bisa mengganggunya saat ini.
Tiffany mendongakkan wajahnya.
Memperhatikan ruang ICU yang tertutup itu.
Hahhh.
Ia terpaksa datang kesini saat sahabat modelnya yang
bernama Shim Changmin meneleponnya dan mengabari dirinya kalau ia mengalami
kecelakaan.
Namja berwajah kekanakan itu sebatang kara.
Ia sangat dekat dengan Tiffany.
Hingga menaruh nama yeoja itu pada panggilan
daruratnya.
“Aku sudah
bisa melihatnya?” Tanya Tiffany saat seorang suster keluar dari sana.
Suster itu mengangguk.
Ia tersenyum gugup menyadari bahwa gadis yang ada di
hadapannya saat ini adalah seorang model terkenal.
TAP TAP TAP!
Tiffany segera memasuki ruangan itu.
Ia membesarkan matanya menatap Changmin yang terlihat
rapuh disana.
“Min ah,
daijoubu desuka? *gwenchana?*”
Tanyanya pelan.
Shim Changmin tersenyum lemah.
“Aku hanya
luka ringan, Fany, hanya keadaanku saja yang terlihat begitu menyedihkan”
Adunya.
“Geez! Bagaimana bisa kau tidak
berhati-hati eoh?”
“Seorang anak
kecil berlari menerobos lampu merah, aku terlalu kaget saat itu”
“Hahh, untung
saja kau tidak menabrak anak itu”
“Omo, aku
belum tahu bagaimana anak itu dan nona yang bersamanya!”
“Mwo?”
“Ne, Fany ah,
nona yang mendorong anak itu terbentur mobilku, kurasa ia ummanya”
Tiffany mengerutkan dahinya.
Memperhatikan raut wajah Changmin yang terlihat sangat
bersalah saat ini.
“Aku ingin
melihat mereka, dokter bilang mereka juga masih disini” Ujar Changmin seraya
memaksakan dirinya untuk bangun.
SRET.
Namja berwajah kekanakan itu mendongak.
Menatap sahabatnya yang menahan bahunya.
“Biar aku
saja, kau masih sakit” Gumamnya pelan.
Ah.
Changmin mengangguk patuh.
Tiffany tersenyum seraya membelai lembut wajah
Changmin.
Yeoja cantik itu berjalan keluar ruangan.
Ia mendatangi meja resepsionis rumah sakit dan
bertanya mengenai pasien yang baru saja masuk bersama Changmin.
“Hmm, kamar
9095” Gumamnya pelan.
Yeoja cantik itu menaikkan alisnya setelah menemukan
pintu yang dicarinya.
Tiffany membuka pintu itu perlahan.
“Gomen---”
DEG.
Mata sipit Tiffany membulat dalam sekejap.
Jantungnya berdebar kencang.
Memandang tidak percaya sosok cantik yang terbaring
lemah di ranjangnya.
Gosh.
Yeoja cantik itu melangkahkan kakinya mendekat.
Tubuhnya terasa kaku.
Matanya bergerak pelan memperhatikan wajah Jaejoong
yang terlihat sangat pucat saat ini.
“Ja—Jaejoong?”
Lirihnya lemah.
Huh.
Tiffany tersenyum kecut.
Mendadak hatinya merasakan miris yang luar biasa.
Ada rasa bersalah yang menghimpit dadanya mengingat
bentakan adik kecilnya tadi siang.
Dan sekarang rasa itu semakin menggebu-gebu ketika ia
menatap langsung wajah Jaejoong.
“…”
Tanpa suara, Tiffany mendudukkan dirinya di kursi yang
berada di samping ranjang itu.
Suara monitor pendeteksi detak jantung itu terdengar
nyaring memenuhi ruangan.
Yeoja cantik itu meremas jemarinya yang saling
bertaut.
Menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
“Kenapa harus
kau?” Gumamnya miris.
Tiffany menundukkan wajahnya.
“Kenapa harus
kau yang lebih dulu menikah dengan Yunho?” Sambungnya mulai terisak.
Hening.
Tiffany terisak menumpahkan tangisnya.
Wajah cantiknya tampak memerah sendu.
Ia menggigit bibir tipisnya.
“AKU JUGA
MENCINTAI YUNHO, JAEJOONG AH!!” Teriaknya emosi.
GREPP!
SRETT!!
Yeoja cantik itu mencengkram pergelangan tangan
Jaejoong dan mencabut paksa infuse-nya.
Tubuh Jaejoong terlonjak kaget.
Kedua matanya bergerak tidak nyaman.
Namun ia masih belum kuat untuk sadar sepenuhnya.
“Hiks..Hiks..Aku membencimu!!” Teriak Tiffany lantang.
Yeoja cantik itu mengacuhkan lengannya yang ikut
terciprat darah pergelangan tangan Jaejoong.
Ia menyeka air matanya memperhatikan darah segar yang
merembes membasahi pinggir ranjang.
DEG.
Tiffany tersentak kaget.
Ia tersengguk melihat tetesan bening yang mengalir
dari sudut mata Jaejoong.
Yeoja cantik itu seakan tersadar dari emosinya.
Ia merogoh tasnya dengan panik dan mengambil
saputangan sutranya.
Kemudian ia mengikat kencang pergelangan tangan
Jaejoong agar berhenti mengeluarkan darah.
“..Gomen..”
DEG.
Tiffany menoleh.
Membesarkan matanya memandang Jaejoong yang kini
menatapnya.
Namja cantik itu juga menangis.
Sama seperti dirinya.
“Gomenne”
Ulang Jaejoong lemah.
“Hiks..”
Tiffany tidak tahu harus bersikap seperti apa.
Ia hanya diam di tempatnya.
Jaejoong mendesah lirih dan mengulurkan tangannya yang
tidak berdarah hendak menyentuh Tiffany.
Namun yeoja cantik itu sudah terlebih dulu memeluk
erat dirinya.
Jaejoong tertegun.
Kemudian ia tersenyum kecil.
Mata besarnya terpejam pelan.
Membiarkan Tiffany menumpahkan tangisnya di
pelukannya.
“S..Seharusnya
aku yang minta maaf..Hiks..”
“Gwenchana..”
“..Hiks..Hiks..”
“Fany
ah..Kumohon..Jaga Yunho dengan baik setelah kalian menikah..Ne?”
Yeoja cantik itu menggeleng keras.
Ia mencengkram punggung Jaejoong.
“I-Ini salah
Jae ah..Hiks..Aku merusak semuanya..Maafkan aku..”
“Aku sudah
merelakanmu bersama Yun---”
“Aku lebih
memilih Jessica..Hiks..Hanya dia satu-satunya keluarga yang aku miliki..Aku
tidak ingin ia membenciku lebih dari ini..Hiks..”
Jaejoong terdiam.
Matanya mengerjap lemah.
Perlahan Tiffany melepaskan pelukannya.
Ia meraih tangan Jaejoong dan menyentuhkannya ke
wajahnya sendiri.
“Tampar aku,
Jae ah..Hiks..Pukul aku..Aku pantas mendapatkannya..Hiks..” Isaknya sedih.
Jaejoong tersenyum mendengarnya.
Namja cantik itu mengusap lembut pipi Tiffany.
Ia berbisik pelan.
“Wanita, adalah
satu-satunya ciptaan Tuhan yang tidak pantas untuk menerima kekerasan, Fany
ah..Aku tidak ingin melukaimu, kau memiliki wajah yang cantik”
Tiffany tertawa kecil mendengarnya.
Ia mengusap wajahnya dan kembali memeluk Jaejoong.
Namja cantik itu balas mengusap lembut punggung yeoja
cantik itu.
Dan kemudian ia melepasnya saat pintu ruangan itu
dibuka oleh seorang dokter berambut ikal.
-------
Yunho berjalan cepat dan sedikit berlari kecil
memasuki lobi rumah sakit itu.
Pelipisnya berkeringat.
Ia menarik nafas panjang mengingat telepon dari
Tiffany beberapa menit yang lalu.
Jaejoong.
Jaejoong kecelakaan.
CKLEK!
Namja tampan itu segera membuka pintu ruangan itu
dengan tidak sabar.
Ia terdiam menatap Jaejoong yang tersentak kaget.
Namja cantik itu balas menatap dirinya dengan mata
bulatnya yang besar.
Bibir cherry Jaejoong bergetar pelan.
Kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Namun ia tetap berusaha memasang wajah datarnya.
“Kau baik-baik
saja?”
Yunho berjalan menghampiri ranjang Jaejoong dan duduk
disana.
Menghadap namja cantik yang masih bungkam itu.
Mata musangnya bergerak pelan.
Memandangi wajah Jaejoong yang sangat pucat.
“BooJae..”
Hati Jaejoong sesak.
Mendengar panggilan manis itu terucap begitu lirih.
Begitu penuh dengan kasih sayang yang tulus di
dalamnya.
Yunho mengelus lembut wajah Jaejoong.
Pandangan matanya menyiratkan kekhawatiran yang sangat
besar.
Sungguh.
Ia benar mencintai namja cantik ini.
Dan ia sadar.
Keputusannya untuk berpisah dengan Jaejoong beberapa
waktu yang lalu, adalah kesalahan terbodoh yang pernah dilakukan olehnya.
Jaejoong menolehkan wajahnya.
Menghindar dari belaian lembut Yunho pada pipinya.
Air matanya menetes begitu saja saat bibir cherrynya
terbuka untuk berucap lirih.
“Kalau waktu
itu aku tidak hamil..Apakah..Apakah kau tetap akan bersikap seperti ini, Yun
ah?”
“…”
“Hiks..Aku
sudah tahu apa jawabanmu..Hiks..Bahkan tanpa perlu memberitahuku pun aku sudah
tahu..”
GREPP!
DEG!
“Tidak, kau
tidak tahu, Jung Jaejoong..”
Jaejoong tertegun.
Kedua mata beningnya membesar.
Nafasnya tercekat tidak percaya.
Yunho memeluknya dengan erat.
Menenggelamkan hidung mancungnya di bahu Jaejoong.
Tangis Jaejoong semakin tumpah.
Ia meringis seraya mencengkram erat punggung Yunho.
Jung Jaejoong huh?
Kau masih menganggapku sebagai seorang Jung?
“Aku
mencintaimu dengan segenap hatiku, BooJae ah..Aku sangat sangat
mencintaimu..Aku..Aku bahkan mencintaimu lebih dari yang kau tahu..”
Hening.
Ruangan itu hanya terisi oleh suara isak tangis
Jaejoong yang tersakiti.
Dadanya terasa semakin sesak oleh bisikan termanis
yang pernah dilayangkan Yunho kepadanya.
Sungguh.
“Berikan aku
kesempatan, kesempatan untuk kembali berada di sampingmu, melindungimu,
bersamamu, setia terhadapmu, dan mendampingimu bahkan setelah anak kita membuka
matanya melihat dunia..”
“..Hiks..”
Yunho melonggarkan pelukannya.
Ia menunduk dan menyatukan tangannya dengan jemari
Jaejoong.
Namja cantik itu segera mencengkram tautan jemarinya.
Membuatnya tidak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum.
Kemudian Yunho menyeka air mata Jaejoong dengan satu
tangannya yang bebas.
Lalu ia mendekatkan wajahnya, mengecup lembut bibir
cherry Jaejoong.
Setelah itu ia kembali menunduk.
Mengusap lembut perut mantan kekasihnya dan mengecup
hangat bagian itu.
Seolah ingin menyapa anaknya di dalam sana.
Tangis Jaejoong semakin pecah saat Yunho melakukan
itu.
Ia tidak berkata apa pun.
Hanya semakin mempererat genggaman tangannya dan
Yunho.
DDRRTTT…DDRRRTTT…
Yunho terkejut saat ponselnya bergetar.
Ia segera merogoh saku celananya dan mengambil ponsel
itu.
“Ne Umma? Ah,
ne, arasseo”
Namja tampan itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam
saku.
Ia tersenyum lembut kepada Jaejoong dan mengecup manis
dahinya.
“Aku akan
menjemput Umma, ia merindukanmu, sayang”
Jaejoong hanya bungkam.
Tidak sedikit pun ia bersuara, kecuali suara isak
tangisnya.
Yunho menghela nafas pelan dan melepaskan tautan
tangan mereka dengan sangat hati-hati.
Ia membantu Jaejoong untuk berbaring terlebih dahulu
sebelum beranjak keluar ruangan.
CKLEK.
Namja tampan itu menutup pintu kamar rawat Jaejoong
dan hendak melangkahkan kakinya.
Namun gerakannya terhenti seketika saat seorang yeoja
berambut ikal menahan dirinya.
Seorang yeoja berwajah cantik dengan jas dokternya.
“Apakah kau kekasihnya?”
Yunho tertegun.
Mata musangnya mengerjap pelan.
“Ah, ne Uisa,
aku suaminya..uhm” Yunho agak berdehem setelah mengucapkan kata ‘suami’.
Dokter cantik itu tersenyum lega.
Well, akhirnya ia bertemu dengan keluarga sah dari
Jaejoong hm?
“Bisakah kau
ikut aku sebentar? Ada yang ingin kubicarakan denganmu” Ujarnya.
“Mengenai
Jaejoong?” Sahut Yunho menaikkan alisnya.
“Ne, dan ini
sangat penting”
-------
“Pelan-pelan,
sayang”
“Aish, kau
tahu kan kalau Changmin itu sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri?”
“Tapi kalau
seperti ini bisa-bisa kau juga ikut berbaring disampingnya, Jessie”
“Kau
berlebihan, Yon! Aku hanya berjalan sedikit lebih cepat, bukan mengebut di
jalanan dengan mobilmu!”
Taecyon tertawa geli mendengarnya.
Ia hanya mengangguk membenarkan.
Namun kemudian ia mengulurkan satu tangannya ke depan
dan meraih jemari kekasihnya dengan erat.
Membuat Jessica tersentak dan mengerucutkan bibirnya
kesal.
Ia tahu ia harus menurut pada Taecyon sekarang.
“Changmin
kecelakaan, Yon ah!” Erangnya tidak senang.
“Dan kamarnya
hanya beberapa lantai lagi, Jess, ia tidak akan mati kalau kau terlambat,
bukankah Fany Nuna bilang ia baik-baik saja?” Jelas Taecyon pelan.
Uh.
Yeoja blonde itu mendadak merapatkan bibir tipisnya.
Ia menundukkan wajahnya dan menggerakkan bola matanya
yang indah.
Mendengar nama Unnienya disebut seperti itu membuatnya
merasa kalut.
Ia tahu ia telah membentak unnienya kemarin.
Dan ia juga tahu kalau Tiffany sudah merasa cukup
bersalah padanya.
Tapi tetap saja..
Aish!
Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa!
“Buka
pintunya”
Jessica mendongakkan wajahnya terkejut.
Taecyon tertawa sekali lagi mendapati reaksi
menggelikan dari istrinya itu.
Yeoja blonde itu menatap pintu kamar rawat yang ada di
hadapannya dan tersadar dari lamunannya.
Mereka sudah sampai.
CKLEK.
Jessica baru saja akan membuka lebar pintu platinum
itu.
Namun gerakannya sontak terhenti ketika ia menangkap
sosok kakak kandungnya di dalam sana.
Tiffany.
Sedang duduk di pinggir ranjang Changmin seraya
menyuapkannya beberapa potongan buah Apel segar.
“Sayang?”
“Sshh!”
Oh well.
Ok Taecyon hanya bisa memutar bola matanya seraya
mendengus kesal.
Beberapa saat yang lalu Jessicanya terlihat seperti
orang yang sangat panik mengenai Changmin.
Dan sekarang ia melarangnya masuk setelah mereka
sampai tepat di hadapan pintu kamar Changmin.
Aigoo.
“Sudah
kuduga..” Gumam Jessica pelan.
Yeoja blonde itu hanya diam memperhatikan Changmin dan
Tiffany yang sedang tertawa bersama mengenai sebuah lelucon.
Ah, ada perasaan lega melihat Unnienya tertawa lepas
seperti itu.
Setidaknya rasa bersalahnya sedikit mereda sekarang.
Dan..
Ia tidak bisa menahan diri untuk menyadari arti dari
setiap tatapan Changmin pada Unnienya saat ini.
Jessica sudah menebak dari dulu.
Kalau namja berwajah kekanakan itu memiliki rasa
terhadap Unnienya.
“Yon, kau
lihat itu?”
“Mmm”
“Apakah kita
memikirkan hal yang sama saat ini?”
“Mmm”
Geez.
Yeoja blonde itu menoleh ke belakang.
Menatap langsung wajah tampan suaminya.
“Apa yang kau
pikirkan?” Tanyanya kesal.
Taecyon menaikkan alisnya.
“Changmin
menyukai Nuna, apa lagi memangnya?” Sahutnya lugu.
Hmp.
Jessica tersenyum puas.
Ia bahkan hampir tertawa sekarang.
“Changmin ah!
Kudengar kau kecelakaan!” Teriaknya seraya membuka lebar pintu itu.
Tiffany dan Changmin tertegun.
Mereka menoleh menatap pintu secara kompak.
-------
“Apa yang
ingin kau bicarakan, Uisa?”
Dokter ber-name
tag Park Sooji itu tersenyum kecil.
Ia menghembuskan nafas pendek dan mengambil surat
keterangan dari laci mejanya.
Kemudian ia menyerahkan berkas itu kepada Yunho.
“Aku turut
menyesal, Tuan Jung, kecelakaan itu membuatnya terbentur keras pada bagian
perut”
DEG.
Mata musang Yunho melebar.
Membaca keterangan yang tercetak jelas dalam surat
itu.
“Istri anda
mengalami keguguran, kami sudah mengeluarkan janinnya saat ia tiba kemarin”
Jantung Yunho berdebar kencang.
Jemarinya bergetar hebat.
Bola matanya bergerak gelisah.
Tampak air mata menggenang di pelupuk matanya.
Ia menatap dokter itu.
“A-Apakah
Jaejoong sudah tahu?” Bisiknya lirih.
Park Sooji mengangguk pelan.
“Aku sudah
memberitahunya saat ia sadar”
Tangis Yunho turun tanpa diperintah.
Namja tampan itu merasakan bagian dari hatinya
terluka.
Ia terlihat shock.
[ “Kalau waktu itu aku tidak
hamil..Apakah..Apakah kau tetap akan bersikap seperti ini, Yun ah?” ]
[ “…dan mendampingimu bahkan setelah anak kita
membuka matanya melihat dunia..” ]
Jaejoong tidak bersuara saat itu.
Ia merapatkan bibirnya.
Bungkam.
Hanya membiarkan tangisnya memperlihatkan emosinya
saat itu.
Yunho meringis.
Jaejoong pasti merasa sangat terluka dengan
perkataannya.
“Istri anda
mengalami tekanan yang berlebihan setelah mengetahui bayinya telah tiada, Tuan
Jung, kuharap anda bisa membantuku dengan membuatnya lupa akan bayinya, jika
tidak, hal itu akan sangat berpengaruh pada psikisnya”
Yunho terdiam.
TBC.
:D
hohoho....
BalasHapusyunpa nyesel tuh...
mian baru bisa komen
aku belum minta izin buat ngubek2 ni blog
padahal udah aku ubek2 dari kemaren2...hehehehe
Yun sama tiffany harus menderita, kasihan jae mulu yg menderita. Segitu gampangnya yun dan tiffany bahagia kezel
BalasHapus