PART 8.
“…Ho…Yunho!”
DEG!
Pria tampan itu berjengit kaget, ia refleks terduduk dari baringnya dan
menatap Yoochun dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Namja tampan itu mendesah panjang. Ia mengusap wajahnya dengan kedua
tangan.
Sementara Yoochun duduk di pinggir ranjang dengan segelas air mineral
yang ada dalam genggamannya.
“Minumlah” Ujar Yoochun seraya
menyerahkan botol minuman itu.
Yunho mengangguk.
Ia mengambil botol tersebut dan menenggak isinya.
Beberapa detik mengambil nafas, ia mengubah posisinya hingga menatap
Yoochun.
Ya, ia butuh penjelasan.
Semuanya.
“Baiklah, akan kumulai dari
hubunganku dan Junsu” Ujar Yoochun berdehem.
Yunho bergeming.
Matanya berubah menjadi serius.
“Aku sudah berhubungan dengannya
hampir tiga tahun, dan selama ini yang aku tahu dari Junsu adalah kalau ia
pernah kehilangan kakak laki-lakinya karena sebuah penculikan”
“Ya”
“Hmm, Junsu selamat, tapi tidak
dengan kakaknya. Bertahun-tahun mereka mencari, dan ternyata…Yah, kau tahu…Kim
Jaejoong”
“Kau tahu kalau namanya
Jaejoong?”
“Ya, tapi itu saat Junsu
meneleponku tiga hari yang lalu, ia panik karena kakaknya mengamuk, ingatannya
sudah kembali dan—”
“Apa? Ingatannya sudah kembali?”
Mata musang Yunho membuka lebar.
Yoochun mengangguk, mendesah pendek berusaha menenangkan dirinya yang
terlalu tegang.
“Dengar Yunho, aku begitu kacau
saat Junsu menelepon, yang ada di kepalaku waktu itu hanya membawamu menemui
Jaejoong, kita berdua tahu kalau kau harus ada di hadapannya saat ingatannya
kembali dan kalian bisa segera memperbaiki segalanya, tapi—”
Ada jeda sejenak.
Dan keheningan itu mencekik Yunho.
Ia sungguh tidak sanggup untuk mendengar kabar selanjutnya.
Dari kedua mata Yoochun saja sudah terlihat jelas kalau ini adalah
sesuatu yang tidak menyenangkan untuk di dengar.
“Katakan, Park Yoochun” Perintah
Yunho tidak tahan lagi.
“Kau janji tidak akan marah?
Maksudku, tidak akan melempar benda apapun ke wajahku?”
“Geez, Yoochun”
Yoochun percaya, ya, ia percaya.
Hanya saja bergerak dari ranjang dan mundur beberapa langkah mendekati
pintu kamar hotel sebagai antisipasi tidak apa kan?
“Perjalanan kita ke sini sungguh
mendadak, tanpa persiapan apapun, dan kau mengalami jetlag yang parah mengingat tiga jam sebelumnya kau hang-over karena tequilla” Ujar Yoochun.
“Ya, Yoochun, ya” Desis Yunho
tidak sabar.
Yoochun menahan nafasnya.
“Semalam Junsu kembali
meneleponku, Jaejoong kembali mengamuk, dan mereka sudah membawanya kembali ke
Seoul” Cicitnya.
DEG.
Yunho kembali melotot.
Seolah-olah ia akan menelan namja chubby itu.
“Yunho, kau sudah berjanji
padaku” Desis Yoochun berusaha mengontrol emosi sahabatnya.
“Kalau begitu tidak ada gunanya
aku di sini!! Kenapa kau harus membawaku ke sini eoh?!” Pekik Yunho marah.
“Aku tidak tahu kalau akan
seperti ini jadinya! Sama sekali tidak terbesit di pikiranku kalau mereka akan
membawa Jaejoong kembali secepat itu, Yunho!”
“AISH!!”
Yoochun berjengit, memejamkan matanya secara refleks ketika kaki Yunho
menendang meja nakas yang ada di samping ranjang hingga meja tersebut jatuh
dengan suara yang bising.
“Pesan tiket ke Seoul! Sekarang,
Park Yoochun!!” Teriak Yunho murka.
Dan Yoochun tidak menyia-nyiakan kesempatannya.
-------
Heechul begitu sedih saat ini.
Ia baru saja mengecap kebahagiannya beberapa waktu yang lalu.
Tapi semuanya berjalan begitu cepat.
Ia tidak sanggup mendapati putra sulungnya kini menjaga jarak darinya.
Jaejoong kecilnya terluka.
Dan ia menolak menerima pelukan dari Ummanya.
Pria cantik itu butuh waktu.
Begitu yang dikatakan Kyuhyun kepadanya.
Dan Hangeng hanya bisa menenangkan kekasihnya yang tidak berhenti
menangis sampai sekarang.
Ck, seandainya ia tahu mengenai perbuatan Junsu, ia tidak akan pernah
menyetujui rencana namja manis itu.
“Sudahlah, sayang, sekarang
hanya waktu yang bisa menenangkan Joongie” Bujuk Hangeng lembut.
“Aku akan memukul Junsu” Lirih
Heechul lemah, nyaris tidak terdengar.
Dan Hangeng hanya tersenyum tipis dibuatnya.
“Junsu sedang merenungi
kesalahannya, kau tidak perlu menyakitinya”
“Tapi ia menyakitiku!”
“Ssshh…Ssshh….Peluk aku, sayang,
peluk aku”
Dan Heechul pun menurut.
Ia menghembuskan nafas panjang di balik rengkuhan suaminya itu.
Menjatuhkan kepalanya dengan pelan di atas bahu Hangeng, mencoba untuk
tenang.
“Bagaimana kalau dua minggu?
Kalau setelah dua minggu Joongie tidak datang, kita berdua yang akan
menemuinya, kau mau?” Tanya Hangeng seraya mengusap lembut punggung namja
berambut almond itu.
Heechul terdiam.
Tapi setelah jeda sesaat itu ia memutuskan untuk mengangguk setuju.
“Hanya dua minggu, yeobo, tidak
lebih” Bisiknya.
Dan kemudian ia jatuh tertidur di dalam pelukan hangat suaminya.
.
.
.
Jaejoong tidak tahu sudah berapa lama ia mengurung diri di dalam
apertemennya seperti ini sejak kembalinya ia dari London.
Apakah sudah lewat 24 jam?
Atau lebih?
Bahkan sekarang siang atau malam pun Jaejoong tidak peduli.
Ia hanya bergerak dari ranjangnya kalau perutnya berbunyi dan
tenggorokannya terasa kering.
Perasaannya sungguh kacau.
Dan ia bingung harus bagaimana untuk menatanya kembali agar rapi seperti
dulu.
Tapi Jaejoong cukup berterima kasih ketika ia pulang ke apertemennya ia
bertemu dengan seorang Ahjumma yang selama ini mengurusi apertemennya, mengisi
kulkasnya dan menjaga Jiji kecilnya.
Tidak perlu bertanya, Jaejoong tahu siapa yang berbuat sejauh ini
untuknya.
Huh, namja cantik itu tersenyum tipis.
Siapalagi kalau bukan Jung Yunho eoh?
“Meow”
Mata besar Jaejoong bergerak.
Ia beringsut dari balik selimut tebalnya dan melebarkan kakinya ketika
Jiji melompat ke atas ranjangnya yang tidak terlalu tinggi.
Pria cantik itu mendesah, membiarkan kucing kecil itu mengemong dalam
pelukannya.
Jiji kembali mengeong, dan Jaejoong memutuskan untuk bersandar di kepala
ranjang membiarkan kucing Russian Blue itu
berbuat sesukanya.
“Jiji yah, sekarang bagaimana?”
Tanya Jaejoong lemah.
Jiji tidak merespon, kucing itu hanya balas mengeong dan menggesekkan
ekor lembutnya di lengan Jaejoong.
Aih.
“Junsu menghubungiku
berkali-kali, tapi aku masih belum siap. Kyuhyun dan Changmin sampai memohon
kepadaku untuk bertemu dengan mereka. Dan aku juga membuat Umma dan Appa
menangis. Ini lebih buruk daripada masa-masa saat tinggal bersama Keybum
Ahjumma”
“Meow”
Ya, terus saja mengeong. Desis Jaejoong kesal.
Pria cantik itu melepaskan pelukannya pada Jiji, ia meletakkan kucing
kecil itu di atas lantai sementara dirinya kembali berbaring asal di atas
ranjang.
Aah, ia butuh mandi.
DDRRTT….DDDRRTT…
Jaejoong mengernyit, melirik ponselnya yang bergetar panjang di atas
meja nakas.
Ia bertelungkup dan mengambil ponselnya, mengerutkan dahi melihat
sederet nomor tak dikenal tertera di sana.
“Yeoboseyo?” Sapanya ragu.
Semoga ini bukan Junsu, Changmin atau Kyuhyun.
Ah, atau parahnya lagi, Yunho.
“Yeoboseyo, dengan Jung Jaejoong?”
DEG.
Jaejoong mengerjapkan matanya.
Hatinya membuncah, lama sekali ia tidak mendengar marga itu pada
dirinya.
“Ya? Dengan siapa ini?”
“Choi Minho, pengacara dari Jung Kibum dan Jung Siwon, kau tidak
melupakanku kan?”
Oh!
Mata besar Jaejoong membulat.
Ia segera duduk tegap dan mengangguk walaupun Minho tidak bisa melihatnya.
“Beberapa waktu yang lalu aku mendatangi apertemenmu, tapi kau tidak ada
di sana”
“A-ada apa, Minho-ssi?”
“Kurasa lebih baik kita membicarakannya secara langsung, ini perihal
seluruh aset milik Jung Siwon yang diturunkan kepadamu”
“Apakah Yunho menghubungimu?”
“Ya, pagi tadi ia menelepon, dan aku harap kita bisa bertemu sore ini di
apertemenmu”
“Eh…Um…Kau keberatan kalau kita
bertemu di café saja? Kebetulan aku belum makan siang”
“Baiklah, kirimkan saja alamat cafenya, aku akan menunggu di sana”
“Ya, terima kasih…”
KLIK.
Sambungan itu terputus.
Dan Jaejoong bungkam di tempat.
Bertanya-tanya kejutan apalagi yang sedang menantinya.
-------
Jantungnya berdebar begitu kencang.
Ia sudah menghabiskan dua gelas jus apel ketika mata besarnya menangkap
sosok pria berpakaian formal dengan rambut brunette-nya
yang ditata sedemikian rupa.
Ia tampak tampan dan mempesona.
Choi Minho melihatnya melambaikan tangan, pria bermata kodok itu mengangguk
dan tersenyum tipis.
Kemudian ia duduk di hadapan Jaejoong.
“Maaf, aku terlambat” Ujar pria
bermata kodok itu membuka percakapan.
Jaejoong menggeleng, tersenyum tipis seolah menunjukkan kalau ia ingin
segera membahas topik utama.
Dan Minho bukan pria bodoh.
Ia balas tersenyum.
“Kau ingat tentang isi wasiat
mendiang Jung Siwon kepadamu?” Tanya Minho.
Jaejoong berdehem, ia mengangguk setelahnya.
“Ya, bahwa ia menjatuhkan
seluruh hartanya kepadaku, tapi saat itu aku belum cukup dewasa”
“Pamanmu mengambil alih untuk
mengelola perusahaan, tapi ia memberikannya kepada putranya karena pria itu
mampu”
“Ya, kita semua tahu ia mampu”
“Aku mendengar dari Yunho kalau
kau mengalami masa sulit belakangan ini saat aku menghubunginya dan membahas
mengenai pengalihan aset milik Jung Siwon”
“Uhm…Maksudnya?”
Minho tersenyum tipis.
“Kau sudah cukup dewasa ketika
paman dan bibimu melepaskanmu untuk hidup mandiri, di mana seharusnya saat itu
juga perusahaan yang telah dikelola oleh paman dan sepupumu diserahkan kembali
kepadamu”
“Uhm…Ya…”
“Saat itu aku dan Yunho sudah
mengurus beberapa berkas pengembalian hakmu, tapi kau mengalami kecelakaan, itu
yang tadi pagi Yunho katakan kepadaku”
Jaejoong mengangguk.
Ia meremas tangannya.
“Jadi, intinya, sekarang kau
akan mengembalikan semuanya kepadaku?”
“Ya, Jung Jaejoong, kemarin
Yunho sudah hengkang dari perusahaanmu, ia sudah kembali bekerja di bawah
perintah ayahnya”
Oh.
Jaejoong mengangguk.
Ia sedikit kecewa mengetahui setelah ini ia tidak akan lagi bisa melihat
wajah tampan itu.
“Aku hanya membawa beberapa
berkas pengalihan untuk kau tanda tangani, tapi satu surat penting yang
mengesahkan pemindahan aset ada pada Yunho” Jelas Minho lagi.
DEG.
Jaejoong terkejut.
“Yunho ingin menyampaikannya
kepadamu secara langsung, itu permintaannya kepadaku”
Minho tidak berkata apapun lagi setelah itu.
Ia hanya memperhatikan Jaejoong yang terlihat kaget, tapi beberapa saat
kemudian pria cantik itu segera menandatangani beberapa berkas yang dibawa
Minho bersamanya.
Pertemuan itu cukup singkat, tidak sampai satu jam Minho sudah beranjak
meninggalkannya seorang diri.
Jaejoong termenung.
KLING KLING.
Pintu café itu terbuka dengan suara lonceng yang berbunyi nyaring.
Tapi Jaejoong masih terlalu sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri
hingga ia tidak menyadari kini ketiga pemuda yang memasuki café tersebut sudah
duduk di hadapannya.
Namja cantik itu berjengit kaget ketika Junsu menyentuh tangannya yang
berada di atas meja.
Sepasang mata bulatnya membesar.
Ia kembali terkejut untuk yang kesekian kalinya.
“Hyung” Panggil Junsu, Kyuhyun
dan Changmin kompak.
Jaejoong tidak menyahut.
Ia hanya memandangi ketiganya bergantian.
Mendadak matanya terasa panas.
Ia benci dirinya yang lemah.
Sial.
“Seharusnya ini mudah untukmu
karena kau sudah mengingat semuanya. Tentang Yunho dan keluarganya yang terus
menyakitimu selama bertahun-tahun dan keinginanmu untuk membunuh dirimu sendiri
karena pria arogan itu” Ujar Junsu tanpa basa-basi.
Kyuhyun dan Changmin mendelik, hei! Bukan seperti ini pembicaraan yang
mereka rencanakan! Seharusnya Junsu meminta maaf kepada Jaejoong, bukan
mengungkit hal yang semakin memancing amarah pria cantik itu!
“Ya, Junchan” Sahut Jaejoong
lirih, berusaha menahan emosinya.
Junsu meremat jemari Jaejoong.
“Kalau begitu kenapa kau marah?
Aku mencoba untuk membuatnya merasakan penderitaanmu, Hyung” Sambung Junsu
lagi.
“Ia mencintaiku, Kim Junsu”
Bisik Jaejoong dengan gigi yang bergemelutuk.
Ketiga pemuda itu terdiam.
“Ya, dan ia tidak akan pernah
mengaku tentang perasaannya kepadamu kalau kau tidak hilang ingatan dan tidak
dengan posisi akan menikah dengan Changmin”
DEG.
Jaejoong tertohok.
Tersudutkan.
Seolah hatinya ditusuk oleh anak panah.
Perkataan Junsu sungguh menampar sisi naifnya.
Kyuhyun tercekat saat air mata Jaejoong berhasil lolos.
Tapi pria cantik itu hanya diam.
Bungkam merapatkan bibirnya.
Tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya untuk membantah Junsu.
Tidak, pria manis itu benar.
Seluruh perkataannya seratus persen benar.
Yunho tidak akan pernah mengaku kalau semua ini tidak terjadi.
Oh, sial.
Betapa menyedihkannya ia.
“Hyung, aku sama sekali tidak
pernah bermaksud untuk menyakitimu, Umma dan Appa. Aku hanya ingin ia merasakan
pembalasan yang setimpal…Aku menyayangimu Hyung, kami semua sayang padamu” Ujar
Junsu lagi.
Kali ini suaranya terdengar serak.
Dan Changmin meremat tangannya yang tersembunyi di bawah meja.
“Maafkan aku, Hyung….”
Itu permintaan telak Junsu untuknya.
Jaejoong mengangkat wajahnya.
Balas menatap lurus sepasang mata sipit Junsu yang memerah.
Dalam hati merasa lega karena pria manis berhati dingin itu telah
mengalah dengan egonya.
Jaejoong melepaskan genggaman tangan Junsu di atas tangannya.
Kemudian ia bersandar pada sandaran kursinya.
Menghela nafas panjang seraya mengusap pipinya yang basah.
Mata besarnya melirik sekilas ke arah jendela.
Berusaha menahan perasaannya yang membuncah.
Cepat atau lambat segalanya memang harus diselesaikan.
Semua ini hanya masalah waktu.
Dan Jaejoong tahu tidak baik membiarkan masalah ini berlarut-larut
begitu lama.
Pria cantik itu kembali memandang ketiga dongsaengnya.
Ia bangkit dari duduknya dan mencondongkan tubuhnya, kemudian dalam
sekejap mata ia memukul ketiga kepala yang ada di hadapannya.
Membuat Junsu, Kyuhyun dan Changmin mengaduh tidak siap.
“Itu hukuman untuk kalian
bertiga! Jangan berani mengulanginya lagi, mengerti?!” Desisnya kemudian.
Ketiga pemuda itu tertegun.
Masih mengusapi kepala mereka yang berdenyut-denyut.
“Hyung…Memaafkan kami?” Tanya
ketiganya kompak.
Jaejoong mendesah pendek.
“Bagaimanapun juga kalian adalah
keluargaku, bayar makananku dan tidak ada lagi perasaan kesal untuk kalian
bertiga” Ujar Jaejoong telak.
Ketiganya melebarkan senyum.
“Kami akan menjemputmu besok
Hyung, Umma dan Appa sudah merindukanmu” Ujar Kyuhyun.
“Ya, aku akan berkemas” Sahut
Jaejoong lirih. Dengan senyuman tipis yang tersamarkan.
Kalau saja Junsu dan Changmin tidak peka, mereka tidak akan menyadari
gerakan itu.
-------
Jalan setapak ini tidak pernah berubah.
Segalanya masih tampak sama di mata Jaejoong.
Namja cantik itu tersenyum kecil.
Heuh, memangnya dia menghilang selama bertahun-tahun?
Pria itu merasa geli sendiri dengan sikap konyolnya.
“Jae!”
Pria cantik itu menoleh, tersenyum dan melambaikan tangannya yang
memegang sebuket bunga lili yang cantik kepada pria paruh baya yang tampak
duduk di bawah pohon rindang tidak jauh darinya.
“Lama tidak bertemu, Kakek Cha!”
Teriaknya.
Pria tua itu mengangguk.
Jaejoong bisa melihatnya tertawa.
Ah, ia akan menemui pria tua itu nanti.
Setelah urusannya selesai.
Jaejoong kembali melangkah, memperhatikan rumput-rumput hijau yang
tampak segar menghampar di seluruh mata memandang.
Dadanya berdebar, lama tidak bertemu dengan Umma dan Appa nomor satunya.
Beberapa langkah cepat yang Jaejoong ambil kemudian menjadi pelan.
Dahinya mengernyit menyadari ada seseorang yang berdiri di sana.
Di hadapan kedua orang tuanya.
Oh—Jaejoong tidak pernah lupa dengan postur tubuh itu.
Rambut cokelatnya, dan jas hitamnya.
Jaejoong tidak pernah salah.
Itu Yunho.
Air mata Jaejoong jatuh tanpa disadari.
Pria cantik itu tidak pernah rela melihat Yunho datang mengunjungi ayah
dan ibunya.
Pria kejam itu terlalu kotor untuk berhadapan dengan Siwon dan Kibum.
Jaejoong bergerak, seolah termakan oleh amarahnya ia menghampiri
punggung pria tampan itu dan ter-engah di sana.
Yunho terkejut.
Telinganya mendengar suara deru nafas yang tidak teratur tepat di
belakang punggungnya.
Dadanya berdebar-debar.
Sepertinya ia tahu siapa yang datang.
Bukankah ia sudah memperkirakan hal ini eh?
PLAKK!
Namja tampan itu terkejut ketika ia berbalik sebuah tamparan memukul
keras pipinya.
Mata musangnya menatap tidak percaya sosok Kim-Jung-Jaejoong yang terlihat
begitu dikuasai emosi di hadapan matanya.
“Itu untuk penolakanmu
terhadapku” Desis Jaejoong dengan air matanya yang berjatuhan.
PLAKK!
Hatinya terasa panas.
Tapi Yunho tidak melawan.
Seolah menerima hukuman yang diberikan Jaejoong kepadanya.
“Itu untuk perlakuan ibumu
terhadapku” Sambung namja cantik itu lirih.
PLAKK!
Lagi, dan Yunho masih bergeming.
“Itu…Itu untuk perasaanku yang
kau hancur leburkan!” Pekik Jaejoong lepas kendali.
PLAKK!
“Dan itu untuk kebohonganmu!
Semua kebohongan yang mengalir dari mulut kotormu!!” Jerit Jaejoong dengan
wajahnya yang sudah sangat memerah.
Air matanya tidak terbendung lagi.
Kemudian tangisnya pecah.
Mata kiri Yunho meneteskan air mata.
Tapi bibirnya tetap bungkam.
Ia hanya memperhatikan Jaejoong yang meraung di hadapannya.
Pria tampan itu bisa merasakan pipinya berdenyut-denyut perih.
Dan sudut bibirnya yang terasa basah dan sakit.
Yunho mencengkram kedua bahu Jaejoong.
Membuat namja cantik itu terkejut akan perlakuannya.
Dan sepasang mata bulat penuh duka itu membesar saat melihat mata Yunho
yang menyiratkan penyesalan, sakit, dan luka.
“Tampar aku Jae! Pukul aku!
Jangan berhenti! Kembalikan semua rasa sakit yang kuberikan kepadamu!” Seru
namja tampan itu mengguncang tubuh Jaejoong.
Tenggorokan Jaejoong tercekat.
Nafasnya terasa sesak.
Yunho yang arogan dan penuh ego itu telah lenyap entah ke mana.
Yang ada di hadapannya saat ini hanyalah Yunho yang putus asa.
Dan Jaejoong tidak sanggup lagi menahan sakit hatinya.
Pria cantik itu memukul dada bidang Yunho dengan keras.
Ia memukul bahu Yunho, lengannya, dan beberapa kali memberinya tamparan.
Tapi setelah itu Jaejoong menyerah.
Menyerah ke dalam pelukan pria tampan itu.
Membiarkan tangisnya kembali pecah ketika Yunho balas memeluknya,
melingkupinya dengan perasaan yang membuncah.
Seolah tidak ingin namja cantik itu menghilang dari pandangannya lagi.
“Aku masih ingin memukulmu! Aku
akan membuatmu mati kehabisan darah!!” Jerit Jaejoong teredam oleh dada bidang
Yunho.
Pria tampan itu merasakan sekujur tubuhnya sakit.
Terutama bibirnya yang sobek.
Ia meringis saat darahnya menetes membasahi dagunya.
Tapi ia tidak peduli.
Yunho mendongakkan wajahnya, mencoba untuk menahan agar air matanya
tidak keluar lebih dari ini.
Dan ia mengusap punggung Jaejoong yang bergetar hebat dalam pelukannya.
“Aku mencintaimu, Kim
Jaejoong…Aku mencintaimu…” Bisiknya selembut kapas, tepat di telinga namja cantik
itu dan terus mengulangnya sampai getaran pada tubuh Jaejoong menghilang.
Yunho sudah akan mengira kalau Jaejoong telah pingsan di dalam
pelukannya kalau saja namja cantik itu tidak menggigit bahunya dan meringis
dengan suara yang teredam.
“Pulanglah…Aku akan menemuimu
besok” Bisik Jaejoong lirih.
Yunho bergeming.
Masih mencoba untuk mendapatkan pelukan hangat dari pria cantik ini.
Tapi beberapa saat kemudian ia melepaskan pelukannya.
Jaejoong mendongak, menatapnya dengan wajah yang terlihat kacau.
Hingga pria tampan itu ingin tersenyum saat ini.
Tapi ia menahannya dengan sekuat tenaga.
Belum waktunya, pikirnya dalam hati.
Pria cantik itu seolah sedang berdebat dengan kepalanya.
Menit selanjutnya ia menghela nafas panjang.
Lalu berjinjit untuk memberikan kecupan lembut tepat di bibir seksi
Yunho.
Berusaha untuk tidak merasa bersalah ketika pria tampan itu berjengit
merasakan perih di bibirnya yang terluka.
Kemudian Jaejoong melewati Yunho, berlutut di depan kedua orang tuanya,
setelah tersenyum kecut menyadari bunga lili yang dibawanya sedikit rusak
karena terjatuh.
Jaejoong mendengar langkah kaki Yunho yang menjauh.
Dan ia berusaha menahannya.
Sebentar saja.
“Yunho”
Yunho berhenti.
Tapi tidak menoleh.
Hanya diam menatap gerbang besar yang ada di ujung sana.
“Aku juga mencintaimu, sejak
dulu…”
Dada Yunho berdesir hangat.
Ia tidak bisa menahan perasaannya yang membuncah.
Pria tampan itu mengepalkan jemarinya dan kembali melanjutkan langkah
kakinya.
Sebuah senyum tidak lepas dari wajah memarnya.
Setidaknya ini setimpal, pikirnya.
BRUKK.
Jaejoong merebahkan dirinya di antara kedua gundukan rumput hijau itu.
Ia mendesah panjang seraya menatap langit-langit yang mulai senja.
Kemudian ia berbaring miring.
Menghadap Jung Kibum.
Mengerang lirih seraya mengusapkan tangannya di atas rerumputan lembut
itu.
“Joongie rindu…” Bisiknya.
Setelah sekian tahun ia bersahabat dengan rasa sakit, akhirnya tiba juga
saatnya untuk bernafas lega.
Jaejoong tahu setelah ini masih ada kemungkinan untuknya bertemu kembali
dengan perasaan itu.
Mengingat Jung Keybum yang sudah pasti menentangnya dan Yunho habis-habisan.
Jaejoong terkekeh geli membayangkan hal itu.
Namja cantik itu menghembuskan nafas panjang.
Ia kembali berbaring telentang.
Dengan kedua tangan yang menyampir di sisi Siwon dan Kibum.
Berimajinasi seolah sepasang suami istri itu ada untuk menggenggam
jemarinya.
Jaejoong tersenyum tipis.
Tapi kalau suatu saat nanti rasa sakit itu datang kembali menemuinya, ia
tidak akan gentar.
Tidak akan lemah lagi seperti dulu.
Karena ia akan menyapanya sebagai teman lamanya.
Dan lagi, ada banyak orang yang akan melindunginya setelah ini.
Ya, Jaejoong tidak takut.
END.
-Kim Jaejoong, Rotten Love-
Sequel please!!!!!
BalasHapusAku udah baca ini FF 3 kali dan sedihnya masih berasaaaa. shella kalau biki FF emang kece bgt!
Semangat terus nulisnya yaaaa 👍🏻👍🏻👍🏻
Berdarah darah hati ini baca nya (lebay bgt) aduh pengen mukulin yunho juga deh rasa nya.. yg udh nyakitin jae berlipat2.. nyatain cinta nya TELAT banget deh.. my junjun di beberapa ff shella terakhir ini karakter nya beda dr biasa nya yg imut polos dan slalu tertindas, jd ga imut lg deh lol
BalasHapusFighting shella! Di tunggu ff selanjut nya :)
Hutang sequel ya author... hehe bagus banget cerita nya i like it..
BalasHapus