PART 3.
Seoul, a few years later.
Jaejoong menghela nafas panjang.
Ia berkacak pinggang di depan pintu kamar kecilnya.
Akhirnya hari ini tiba, gumamnya menyimpan senyum.
Ia sudah membeli sebuah apertemen di dekat kantor Appanya yang kini dikelola oleh Jinki.
Oh, tidak sepenuhnya diambil alih oleh pria bermata bulan sabit itu.
Yunho ada di sana menggantikan posisinya.
Tapi Jaejoong tidak peduli.
Yang ia tahu ia akan pindah hari ini juga.
Sungguh melegakan.
Tidak akan ada lagi sindiran atau teriakan dari Jung Keybum di telinganya.
Namja cantik itu mengambil tas terakhirnya dan menatap keseluruhan kamar sempit itu.
Kemudian ia menutup pintu tersebut dan berjalan menuju pintu depan.
Seluruh anggota keluarga yang ada di rumah ini sudah mengetahui mengenai kepindahannya.
Jung Jinki sempat menolak, tentu saja.
Ia menyukai keberadaan namja cantik itu.
Tapi sayangnya tidak dengan kedua anggota keluarga yang tersisa.
Keybum terlihat tidak keberatan sama sekali dengan pindahnya Jaejoong.
Dan Yunho, oh, ia tidak peduli.
Namja cantik itu membuka pintu mobil kesayangannya dan memasukkan tas miliknya di jok belakang.
Mobil yang ia beli dengan jerih payahnya sendiri.
Jaejoong masih belum bisa mengambil alih perusahaan yang ditinggalkan oleh Siwon untuknya.
Namja cantik itu hanya kerja magang di sana, setidaknya seperti itu yang Yunho katakan kepadanya.
Mobil berwarna putih itu tidak langsung menuju kawasan apertemen, melainkan berhenti di sebuah gerbang besar yang megah.
Jaejoong segera beranjak turun dari mobilnya dan berjalan memasuki pemakaman tersebut.
Mata besarnya mengerjap menangkap dua nisan abu-abu yang saling berdampingan di hadapannya.
“Umma, Appa” Sapa Jaejoong dengan senyuman yang telah lama hilang.
Namja cantik itu mendudukkan dirinya di antara kedua makam tersebut, ia bersila dengan santai dan mengusap lembut rumput segar yang tumbuh di atas gundukan tanah itu.
“Hari ini Joongie pindah, Jinki Ahjussi melarang Joongie, tapi Joongie berhasil meyakinkan Ahjussi kalau Joongie sudah cukup besar untuk tinggal seorang diri” Adunya.
Jaejoong mengangguk pelan dengan senyum tipis ketika penjaga pemakaman berambut putih itu melintas tidak jauh darinya.
Pria tua bernama Cha Mu Won.
Namja cantik itu kemudian mendongak menatap langit yang tampak berawan hari ini.
Ia mendesah pendek dan merebahkan dirinya di atas rerumputan itu, di antara kedua nisan tersebut.
“Joongie lelah Umma” Bisik Jaejoong seraya menatap awan-awan yang bergumpalan di atas sana.
Jemarinya bergerak pelan mengusap rerumputan itu.
“Joongie tidak punya tujuan hidup..Umma meminta Joongie untuk hidup bahagia? Kebahagiaan Joongie sudah tidak ada lagi sejak Joongie ditinggal sendirian..Yunnie Hyung—Yunho Hyung juga berubah”
Mata bulat itu terpejam.
Helaan nafas kembali keluar dari celah bibir ranumnya.
“Ia tidak lagi sama, jauh berbeda dengan yang dulu..Matanya selalu terlihat dingin dan kejam..Segala tutur katanya menjadi tajam..Yunho Hyung yang sekarang, hanya bisa menyakiti Joongie”
Jaejoong bergerak menyamping, memeluk gundukan tanah yang telah dirimbuni oleh rerumputan hijau.
Mata besarnya mulai basah.
“Umma, peluk Joongie” Isaknya lirih.
Ia lelah.
Ia lelah menjalani semuanya seorang diri.
.
.
.
“Aku sudah mengajukan cuti, Taemin ah”
“Ya, Jaejoongie, aku tahu itu, tapi Direktur ingin kau membuat laporan keuangan sekarang juga”
“Itu bukan bagianku, semua orang juga tahu kalau itu pekerjaan yang seharusnya dilakukan Chaerin”
“Jae, please, kau tahu seperti apa seorang Jung Yunho jika ia marah”
“Baiklah, aku akan sampai lima belas menit lagi”
“Aku menunggu, hati-hati di jalan”
KLIK.
Namja cantik itu menghembuskan nafas panjang.
Ia mengusap wajah cantiknya frustasi.
Apalagi eoh?
Jung Yunho itu, tidak bisakah ia melihat orang lain senang sebentar saja?
Ck!
Jelas-jelas pria menyebalkan itu sudah menyetujui surat cutinya!
“Aish!”
Jaejoong mengerang kesal di atas ranjangnya.
Ia beranjak bangun dan menunduk menyadari kucing barunya, Jiji, bergerak cepat dan bergelung nyaman di pangkuannya.
Jaejoong tersenyum tipis.
“Tidak sekarang, Jiji, Jung Yunho manusia paling egois sedunia itu kembali berulah hari ini” Gerutunya seraya menyingkirkan Jiji ke samping.
Kucing Russian Blue itu mengeong manja.
Jaejoong mengambil jas hitamnya dan segera merampas kunci mobilnya yang diletakkan di atas nakas.
Pria cantik itu mengunci pintu apertemennya dan segera bergegas menuju perusahaan miliknya yang dikelola oleh Yunho.
“Kau terlambat”
Namja cantik itu menahan nafasnya ketika Yunho dengan kejamnya menatap tajam kedua mata bulatnya yang bening.
Pria tampan itu mengetukkan jemarinya di atas meja.
“Ada pembelaan, Jung Jaejoong?” Tanya namja tampan itu menaikkan alisnya.
Jaejoong membuka mulutnya, tapi kemudian ia memutuskan untuk diam.
Membuat Jung Yunho menggertakkan giginya tanpa sadar.
Cih!
Apa yang salah? Selalu seperti itu! Selalu menahan diri untuk berbicara!
“Aku bertanya” Lanjut Yunho semakin memicingkan mata musangnya.
Jemari Jaejoong mengepal erat.
Mencoba menahan diri agar tidak melewati batas.
Kedua mata besarnya telah berkaca-kaca sekarang.
Jantungnya mulai berdebar-debar.
“Aku…cuti”
Eoh?
Yunho mendengus.
Sangat tidak puas dengan jawaban namja cantik itu.
Tidak, ia masih belum puas.
Jemarinya kembali bergerak, mengetuk permukaan meja seolah memberitahu Jaejoong kalau ia masih ingin mendengar lebih.
“Aku…”
Jaejoong menjilat bibirnya yang terasa kering.
“Aku sedang dalam masa cuti…dan…laporan keuangan…itu…bukan tugasku…Sajangnim” Ucapnya terbata-bata.
Jemarinya mulai bergetar ringan.
Yunho menyunggingkan seringai tipis tanda ia puas.
Namja tampan itu mengangguk dan menggoyangkan kursi putarnya pelan.
“Mulai sekarang itu adalah tugasmu” Ucapnya tegas.
Seringainya mulai tampak, menunggu reaksi Jaejoong yang ia tunggu-tunggu.
Oh, ia sungguh tidak sabar melihat namja cantik itu meledak-ledak seperti ia masih menjadi dirinya dulu.
“Oh…Baiklah”
DEG.
Yunho tertegun.
Mata musangnya mengerjap tidak percaya.
Mwo? Reaksi macam apa itu?!
Namja tampan itu menggeram kesal dan mengetuk meja dengan kepalan tangannya.
Dahinya mengerut.
“Laporan investasi saham dan laporan ekspor perusahaan juga menjadi tugasmu mulai sekarang!” Ujarnya kesal.
Huh, sekarang ia pasti akan meledak, pikir Yunho puas.
Tapi Jaejoong tidak bergeming dari tempatnya.
Ia masih diam dengan wajah datarnya walau kedua mata besarnya telah berkaca-kaca.
“Aku mengerti, Sajangnim”
Wajah Yunho mulai keruh.
Tapi Jaejoong tidak peduli, namja cantik itu sudah lebih dulu menundukkan wajahnya dan beranjak keluar dari ruangan Yunho.
BRAKK!
Namja tampan itu menggebrak meja dengan penuh amarah.
Ia benci! Ia tidak suka melihat wajah itu! Sikap menjijikkan itu sungguh mengganggunya!
Bertahun-tahun sudah ia mencoba, tapi Yunho tidak pernah lagi melihat Jung Jaejoong yang meledak-ledak penuh emosi di hadapannya, Jung Jaejoong yang memiliki tingkah yang unik.
Tidak lagi.
Sementara itu Jaejoong berhasil melarikan diri menuju toilet dan mengunci dirinya di dalam sana.
Ia terduduk lemas di atas kloset dan menutup mulutnya dengan tangannya.
Air matanya merembes pilu.
Ia bergetar ringan.
Membenci dirinya yang begitu merindukan Yunho.
Membenci dirinya yang masih mencintai namja tampan itu.
“Kau menjijikkan, Jung Jaejoong…Hiks…Kau menjijikkan…” Rintih Jaejoong meringkuk.
Ia harus mengontrol dirinya agar tidak lepas kendali.
Jangan sampai Yunho memintanya untuk menjauh seperti yang pernah namja tampan itu lakukan padanya dulu.
Ia tidak akan kuat.
TOK TOK TOK.
DEG.
Jaejoong terkejut.
Ia refleks menahan nafasnya dengan kedua mata yang membesar sempurna.
“Jaejoongie? Kau di dalam? Kau baik-baik saja?”
Oh, itu Taemin.
“Ne, gwenchana”
“Chaerin sudah mengantarkan berkas yang harus kau rangkum di mejamu”
“Arasseo”
“Aku akan makan siang, kau ikut?”
“Tidak”
“Baiklah”
Deru nafas Jaejoong berangsur normal.
Ia menekan pintu toilet dan mengusap wajahnya.
Setelah memastikan emosinya kembali stabil, namja cantik itu segera pergi meninggalkan toilet.
Ah, ia harus lembur malam ini.
Dan malam-malam selanjutnya.
Jaejoong memijat pelipisnya.
-------
“Selamat atas pernikahanmu, Changmin, maaf aku tidak bisa hadir”
Namja imut bermata dingin itu tampak bersandar di dinding apertemen mewahnya.
Ia sedang menikmati pemandangan malam kota Seoul dari jendela kaca itu.
“Yah, masih belum kutemukan, kau tahu ada banyak sekali marga Kim di sini”
Junsu menghela nafas, mendengar dengusan dari seberan sana.
“Dan nama Jaejoong juga tidak hanya satu, aku memerlukan alat yang lebih canggih lagi, sepupu”
TOK TOK TOK.
Junsu menoleh, ia mendengar suara ketukan di pintu apertemennya.
Namja imut itu segera berjalan mendekati sumber suara.
“Ya, aku akan menunggu, katakan pada ibuku aku akan mengunjunginya akhir bulan nanti seperti biasanya, oke, bye”
CKLEK.
Junsu menemukan seorang pengantar pizza di hadapannya.
Gadis manis itu tersenyum kepadanya.
Tapi Junsu tidak menanggapi.
Ia segera memberikan bayaran gadis tersebut dan mengambil kotak pizzanya.
Kemudian ia menutup pintu begitu saja.
Membuat gadis bertopi itu menggerutu kesal.
“Ck, wajahnya sama sekali tidak sebanding dengan sikapnya”
.
.
.
Jung Yunho masih bertahan pada posisinya saat ini.
Berdiri diam di depan pintu seraya mengamati sesosok namja cantik yang telah tumbuh menjadi pria paling mempesona yang pernah ia temui.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi.
Tapi namja cantik itu sama sekali tidak terlihat lelah.
Yunho tahu ia keterlaluan.
Mungkin ia sendiri tidak akan sanggup mengerjakan tugas-tugas itu sekaligus.
Tapi ia bisa apa?
Seorang Jung Yunho yang ber-ego tinggi itu menarik kembali ucapannya? No way.
Jaejoong masih mengerjakan laporan-laporannya dengan serius.
Raut lelah kentara sekali di wajahnya.
Ia bahkan melewatkan makan siang dan makan malamnya.
Jaejoong harus bergegas pulang, Jiji pasti sudah kelaparan menunggunya.
Ia tidak boleh membuat kucing kecil itu mati, tidak.
Tidak akan ada lagi yang boleh meninggalkannya sendirian.
“Sajangnim, kau belum pulang?”
Yunho dan Jaejoong kompak terkejut dan menoleh ke sumber suara.
Namja tampan itu menatap datar Karam Kim yang ada di sampingnya.
Sementara Jaejoong menahan nafasnya.
Apakah Yunho sudah ada di sana sejak tadi?
Dan apa yang dilakukan sekretaris centil itu di sini?
Jaejoong sangat mengenal pria yang mirip dengannya itu, Karam selalu pulang lebih awal dari karyawan lain, mengingat Yunho memiliki dua sekretaris cadangan termasuk dirinya.
Yunho menyadari Jaejoong memerhatikannya saat ini.
Ia tersenyum samar.
“Pekerjaanku cukup banyak hari ini, kau sendiri? Bukankah biasanya kau pulang pukul lima sore?”
Karam tersenyum kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Membuat Jaejoong merasa jengah.
“Uhm, aku ingin mengajakmu makan malam tadinya, aku meminta satpam untuk menghubungiku kalau kau sudah pulang, tapi aku tidak menerima pesan apapun, jadi aku memutuskan untuk kembali ke sini dan ternyata kau belum pulang”
Namja cantik itu mencengkram erat pulpennya.
Ia mendengus, dasar penjilat, pikirnya kesal.
Mata besarnya menatap kedua namja yang berdiri di pintu itu dengan kilatan cemburu.
Dan Yunho menyadari hal itu.
“Jadi kau belum makan sampai sekarang? Kau bisa sakit, Karam”
Dada Jaejoong memanas mendengarnya.
Ia bisa melihat tangan Yunho yang kini menggenggam jemari namja centil itu.
“Ne, dan Sajangnim juga belum makan bukan? Aku bisa menghangatkan makan malam yang sudah kusiapkan di apertemenku” Ujar Karam tersenyum.
“Kau memasak?” Tanya Yunho menaikkan alisnya.
Karam mengangguk.
“Baiklah, ayo kita pergi sekarang, sudah gerimis, lebih baik kita bergegas sebelum hujan turun dengan deras” Ajak Yunho mencium tangan namja berambut hitam itu.
Karam terkejut mendapati balasan menyenangkan dari Yunho.
Ia tersenyum manis dan mengangguk.
Kemudian ia mengikuti langkah namja tampan itu setelah melambai dengan senyuman lebar kepada Jaejoong.
PRAK!
Namja cantik itu tersentak ketika menyadari pulpen kesayangannya telah patah.
Oh, ia sungguh dibakar rasa cemburu.
Jaejoong menekan wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Mencoba menghembuskan nafas dengan teratur dan menahan dirinya.
Tidak mengacuhkan air matanya yang terasa panas di pipinya.
Sial!
Yunho sengaja melakukannya!
Kepala Jaejoong terasa berdenyut-denyut ringan, namja cantik itu menyimpan semua laporannya dan mematikan laptopnya.
Mengambil kunci mobilnya setelah memastikan segalanya tertinggal dalam keadaan rapi.
Pria cantik itu merasakan dadanya sesak.
Perasaan seperti ini sungguh menyiksanya.
Ia benci dirinya yang sungguh mencintai pria arogan itu.
Jaejoong memasuki mobilnya dan membanting pintu tersebut kasar.
Namja cantik itu menggigit bibirnya berusaha menahan sakit yang bergejolak di dalam perutnya.
Asam lambungnya naik, dan ia tersiksa.
Mobil putih itu melaju menembus hujan.
Berkali-kali tangan putih itu menepis air mata yang membasahi wajahnya.
Nafasnya menderu tidak tenang.
Setelah menempuh perjalanan singkat, ia menghentikan mobilnya di depan gerbang dengan tinggi menjulang.
Jaejoong tidak peduli pukul berapa ini dan cuaca buruk yang sedang bergelora di atas sana.
Yang ia tahu ia butuh kedua orang tuanya.
Pria cantik itu basah kuyup.
Tangisnya pecah ketika ia berlutut di atas tanah rumput basah dan memeluk erat nisan Jung Kibum yang tertanam kuat.
“Joongie lelah, Umma…” Isak Jaejoong disela hujan.
Bibir ranumnya mulai memucat.
Tubuhnya gemetar kedinginan.
Ia menjatuhkan tubuhnya di celah antara kedua gundukan rumput basah itu.
Memiringkan tubuh ringkihnya memeluk erat makam Jung Kibum.
Mata bengkaknya memejam, bibirnya terus bergetar.
“Bawa Joongie…Joongie mau ikut…” Lirihnya sedih.
Pria cantik itu terguyur hujan selama beberapa menit.
Tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda ia akan beranjak dari sana.
Membuat seorang pria tampan yang berdiri tidak jauh dari sana mencengkram erat payungnya.
Mata musangnya tidak berkedip dengan nafas yang tercekat.
Seolah kesedihan pria cantik itu menyatu dengan dirinya.
Pria tampan itu melangkahkan kakinya mendekati sosok menyedihkan itu.
Ia meninggalkan payungnya di atas rerumputan dan beralih menggendong Jaejoong yang sudah tidak sadarkan diri.
Tidak mengacuhkan jas armaninya yang telah basah, ia membawa pria cantik itu menuju rumah sakit.
Memastikan Jaejoong mendapatkan perawatan yang maksimal.
Ia menoleh ketika seorang dokter datang menghampiri dirinya.
“Lambungnya luka, ia tidak boleh telat makan lagi, lalu hipotermia ringan, pastikan ia beristirahat penuh selama tiga hari berturut-turut” Ujar dokter tersebut.
Pria tampan itu mengangguk.
Menghela nafas mendengar tidak ada hal yang terlalu serius yang terjadi pada namja cantik itu.
“Anda bisa menebus resep obatnya di apotik, tuan----”
“Yunho, Jung Yunho”
-------
Jaejoong tidak mengerti bagaimana bisa dirinya terbangun di rumah sakit dengan Jiji yang menggelung manja di sampingnya.
Yang ia tahu ia tertidur bersama Umma dan Appanya malam itu.
Namja cantik itu merintih lemas.
Kepalanya terasa sangat pusing.
Mata besarnya mengedar ke seluruh ruangan dan menghela nafas pelan.
Ia menemukan seorang wanita berpakaian putih yang sedang mengatur pemanas ruangan di dekat jendela.
“Agashi, hari apa ini?”
Suster bertopi itu menoleh ke belakang, tersenyum manis mendapati pasiennya sudah sadar.
“Hari kamis, kau tertidur selama dua hari”
“Mwo? Dua hari?!”
“Ne, dan kau bisa pulang hari minggu nanti”
Jaejoong terdiam mendengarnya.
Ia hanya menatap suster cantik itu dan membiarkan wanita tersebut beranjak dari ruangannya setelah memastikan infusnya berjalan dengan baik.
Oh, Jaejoong meringis.
Yunho pasti akan mengamuk mendapati dirinya hilang tanpa kabar seperti ini.
Namja cantik itu segera melepas infusnya dengan kasar dan mengerang sakit.
Kemudian ia mengambil Jiji, memeluk kucing cantik itu dan segera keluar dari ruangan setelah menutupi seragam pasiennya dengan jas miliknya yang tergantung di pintu lemari.
Jaejoong memanggil taksi dan bergegas memasuki kediaman apertemennya.
Ia bertanya-tanya siapa yang telah melakukan ini semua.
Bahkan mobilnya sudah terparkir rapi seperti sediakala di parkiran.
Pria cantik itu melepaskan Jiji di ruang tengah, kemudian ia memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Setengah jam kemudian ia siap untuk kembali masuk ke kantor.
“Jangan nakal, Jiji” Ujar Jaejoong sebelum menutup pintu apertemennya.
Ia sudah menyiapkan banyak makanan untuk Jiji di lantai dapur.
Mengingat kucing kecil itu belum makan terhitung sejak ia tidak pulang ke apertemen.
“Joongie? Kudengar kau sakit” Sapa Taemin menaikkan alisnya ketika ia mendapati Jaejoong berjalan memasuki ruangannya.
Oh, namja cantik itu tersenyum tipis.
“Hanya flu biasa, Sajangnim ada di ruangan?”
“Ya, baru saja selesai rapat pagi tadi”
Jaejoong mengangguk, ia mencetak beberapa laporan yang sudah ia selesaikan dan merapikannya, kemudian ia kembali keluar ruangan dan berjalan menuju ruangan Jung Yunho.
Ia tidak melihat Karam di meja sekretaris.
TOK TOK TOK.
“Sajangnim, berkas keuangan”
“Masuk”
CKLEK.
Jaejoong membuka pintu tersebut dan mengerjapkan mata besarnya mendapati Karam tampak berdiri di seberang meja Yunho, menunggu tanda tangan dari namja tampan itu untuk berkas penting.
Yunho melirik sekilas kepadanya.
“Karam ah, maaf untuk makan malam waktu itu” Ujar Yunho membuka suara, matanya menatap langsung kedua mata bulat Karam.
Pria berambut hitam itu tersenyum.
“Tidak apa, kita bisa melakukannya lain kali” Sahutnya.
Eoh?
Jaejoong menatap sepatunya.
Jadi mereka batal makan malam?
Namja cantik itu kembali mengangkat wajahnya ketika ia mendengar suara rintihan dari namja yang mirip dengannya itu.
Kedua mata besarnya sontak membulat mendapati Yunho yang telah menarik lengan namja berambut hitam itu dan menciumi pipinya.
“Aku benar-benar minta maaf” Ucap Yunho masih mengecupi pipi sekretarisnya dan mencumbu leher jenjangnya.
GRRT.
Jaejoong meremat erat berkas yang ada di tangannya.
Sesuatu di dalam dirinya retak, pecah berkeping-keping.
Kedua mata besarnya terasa panas.
Dadanya sesak.
Ia segera menunduk menyembunyikan wajah pucatnya.
Hatinya sakit sekali.
Kenapa Yunho melakukan hal ini kepadanya?
Bukankah namja tampan itu sendiri yang mengatakannya hal semacam itu adalah sesuatu yang menjijikkan?
Lantas kenapa?
Jaejoong memejamkan kedua matanya.
Berusaha keras menulikan telinganya dari suara-suara geli yang terlontar dari bibir Karam.
Yunho memintanya untuk melakukan ini dan itu.
Memberikannya pekerjaan yang melewati batasan tugasnya.
Mengambil hari cutinya setiap kali ia mengajukan permintaan.
Lalu apa?
Ia dibiarkan berdiam diri di sini, mendengarkan desahan menggelikan yang dihasilkan namja tampan itu kepadanya.
Bahkan hasil pekerjaannya dilirik pun tidak.
Air mata itu jatuh.
Jaejoong mulai merasakan kakinya lemas.
Demi Tuhan, ia sudah tidak kuat lagi.
Bertahun-tahun sudah, ia muak.
Ia merindukan Yunho Hyungnya yang dulu.
Ia ingin Yunho yang dulu.
Bukan Yunho yang sekarang, yang hanya bisa menyakiti fisik dan mentalnya.
Jaejoong memaksakan kakinya untuk berjalan dengan sekuat tenaga.
Dengan tangan bergetar ia meletakkan berkas laporannya yang sudah kusut di atas meja.
Ia tahu Yunho menatapnya.
Tapi ia berusaha untuk tidak peduli.
Kepalanya terasa sakit.
Dan ulu hatinya terasa perih.
Ia membenci situasi ini, di mana ia menyadari bahwa tidak ada hal yang lagi berarti di dalam hidupnya.
Berkali-kali ia berharap Yunho akan kembali seperti dulu suatu hari nanti, tersenyum manis kepadanya dan memberikannya sebuah pelukan hangat.
“Kenapa kau masih ada di sini? Kau tidak lihat aku sedang sibuk?” Cerca Yunho dengan hidung yang menyusuri pinggir telinga namja berambut hitam itu.
Jaejoong membuka kedua matanya.
Perasaannya semakin sakit, tenggorokannya tercekat hingga ia ingin muntah.
Kepalanya kembali berdenging, dengan suara-suara yang berbisik kepadanya untuk membunuh dirinya sendiri.
Ya, ia harus mati malam ini juga.
“Sudah cukup, Jung Yunho, setelah hari ini kau tidak akan lagi bisa menyiksaku” Desis Jaejoong bergetar.
Tapi Yunho tidak mendengar.
Telinganya penuh dengan suara desahan dan rintihan Karam yang dibuat-buat.
Jaejoong menutup pintu kaca itu dengan kasar.
Kemudian ia berlari meninggalkan gedung raksasa itu.
.
.
.
Jaejoong mengemudikan mobilnya dengan lamban.
Pikirannya mulai melayang-layang entah ke mana.
Sekali ia mengingat penjaga Apotek yang menatap bingung padanya saat ia membeli obat tidur dalam jumlah yang banyak.
Sekali ia mengingat nasib Jiji yang mungkin akan menderita setelah kematiannya.
Dan sekali ia mengingat wajah puas Yunho saat berita kematiannya sampai di telinga namja tampan itu.
Mobil putih itu berhenti tepat di parkiran apertemen.
Jaejoong turun dari sana dan membawa plastik belanjaannya memasuki lift.
Ketika ia sampai di kamarnya, ia menemukan Jiji sedang tertidur di atas sofa.
Jaejoong tersenyum kecil melihatnya.
Namja cantik itu berjalan memasuki dapur.
Mengeluarkan berbotol-botol pil berwarna putih, dan segelas air mineral.
Ia menuangkan banyak pil di telapak tangannya dengan wajah yang basah akan air mata.
Kemudian ia memaksakan puluhan pil itu masuk melewati tenggorokannya.
Jaejoong tersedak, beberapa pil berjatuhan di lantai.
Nafasnya mulai sesak, ia segera mengambil banyak pil dari botol lain dan memasukkannya ke dalam mulut, setelah itu ia menelan air mineral.
Memukul-mukul dadanya karena ia tidak bisa bernafas dengan baik.
Kepalanya mulai terasa berat.
Matanya berkunang-kunang.
Jaejoong melangkah mundur, kehilangan keseimbangannya.
Ia tergelincir dan jatuh dengan kepala yang membentur undakan lima puluh senti di dapurnya.
Namja cantik itu kejang-kejang, kemudian ia kehilangan kesadarannya, busa putih perlahan mengalir dari sela bibir pucatnya.
Dan darah segar mengalir dari kepalanya, membasahi lantai dapur dan lehernya.
TBC :D
Seoul, a few years later.
Jaejoong menghela nafas panjang.
Ia berkacak pinggang di depan pintu kamar kecilnya.
Akhirnya hari ini tiba, gumamnya menyimpan senyum.
Ia sudah membeli sebuah apertemen di dekat kantor Appanya yang kini dikelola oleh Jinki.
Oh, tidak sepenuhnya diambil alih oleh pria bermata bulan sabit itu.
Yunho ada di sana menggantikan posisinya.
Tapi Jaejoong tidak peduli.
Yang ia tahu ia akan pindah hari ini juga.
Sungguh melegakan.
Tidak akan ada lagi sindiran atau teriakan dari Jung Keybum di telinganya.
Namja cantik itu mengambil tas terakhirnya dan menatap keseluruhan kamar sempit itu.
Kemudian ia menutup pintu tersebut dan berjalan menuju pintu depan.
Seluruh anggota keluarga yang ada di rumah ini sudah mengetahui mengenai kepindahannya.
Jung Jinki sempat menolak, tentu saja.
Ia menyukai keberadaan namja cantik itu.
Tapi sayangnya tidak dengan kedua anggota keluarga yang tersisa.
Keybum terlihat tidak keberatan sama sekali dengan pindahnya Jaejoong.
Dan Yunho, oh, ia tidak peduli.
Namja cantik itu membuka pintu mobil kesayangannya dan memasukkan tas miliknya di jok belakang.
Mobil yang ia beli dengan jerih payahnya sendiri.
Jaejoong masih belum bisa mengambil alih perusahaan yang ditinggalkan oleh Siwon untuknya.
Namja cantik itu hanya kerja magang di sana, setidaknya seperti itu yang Yunho katakan kepadanya.
Mobil berwarna putih itu tidak langsung menuju kawasan apertemen, melainkan berhenti di sebuah gerbang besar yang megah.
Jaejoong segera beranjak turun dari mobilnya dan berjalan memasuki pemakaman tersebut.
Mata besarnya mengerjap menangkap dua nisan abu-abu yang saling berdampingan di hadapannya.
“Umma, Appa” Sapa Jaejoong dengan senyuman yang telah lama hilang.
Namja cantik itu mendudukkan dirinya di antara kedua makam tersebut, ia bersila dengan santai dan mengusap lembut rumput segar yang tumbuh di atas gundukan tanah itu.
“Hari ini Joongie pindah, Jinki Ahjussi melarang Joongie, tapi Joongie berhasil meyakinkan Ahjussi kalau Joongie sudah cukup besar untuk tinggal seorang diri” Adunya.
Jaejoong mengangguk pelan dengan senyum tipis ketika penjaga pemakaman berambut putih itu melintas tidak jauh darinya.
Pria tua bernama Cha Mu Won.
Namja cantik itu kemudian mendongak menatap langit yang tampak berawan hari ini.
Ia mendesah pendek dan merebahkan dirinya di atas rerumputan itu, di antara kedua nisan tersebut.
“Joongie lelah Umma” Bisik Jaejoong seraya menatap awan-awan yang bergumpalan di atas sana.
Jemarinya bergerak pelan mengusap rerumputan itu.
“Joongie tidak punya tujuan hidup..Umma meminta Joongie untuk hidup bahagia? Kebahagiaan Joongie sudah tidak ada lagi sejak Joongie ditinggal sendirian..Yunnie Hyung—Yunho Hyung juga berubah”
Mata bulat itu terpejam.
Helaan nafas kembali keluar dari celah bibir ranumnya.
“Ia tidak lagi sama, jauh berbeda dengan yang dulu..Matanya selalu terlihat dingin dan kejam..Segala tutur katanya menjadi tajam..Yunho Hyung yang sekarang, hanya bisa menyakiti Joongie”
Jaejoong bergerak menyamping, memeluk gundukan tanah yang telah dirimbuni oleh rerumputan hijau.
Mata besarnya mulai basah.
“Umma, peluk Joongie” Isaknya lirih.
Ia lelah.
Ia lelah menjalani semuanya seorang diri.
.
.
.
“Aku sudah mengajukan cuti, Taemin ah”
“Ya, Jaejoongie, aku tahu itu, tapi Direktur ingin kau membuat laporan keuangan sekarang juga”
“Itu bukan bagianku, semua orang juga tahu kalau itu pekerjaan yang seharusnya dilakukan Chaerin”
“Jae, please, kau tahu seperti apa seorang Jung Yunho jika ia marah”
“Baiklah, aku akan sampai lima belas menit lagi”
“Aku menunggu, hati-hati di jalan”
KLIK.
Namja cantik itu menghembuskan nafas panjang.
Ia mengusap wajah cantiknya frustasi.
Apalagi eoh?
Jung Yunho itu, tidak bisakah ia melihat orang lain senang sebentar saja?
Ck!
Jelas-jelas pria menyebalkan itu sudah menyetujui surat cutinya!
“Aish!”
Jaejoong mengerang kesal di atas ranjangnya.
Ia beranjak bangun dan menunduk menyadari kucing barunya, Jiji, bergerak cepat dan bergelung nyaman di pangkuannya.
Jaejoong tersenyum tipis.
“Tidak sekarang, Jiji, Jung Yunho manusia paling egois sedunia itu kembali berulah hari ini” Gerutunya seraya menyingkirkan Jiji ke samping.
Kucing Russian Blue itu mengeong manja.
Jaejoong mengambil jas hitamnya dan segera merampas kunci mobilnya yang diletakkan di atas nakas.
Pria cantik itu mengunci pintu apertemennya dan segera bergegas menuju perusahaan miliknya yang dikelola oleh Yunho.
“Kau terlambat”
Namja cantik itu menahan nafasnya ketika Yunho dengan kejamnya menatap tajam kedua mata bulatnya yang bening.
Pria tampan itu mengetukkan jemarinya di atas meja.
“Ada pembelaan, Jung Jaejoong?” Tanya namja tampan itu menaikkan alisnya.
Jaejoong membuka mulutnya, tapi kemudian ia memutuskan untuk diam.
Membuat Jung Yunho menggertakkan giginya tanpa sadar.
Cih!
Apa yang salah? Selalu seperti itu! Selalu menahan diri untuk berbicara!
“Aku bertanya” Lanjut Yunho semakin memicingkan mata musangnya.
Jemari Jaejoong mengepal erat.
Mencoba menahan diri agar tidak melewati batas.
Kedua mata besarnya telah berkaca-kaca sekarang.
Jantungnya mulai berdebar-debar.
“Aku…cuti”
Eoh?
Yunho mendengus.
Sangat tidak puas dengan jawaban namja cantik itu.
Tidak, ia masih belum puas.
Jemarinya kembali bergerak, mengetuk permukaan meja seolah memberitahu Jaejoong kalau ia masih ingin mendengar lebih.
“Aku…”
Jaejoong menjilat bibirnya yang terasa kering.
“Aku sedang dalam masa cuti…dan…laporan keuangan…itu…bukan tugasku…Sajangnim” Ucapnya terbata-bata.
Jemarinya mulai bergetar ringan.
Yunho menyunggingkan seringai tipis tanda ia puas.
Namja tampan itu mengangguk dan menggoyangkan kursi putarnya pelan.
“Mulai sekarang itu adalah tugasmu” Ucapnya tegas.
Seringainya mulai tampak, menunggu reaksi Jaejoong yang ia tunggu-tunggu.
Oh, ia sungguh tidak sabar melihat namja cantik itu meledak-ledak seperti ia masih menjadi dirinya dulu.
“Oh…Baiklah”
DEG.
Yunho tertegun.
Mata musangnya mengerjap tidak percaya.
Mwo? Reaksi macam apa itu?!
Namja tampan itu menggeram kesal dan mengetuk meja dengan kepalan tangannya.
Dahinya mengerut.
“Laporan investasi saham dan laporan ekspor perusahaan juga menjadi tugasmu mulai sekarang!” Ujarnya kesal.
Huh, sekarang ia pasti akan meledak, pikir Yunho puas.
Tapi Jaejoong tidak bergeming dari tempatnya.
Ia masih diam dengan wajah datarnya walau kedua mata besarnya telah berkaca-kaca.
“Aku mengerti, Sajangnim”
Wajah Yunho mulai keruh.
Tapi Jaejoong tidak peduli, namja cantik itu sudah lebih dulu menundukkan wajahnya dan beranjak keluar dari ruangan Yunho.
BRAKK!
Namja tampan itu menggebrak meja dengan penuh amarah.
Ia benci! Ia tidak suka melihat wajah itu! Sikap menjijikkan itu sungguh mengganggunya!
Bertahun-tahun sudah ia mencoba, tapi Yunho tidak pernah lagi melihat Jung Jaejoong yang meledak-ledak penuh emosi di hadapannya, Jung Jaejoong yang memiliki tingkah yang unik.
Tidak lagi.
Sementara itu Jaejoong berhasil melarikan diri menuju toilet dan mengunci dirinya di dalam sana.
Ia terduduk lemas di atas kloset dan menutup mulutnya dengan tangannya.
Air matanya merembes pilu.
Ia bergetar ringan.
Membenci dirinya yang begitu merindukan Yunho.
Membenci dirinya yang masih mencintai namja tampan itu.
“Kau menjijikkan, Jung Jaejoong…Hiks…Kau menjijikkan…” Rintih Jaejoong meringkuk.
Ia harus mengontrol dirinya agar tidak lepas kendali.
Jangan sampai Yunho memintanya untuk menjauh seperti yang pernah namja tampan itu lakukan padanya dulu.
Ia tidak akan kuat.
TOK TOK TOK.
DEG.
Jaejoong terkejut.
Ia refleks menahan nafasnya dengan kedua mata yang membesar sempurna.
“Jaejoongie? Kau di dalam? Kau baik-baik saja?”
Oh, itu Taemin.
“Ne, gwenchana”
“Chaerin sudah mengantarkan berkas yang harus kau rangkum di mejamu”
“Arasseo”
“Aku akan makan siang, kau ikut?”
“Tidak”
“Baiklah”
Deru nafas Jaejoong berangsur normal.
Ia menekan pintu toilet dan mengusap wajahnya.
Setelah memastikan emosinya kembali stabil, namja cantik itu segera pergi meninggalkan toilet.
Ah, ia harus lembur malam ini.
Dan malam-malam selanjutnya.
Jaejoong memijat pelipisnya.
-------
“Selamat atas pernikahanmu, Changmin, maaf aku tidak bisa hadir”
Namja imut bermata dingin itu tampak bersandar di dinding apertemen mewahnya.
Ia sedang menikmati pemandangan malam kota Seoul dari jendela kaca itu.
“Yah, masih belum kutemukan, kau tahu ada banyak sekali marga Kim di sini”
Junsu menghela nafas, mendengar dengusan dari seberan sana.
“Dan nama Jaejoong juga tidak hanya satu, aku memerlukan alat yang lebih canggih lagi, sepupu”
TOK TOK TOK.
Junsu menoleh, ia mendengar suara ketukan di pintu apertemennya.
Namja imut itu segera berjalan mendekati sumber suara.
“Ya, aku akan menunggu, katakan pada ibuku aku akan mengunjunginya akhir bulan nanti seperti biasanya, oke, bye”
CKLEK.
Junsu menemukan seorang pengantar pizza di hadapannya.
Gadis manis itu tersenyum kepadanya.
Tapi Junsu tidak menanggapi.
Ia segera memberikan bayaran gadis tersebut dan mengambil kotak pizzanya.
Kemudian ia menutup pintu begitu saja.
Membuat gadis bertopi itu menggerutu kesal.
“Ck, wajahnya sama sekali tidak sebanding dengan sikapnya”
.
.
.
Jung Yunho masih bertahan pada posisinya saat ini.
Berdiri diam di depan pintu seraya mengamati sesosok namja cantik yang telah tumbuh menjadi pria paling mempesona yang pernah ia temui.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi.
Tapi namja cantik itu sama sekali tidak terlihat lelah.
Yunho tahu ia keterlaluan.
Mungkin ia sendiri tidak akan sanggup mengerjakan tugas-tugas itu sekaligus.
Tapi ia bisa apa?
Seorang Jung Yunho yang ber-ego tinggi itu menarik kembali ucapannya? No way.
Jaejoong masih mengerjakan laporan-laporannya dengan serius.
Raut lelah kentara sekali di wajahnya.
Ia bahkan melewatkan makan siang dan makan malamnya.
Jaejoong harus bergegas pulang, Jiji pasti sudah kelaparan menunggunya.
Ia tidak boleh membuat kucing kecil itu mati, tidak.
Tidak akan ada lagi yang boleh meninggalkannya sendirian.
“Sajangnim, kau belum pulang?”
Yunho dan Jaejoong kompak terkejut dan menoleh ke sumber suara.
Namja tampan itu menatap datar Karam Kim yang ada di sampingnya.
Sementara Jaejoong menahan nafasnya.
Apakah Yunho sudah ada di sana sejak tadi?
Dan apa yang dilakukan sekretaris centil itu di sini?
Jaejoong sangat mengenal pria yang mirip dengannya itu, Karam selalu pulang lebih awal dari karyawan lain, mengingat Yunho memiliki dua sekretaris cadangan termasuk dirinya.
Yunho menyadari Jaejoong memerhatikannya saat ini.
Ia tersenyum samar.
“Pekerjaanku cukup banyak hari ini, kau sendiri? Bukankah biasanya kau pulang pukul lima sore?”
Karam tersenyum kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Membuat Jaejoong merasa jengah.
“Uhm, aku ingin mengajakmu makan malam tadinya, aku meminta satpam untuk menghubungiku kalau kau sudah pulang, tapi aku tidak menerima pesan apapun, jadi aku memutuskan untuk kembali ke sini dan ternyata kau belum pulang”
Namja cantik itu mencengkram erat pulpennya.
Ia mendengus, dasar penjilat, pikirnya kesal.
Mata besarnya menatap kedua namja yang berdiri di pintu itu dengan kilatan cemburu.
Dan Yunho menyadari hal itu.
“Jadi kau belum makan sampai sekarang? Kau bisa sakit, Karam”
Dada Jaejoong memanas mendengarnya.
Ia bisa melihat tangan Yunho yang kini menggenggam jemari namja centil itu.
“Ne, dan Sajangnim juga belum makan bukan? Aku bisa menghangatkan makan malam yang sudah kusiapkan di apertemenku” Ujar Karam tersenyum.
“Kau memasak?” Tanya Yunho menaikkan alisnya.
Karam mengangguk.
“Baiklah, ayo kita pergi sekarang, sudah gerimis, lebih baik kita bergegas sebelum hujan turun dengan deras” Ajak Yunho mencium tangan namja berambut hitam itu.
Karam terkejut mendapati balasan menyenangkan dari Yunho.
Ia tersenyum manis dan mengangguk.
Kemudian ia mengikuti langkah namja tampan itu setelah melambai dengan senyuman lebar kepada Jaejoong.
PRAK!
Namja cantik itu tersentak ketika menyadari pulpen kesayangannya telah patah.
Oh, ia sungguh dibakar rasa cemburu.
Jaejoong menekan wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Mencoba menghembuskan nafas dengan teratur dan menahan dirinya.
Tidak mengacuhkan air matanya yang terasa panas di pipinya.
Sial!
Yunho sengaja melakukannya!
Kepala Jaejoong terasa berdenyut-denyut ringan, namja cantik itu menyimpan semua laporannya dan mematikan laptopnya.
Mengambil kunci mobilnya setelah memastikan segalanya tertinggal dalam keadaan rapi.
Pria cantik itu merasakan dadanya sesak.
Perasaan seperti ini sungguh menyiksanya.
Ia benci dirinya yang sungguh mencintai pria arogan itu.
Jaejoong memasuki mobilnya dan membanting pintu tersebut kasar.
Namja cantik itu menggigit bibirnya berusaha menahan sakit yang bergejolak di dalam perutnya.
Asam lambungnya naik, dan ia tersiksa.
Mobil putih itu melaju menembus hujan.
Berkali-kali tangan putih itu menepis air mata yang membasahi wajahnya.
Nafasnya menderu tidak tenang.
Setelah menempuh perjalanan singkat, ia menghentikan mobilnya di depan gerbang dengan tinggi menjulang.
Jaejoong tidak peduli pukul berapa ini dan cuaca buruk yang sedang bergelora di atas sana.
Yang ia tahu ia butuh kedua orang tuanya.
Pria cantik itu basah kuyup.
Tangisnya pecah ketika ia berlutut di atas tanah rumput basah dan memeluk erat nisan Jung Kibum yang tertanam kuat.
“Joongie lelah, Umma…” Isak Jaejoong disela hujan.
Bibir ranumnya mulai memucat.
Tubuhnya gemetar kedinginan.
Ia menjatuhkan tubuhnya di celah antara kedua gundukan rumput basah itu.
Memiringkan tubuh ringkihnya memeluk erat makam Jung Kibum.
Mata bengkaknya memejam, bibirnya terus bergetar.
“Bawa Joongie…Joongie mau ikut…” Lirihnya sedih.
Pria cantik itu terguyur hujan selama beberapa menit.
Tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda ia akan beranjak dari sana.
Membuat seorang pria tampan yang berdiri tidak jauh dari sana mencengkram erat payungnya.
Mata musangnya tidak berkedip dengan nafas yang tercekat.
Seolah kesedihan pria cantik itu menyatu dengan dirinya.
Pria tampan itu melangkahkan kakinya mendekati sosok menyedihkan itu.
Ia meninggalkan payungnya di atas rerumputan dan beralih menggendong Jaejoong yang sudah tidak sadarkan diri.
Tidak mengacuhkan jas armaninya yang telah basah, ia membawa pria cantik itu menuju rumah sakit.
Memastikan Jaejoong mendapatkan perawatan yang maksimal.
Ia menoleh ketika seorang dokter datang menghampiri dirinya.
“Lambungnya luka, ia tidak boleh telat makan lagi, lalu hipotermia ringan, pastikan ia beristirahat penuh selama tiga hari berturut-turut” Ujar dokter tersebut.
Pria tampan itu mengangguk.
Menghela nafas mendengar tidak ada hal yang terlalu serius yang terjadi pada namja cantik itu.
“Anda bisa menebus resep obatnya di apotik, tuan----”
“Yunho, Jung Yunho”
-------
Jaejoong tidak mengerti bagaimana bisa dirinya terbangun di rumah sakit dengan Jiji yang menggelung manja di sampingnya.
Yang ia tahu ia tertidur bersama Umma dan Appanya malam itu.
Namja cantik itu merintih lemas.
Kepalanya terasa sangat pusing.
Mata besarnya mengedar ke seluruh ruangan dan menghela nafas pelan.
Ia menemukan seorang wanita berpakaian putih yang sedang mengatur pemanas ruangan di dekat jendela.
“Agashi, hari apa ini?”
Suster bertopi itu menoleh ke belakang, tersenyum manis mendapati pasiennya sudah sadar.
“Hari kamis, kau tertidur selama dua hari”
“Mwo? Dua hari?!”
“Ne, dan kau bisa pulang hari minggu nanti”
Jaejoong terdiam mendengarnya.
Ia hanya menatap suster cantik itu dan membiarkan wanita tersebut beranjak dari ruangannya setelah memastikan infusnya berjalan dengan baik.
Oh, Jaejoong meringis.
Yunho pasti akan mengamuk mendapati dirinya hilang tanpa kabar seperti ini.
Namja cantik itu segera melepas infusnya dengan kasar dan mengerang sakit.
Kemudian ia mengambil Jiji, memeluk kucing cantik itu dan segera keluar dari ruangan setelah menutupi seragam pasiennya dengan jas miliknya yang tergantung di pintu lemari.
Jaejoong memanggil taksi dan bergegas memasuki kediaman apertemennya.
Ia bertanya-tanya siapa yang telah melakukan ini semua.
Bahkan mobilnya sudah terparkir rapi seperti sediakala di parkiran.
Pria cantik itu melepaskan Jiji di ruang tengah, kemudian ia memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Setengah jam kemudian ia siap untuk kembali masuk ke kantor.
“Jangan nakal, Jiji” Ujar Jaejoong sebelum menutup pintu apertemennya.
Ia sudah menyiapkan banyak makanan untuk Jiji di lantai dapur.
Mengingat kucing kecil itu belum makan terhitung sejak ia tidak pulang ke apertemen.
“Joongie? Kudengar kau sakit” Sapa Taemin menaikkan alisnya ketika ia mendapati Jaejoong berjalan memasuki ruangannya.
Oh, namja cantik itu tersenyum tipis.
“Hanya flu biasa, Sajangnim ada di ruangan?”
“Ya, baru saja selesai rapat pagi tadi”
Jaejoong mengangguk, ia mencetak beberapa laporan yang sudah ia selesaikan dan merapikannya, kemudian ia kembali keluar ruangan dan berjalan menuju ruangan Jung Yunho.
Ia tidak melihat Karam di meja sekretaris.
TOK TOK TOK.
“Sajangnim, berkas keuangan”
“Masuk”
CKLEK.
Jaejoong membuka pintu tersebut dan mengerjapkan mata besarnya mendapati Karam tampak berdiri di seberang meja Yunho, menunggu tanda tangan dari namja tampan itu untuk berkas penting.
Yunho melirik sekilas kepadanya.
“Karam ah, maaf untuk makan malam waktu itu” Ujar Yunho membuka suara, matanya menatap langsung kedua mata bulat Karam.
Pria berambut hitam itu tersenyum.
“Tidak apa, kita bisa melakukannya lain kali” Sahutnya.
Eoh?
Jaejoong menatap sepatunya.
Jadi mereka batal makan malam?
Namja cantik itu kembali mengangkat wajahnya ketika ia mendengar suara rintihan dari namja yang mirip dengannya itu.
Kedua mata besarnya sontak membulat mendapati Yunho yang telah menarik lengan namja berambut hitam itu dan menciumi pipinya.
“Aku benar-benar minta maaf” Ucap Yunho masih mengecupi pipi sekretarisnya dan mencumbu leher jenjangnya.
GRRT.
Jaejoong meremat erat berkas yang ada di tangannya.
Sesuatu di dalam dirinya retak, pecah berkeping-keping.
Kedua mata besarnya terasa panas.
Dadanya sesak.
Ia segera menunduk menyembunyikan wajah pucatnya.
Hatinya sakit sekali.
Kenapa Yunho melakukan hal ini kepadanya?
Bukankah namja tampan itu sendiri yang mengatakannya hal semacam itu adalah sesuatu yang menjijikkan?
Lantas kenapa?
Jaejoong memejamkan kedua matanya.
Berusaha keras menulikan telinganya dari suara-suara geli yang terlontar dari bibir Karam.
Yunho memintanya untuk melakukan ini dan itu.
Memberikannya pekerjaan yang melewati batasan tugasnya.
Mengambil hari cutinya setiap kali ia mengajukan permintaan.
Lalu apa?
Ia dibiarkan berdiam diri di sini, mendengarkan desahan menggelikan yang dihasilkan namja tampan itu kepadanya.
Bahkan hasil pekerjaannya dilirik pun tidak.
Air mata itu jatuh.
Jaejoong mulai merasakan kakinya lemas.
Demi Tuhan, ia sudah tidak kuat lagi.
Bertahun-tahun sudah, ia muak.
Ia merindukan Yunho Hyungnya yang dulu.
Ia ingin Yunho yang dulu.
Bukan Yunho yang sekarang, yang hanya bisa menyakiti fisik dan mentalnya.
Jaejoong memaksakan kakinya untuk berjalan dengan sekuat tenaga.
Dengan tangan bergetar ia meletakkan berkas laporannya yang sudah kusut di atas meja.
Ia tahu Yunho menatapnya.
Tapi ia berusaha untuk tidak peduli.
Kepalanya terasa sakit.
Dan ulu hatinya terasa perih.
Ia membenci situasi ini, di mana ia menyadari bahwa tidak ada hal yang lagi berarti di dalam hidupnya.
Berkali-kali ia berharap Yunho akan kembali seperti dulu suatu hari nanti, tersenyum manis kepadanya dan memberikannya sebuah pelukan hangat.
“Kenapa kau masih ada di sini? Kau tidak lihat aku sedang sibuk?” Cerca Yunho dengan hidung yang menyusuri pinggir telinga namja berambut hitam itu.
Jaejoong membuka kedua matanya.
Perasaannya semakin sakit, tenggorokannya tercekat hingga ia ingin muntah.
Kepalanya kembali berdenging, dengan suara-suara yang berbisik kepadanya untuk membunuh dirinya sendiri.
Ya, ia harus mati malam ini juga.
“Sudah cukup, Jung Yunho, setelah hari ini kau tidak akan lagi bisa menyiksaku” Desis Jaejoong bergetar.
Tapi Yunho tidak mendengar.
Telinganya penuh dengan suara desahan dan rintihan Karam yang dibuat-buat.
Jaejoong menutup pintu kaca itu dengan kasar.
Kemudian ia berlari meninggalkan gedung raksasa itu.
.
.
.
Jaejoong mengemudikan mobilnya dengan lamban.
Pikirannya mulai melayang-layang entah ke mana.
Sekali ia mengingat penjaga Apotek yang menatap bingung padanya saat ia membeli obat tidur dalam jumlah yang banyak.
Sekali ia mengingat nasib Jiji yang mungkin akan menderita setelah kematiannya.
Dan sekali ia mengingat wajah puas Yunho saat berita kematiannya sampai di telinga namja tampan itu.
Mobil putih itu berhenti tepat di parkiran apertemen.
Jaejoong turun dari sana dan membawa plastik belanjaannya memasuki lift.
Ketika ia sampai di kamarnya, ia menemukan Jiji sedang tertidur di atas sofa.
Jaejoong tersenyum kecil melihatnya.
Namja cantik itu berjalan memasuki dapur.
Mengeluarkan berbotol-botol pil berwarna putih, dan segelas air mineral.
Ia menuangkan banyak pil di telapak tangannya dengan wajah yang basah akan air mata.
Kemudian ia memaksakan puluhan pil itu masuk melewati tenggorokannya.
Jaejoong tersedak, beberapa pil berjatuhan di lantai.
Nafasnya mulai sesak, ia segera mengambil banyak pil dari botol lain dan memasukkannya ke dalam mulut, setelah itu ia menelan air mineral.
Memukul-mukul dadanya karena ia tidak bisa bernafas dengan baik.
Kepalanya mulai terasa berat.
Matanya berkunang-kunang.
Jaejoong melangkah mundur, kehilangan keseimbangannya.
Ia tergelincir dan jatuh dengan kepala yang membentur undakan lima puluh senti di dapurnya.
Namja cantik itu kejang-kejang, kemudian ia kehilangan kesadarannya, busa putih perlahan mengalir dari sela bibir pucatnya.
Dan darah segar mengalir dari kepalanya, membasahi lantai dapur dan lehernya.
TBC :D
thor jebal lanjuuuuuuuuuut
BalasHapussorry baru coment chapter ini >.< saya terbawa suasana banget sampe sampe.nangis huweeeeeeeee yunho kejam dan karam kegenitan bikin kesel aja -,-
kenapa junsu lama banget nemuin jaejoongnya ? kenapaaaaaaaaaaaaa ? batin saya sakit liat jaejoong yg di siksa thor sakit hati saya dan jangan bilang ini bakalan sad ending ? jangan bilaaaaaaang
but yg terpenting ini harus LANJOOOOOT :)
Semoga ini dilanjut sampe tamat, nggak kayak yg 2 fanfic kemaren :( oke mungkin author punya lanjutannya di facebook, tapi aku nggak punya facebook. Dan kalo aku mikir mungkin kamu nulis full seri-nya disana, disitu kadang aku merasa sedih :(
BalasHapusPlis plis plis, update di blog ini juga T.T thank youuuuuu
semua ff aku lanjutin sampe tamat kok, ff yg kemarin itu masih dalam proses karena aku lagi fokus sama ff ini. dan informasi, nggak perlu khawatir ya sayang, aku pos di fb sama persis kok dengan postingan di blog. karena blog ini aku bikin kalo nanti terjadi sesuatu sama fb (dulu ada isu fb mau di tutup), readers masih bisa bca di sini :) secepatnya aku usahain apdet yaaaa lg nyari waktu buat ngeposting ni :*
HapusHihihi gomawoookkkkk :*
HapusSemangat selalu \o/
lanjut,,, sangking terbawa cerita lupa koment.
BalasHapuskapan junchan ketemu sama jongie kasihan mereka kekuarga yang terpisah.
emang iya, udah gk dilanjut disini,.. klo gtu mnta nama FBnya donk...
BalasHapuspleaseee udah penasaran banget niii.....
aduh cyin, jangan gitu doong, aku nggak pernah bilang ff nya nggak dilanjut disini kok ><
Hapusdan informasi, nggak perlu khawatir ya sayang, aku pos di fb sama persis kok dengan postingan di blog. karena blog ini aku bikin kalo nanti terjadi sesuatu sama fb (dulu ada isu fb mau di tutup), readers masih bisa bca di sini :) secepatnya aku usahain apdet yaaaa lg nyari waktu buat ngeposting ni :*
fb aku Shella Rizal Cassiopeia
thankyou udah baca ff kuuuu^^
Lanjut dong min ..
BalasHapusPenasaran nih ����
Yunho appa jahat sama umma... cinta itu aneh :-D sungguh menyiksa tapi yaitu cinta hehehehe.....
BalasHapusAku suka author nyadari dlu yunjae real story