PART 2.
Jung Kibum tidak
tahu lagi harus seperti apa menghadapi putra kesayangannya yang sedang patah
hati saat ini.
Jaejoongnya
terus mengurung diri di dalam kamar sejak kemarin.
Ia menolak untuk
makan ataupun minum.
Sungguh
membuatnya khawatir.
“Joongie sayang, Umma membuatkan cupcake kesukaanmu, ada permen gajahnya,
buka pintunya ne?” Bujuk Kibum seraya mengetuk pintu kamar berwarna putih itu.
“Pergi!” Pekik Jaejoong dari dalam.
Oh, pria berkulit
salju itu terkesiap kaget mendengar teriakan Jaejoongnya yang begitu lantang.
Hatinya terasa
sakit mendapatkan perlakuan kasar dari remaja cantik itu.
Kibum menoleh
ketika suaminya datang menghampiri.
Ia segera jatuh
ke dalam rengkuhan pria berlesung pipi itu.
“Aku benci fase di mana putraku harus jatuh
cinta dan patah hati di saat yang bersamaan” Rengeknya sedih.
Siwon menghela
nafasnya.
Mengusap lembut
punggung pria kesayangannya.
“Aku akan membujuk Jaejoong” Ucapnya.
Pria itu
mengetuk pintu kamar putra angkatnya, ia berdehem.
“Joongie, ini Appa, lihat, Appa bawa apa?
Boneka gajah raksasa”
Kibum melotot.
Ia memukul kesal
lengan suaminya.
Pria berlesung
pipi itu hanya meringis kecil.
Berharap cemas
ketika suara langkah kaki terdengar mendekat dari dalam kamar.
CKLEK.
Sepasang suami
istri itu terkejut ketika pintu kamar terbuka dan Jaejoong mengeluarkan
kepalanya dari sana.
Oh Tuhan!
Lihatlah wajah
sembabnya itu, dan kedua mata bengkaknya itu, aigoo, keadaannya sungguh
berantakan.
“Mana
bonekanya, Appa?” Dengung Jaejoong dengan suaranya yang serak.
Namja berlesung
pipi itu segera mendorong kuat pintu kamar putranya hingga membuat Jaejoong
melompat satu langkah ke belakang.
Jung Kibum
segera memeluk erat remaja cantiknya.
“Appa bohong! Tidak ada boneka! Appa jahat!”
Pekik Jaejoong mulai menangis.
Siwon segera
bergabung bersama istrinya untuk memeluk Jaejoong.
Namja cantik itu
meraung tidak terima.
Isakan sedihnya
sungguh menyayat hati Siwon dan Kibum.
Dan ketika
tangisan itu mulai mereda, Siwon segera melepaskan pelukannya dan membiarkan
Kibum membawa Jaejoong duduk di pinggir ranjang.
“Maafkan Appa sayang, Appa janji bonekanya
akan ada besok” Ujar Siwon ikut duduk di samping Jaejoong.
Kini namja
cantik itu telah diapit oleh kedua orang tuanya.
“Kau baik-baik saja, sayang? Berhentilah
menangis, Umma ikut sedih melihatmu” Bisik Kibum lembut.
Jaejoong
meringis.
Mengusap
hidungnya yang berair.
Ia memandang
mata bulat Kibum.
“Joongie menjijikkan, Umma” Desisnya lirih.
Membuat sepasang
kekasih itu membulatkan mata mereka.
“Mwo?! Siapa yang berani mengatakan hal
seperti itu kepada Joongie Umma eoh?!”
“Katakan pada Appa dan Umma, sayang, siapa
orang bodoh itu?!”
Siwon dan Kibum
saling bersahut-sahutan.
Mereka ikut
marah mendengar apa yang disampaikan oleh Jaejoong.
Pria cantik itu
menundukkan wajahnya dalam.
Ia mengernyit
merasakan hidungnya sakit ketika ia mencoba untuk menarik nafas panjang.
“Joongie memberitahu Yunnie Hyung kalau
Joongie jatuh cinta padanya..Tapi Yunnie Hyung bilang Joongie menjijikkan”
Bisiknya pelan.
Siwon dan Kibum
tertegun.
Mereka saling
menatap satu sama lain.
“Memangnya salah kalau Joongie suka dengan
laki-laki? Joongie kan cuma suka dengan Yunnie Hyung, Joongie sama sekali tidak
suka dengan laki-laki lain. Umma dan Appa juga sama-sama laki-laki” Lanjutnya
lagi. Kali ini lebih pelan dari sebelumnya.
Jung Kibum
merasakan hatinya berdenyut mendengar ucapan remaja cantiknya.
Membiarkan air
matanya jatuh membasahi pipinya dan mengulurkan jemarinya untuk membawa
pandangan Jaejoong langsung menatap kedua matanya.
“Joongie dengarkan Umma, perasaan cinta itu
tidak pernah salah, sayang, setiap orang pernah jatuh cinta. Hanya saja,
beberapa dari mereka sama seperti Umma dan Appa, seperti dirimu, kita tidak
bisa memaksakan ke mana hati kita harus berlabuh, segalanya berjalan mengikuti
alur, Joongie mengerti?”
Mata bulat Kibum
bergerak-gerak gelisah.
Mencoba
menyelami pandangan buram putranya.
Berharap
laki-laki cantik itu akan mengerti maksud dari ucapannya.
Lama Jaejoong
terdiam.
Sampai kemudian
Siwon memeluknya dengan penuh cinta dan mengecup lembut kepalanya.
“Jaejoongie itu spesial, arra? Yunnie Hyung
akan mengerti hal ini pada waktunya nanti” Ujarnya.
“Jeongmallyo? Ia akan mengerti?” Balas
Jaejoong dengan suara yang teredam pelukan Siwon.
“Ne, suatu hari nanti. Oke? Jja, sekarang
Joongie cuci muka ditemani Umma, malam ini Umma dan Appa akan tidur bersama
Joongie”
“Un”
Jung Kibum
segera beranjak dari duduknya.
Meremas lembut
genggaman tangan remaja cantiknya.
Membawa Jaejoong
memasuki kamar mandi dan membantunya menyegarkan wajah.
Sementara Siwon
menghela nafas panjang.
Wajar saja Yunho
menganggap perasaan Jaejoongnya salah.
Pria itu
memiliki kedua orang tua yang normal.
Pria dan wanita.
Jauh berbeda
dengan dirinya dan Kibum.
Selama ini Siwon
mengira kalau Yunho tidak masalah dengan pernikahannya dan Kibum.
“Appa, ayo tidur”
Namja berlesung
pipi itu menoleh, tersenyum manis kepada Jaejoong yang sudah menaiki ranjang
besarnya dan berbaring di sana.
“Joongie, bagaimana kalau kita makan dulu
hm?” Bisik Kibum selembut mungkin.
“Besok saja Umma, Joongie benar-benar lelah
sekarang. Joongie janji besok pagi Joongie akan makan yang banyak” Balas
Jaejoong mengerjap sayu.
Namja berkulit
putih itu mengangguk.
Ia segera
beringsut memeluk putra kesayangannya diikuti Siwon yang berbaring di
seberangnya.
Pria berlesung
pipi itu mematikan lampu kamar putranya dan ikut memeluk namja cantik itu.
“Joongie harus ingat, kalau Joongie masih
punya Umma dan Appa. Kami akan selalu mencintaimu sampai kapanpun” Bisik Siwon
di telinga namja cantik itu.
Jaejoong membuka
matanya yang terpejam.
Menoleh kepada
Siwon dan menganggukkan wajah sembabnya.
Mendapatkan
kecupan sayang di dahinya dan kembali tertidur pulas.
-------
Jaejoong sama
sekali tidak pernah menyangka kalau pelukan erat dari kedua orang tuanya
semalam adalah pelukan dan kasih sayang terakhir yang didapatkannya dari
mereka.
Remaja cantik
itu terdiam kosong menatap wajah kepala sekolah yang baru saja memanggilnya dan
memberitahunya berita duka itu.
Mobil yang
ditumpangi kedua orang tuanya pagi tadi hancur total karena tabrakan dari mobil
pengangkut barang yang dikemudikan oleh supir mabuk.
Mata bulat itu
mengerjap redup.
Seolah
kehilangan jiwanya.
Kepala sekolah
memekik kaget ketika Jaejoong terjatuh lemas dengan kedua mata yang tertutup.
Setetes air mata
mengalir membasahi wajah pucatnya.
Wakil kepala
sekolah segera menggendong namja cantik itu dan bergegas membawanya ke ruang
kesehatan.
Para siswa dan
siswi yang berlalu-lalang di koridor kelas tiga tampak heboh mendapati seorang
murid yang pingsan di dalam gendongan wakil kepala sekolah.
Tidak terkecuali
Yunho yang sedang berdiri di depan pintu kelasnya.
Namja tampan itu
baru saja akan mengejar langkah kaki wakil kepala sekolah kalau saja ponselnya
tidak berdering panjang.
“Yeoboseyo Umma?”
Waktu seolah
berhenti dalam detik itu juga dalam pandangan Yunho.
Pria tampan itu
bergetar memegang ponselnya.
Mata musangnya
melebar tidak percaya.
“Ahjusi dan Ahjuma…tewas di tempat?” Lirihnya
ragu.
Jung Keybum
terus berbicara dengan kacau di seberang sana.
Wanita bermata
kucing itu benar-benar kaget dengan berita duka yang datang ke rumahnya pagi
tadi.
Yunho meminta
Appanya untuk menjaga Ummanya sesaat sebelum panggilan itu terputus.
Kemudian ia
segera berlari kencang.
Sekencang
mungkin yang ia bisa untuk menuju Jaejoong.
Dadanya berdebar
dengan sangat kencang.
Mata musangnya
berkabut mengingat betapa penuh cintanya Jung Siwon dan Jung Kibum kepadanya
selama ini.
Ya Tuhan,
bagaimana dengan Jaejoong?
“Songsaenim!” Panggil Yunho ketika mendapati
wakil kepala sekolah yang juga wali kelasnya itu keluar dari ruang kesehatan.
Pria berkacamata
itu menoleh.
“Sssh, jangan berisik Yunho, guru kesehatan
sedang berusaha menenangkan Jaejoong di dalam sana” Ujarnya.
Yunho baru saja
akan menyahut.
Tapi pria
berkacamata itu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.
Namja tampan itu
menelan salivanya.
Ia bergeser
pelan hendak mengintip dari jendela hitam yang ada di sisi pintu ruang
kesehatan.
DEG.
Kedua mata
musangnya mengerjap cepat ketika melihat Jaejoong yang meronta-ronta saat guru
kesehatan itu mencoba untuk menyuntiknya agar ia tenang.
Bibirnya terus
terbuka untuk berteriak selantang mungkin.
Urat di leher
dan pelipisnya sampai menonjol dari kulitnya.
Sampai beberapa
saat kemudian suasana kembali hening.
Jaejoong kembali
terpejam di atas ranjang.
Guru kesehatan
itu menyelimutinya dengan lembut dan menyiapkan dosis selanjutnya kalau
Jaejoong kembali sadar dan mengamuk.
-------
Rumah besar itu
masih berduka.
Pita hitam
terikat di mana-mana.
Papan-papan
bunga belasungkawa berjajar rapi dari pintu depan hingga pintu pagar yang
jaraknya sangat jauh dari teras.
Ratusan orang
datang dengan pakaian berwarna hitam.
Melayat dengan
dupa yang terbakar di tangan mereka.
Dua bingkai
besar dengan foto hitam putih Siwon dan Kibum diletakkan berdampingan.
Banyak yang
menangis karena kehilangan pasangan suami istri itu.
Termasuk Jung
Keybum yang tidak mau beranjak meninggalkan peti mati kembarannya.
Ia terus
direngkuh Jinki sejak awal upacara, mata kucingnya telah bengkak.
Tapi Jaejoong
tidak menangis.
Ia hanya teduduk
diam di atas sofa.
Menatap kosong
pemandangan yang ada di depannya.
Dengan kedua
lengan yang memeluk erat bingkai foto Siwon dan Kibum yang memeluknya erat di
dalam sana.
Kehidupannya
seolah direnggut begitu saja.
Ia bahkan tidak
tahu apakah minatnya untuk hidup masih ada.
Kedua orang yang
sangat dicintainya melebihi apapun di dunia ini pergi begitu saja.
Tanpa peringatan
apapun.
Jaejoong bahkan
masih ingat dengan sangat jelas saat mereka sarapan bersama pagi tadi, sebelum
ia berangkat ke sekolah, sebelum kecelakaan itu terjadi.
Siwon yang sibuk
membaca koran dengan kopinya yang mengepul hangat.
Kibum yang duduk
di sebelahnya seraya memotong buah apel untuk dua laki-laki tercintanya.
Dan ia yang
menikmati momen kebersamaan itu seperti pagi-pagi sebelumnya.
Pandangan
Jaejoong menoleh, menatap dapur yang tampak lengang.
Tidak ada lagi
Jung Kibum yang mengenakan apronnya di sana.
Tidak ada lagi
aroma kue lezat kesukaannya dengan permen berbentuk gajah.
Perlahan
Jaejoong bangkit dari duduknya.
Berjalan
memasuki dapur, tidak mengacuhkan orang-orang yang membisikkan betapa
kasihannya ia.
Namja cantik itu
membuka kulkas.
Menatap mango milkshake yang dipintanya dari
Kibum saat sarapan tadi.
Pria berkulit
putih itu menolaknya karena takut putranya akan sakit perut.
Jaejoong
menyentuh tabung jus itu.
Membuka tutupnya
dan meneguknya sedikit.
Asam.
Tentu saja ia
bisa sakit perut.
Namja cantik itu
berbalik, mendudukkan dirinya di atas meja makan.
Meja yang kini
kosong tanpa kehangatan.
“Jung Jaejoong”
Namja cantik itu
mengangkat wajahnya.
Menatap datar
seorang pria berkacamata yang memanggilnya.
Pria itu duduk
di hadapannya, meletakkan tasnya di atas meja.
“Namaku Choi Minho, pengacara dari Jung Siwon
dan Jung Kibum”
Jaejoong tidak
merespon.
Ia hanya diam
dengan tatapan sendunya.
“Kedua orang tuamu telah menyiapkan surat
wasiat untuk berjaga-jaga yang ditinggalkan untukmu”
“Ne…”
“Kedua orang tuamu meninggalkan seluruh aset
kekayaan keluarga untukmu seorang, pendidikanmu hingga jenjang akhir sudah
diatur oleh Siwon Sajangnim sejak dulu, ia ingin agar kau melanjutkan prodi
Seni di perguruan tinggi nanti”
“Ne…”
“Jung Kibum menitipkan beberapa pesan
untukmu, kau ingin aku membacakannya untukmu?”
Mata bulat
Jaejoong mengerjap.
Ia membuka
telapak tangannya, meminta surat yang ditulis Kibum untuknya.
Pria berkacamata
itu segera membuka amplop berwarna merah muda yang disimpannya dan memberikannya
kepada namja cantik itu.
Jaejoong menahan
nafasnya.
Membuka setiap
lipatan kertas itu dengan hati yang berdebar-debar.
Dalam sekejap
kedua matanya terasa buram.
Tulisan ini,
tulisan tangan milik Ummanya.
Tulisan terakhir
untuknya.
‘Jaejoongie
sayang, jangan pernah terlambat untuk makan siang, arasseo? Kerjakan tugas
rumahmu dengan rajin, belajarlah yang giat, dan hiduplah dengan bahagia. Umma
dan Appa menyayangimu seperti kami menyayangi anak kami sendiri. Jangan pernah
lupakan, apapun dirimu, seperti apapun dirimu, Joongie tetap putra kesayangan
Umma dan Appa. Jung Jaejoong. Umma mencintaimu, arra? Dan tidurlah dengan
pulas, karena kami selalu ada untuk memelukmu setiap malam.’
Air mata itu
akhirnya jatuh dalam keheningan.
Choi Minho
merasakan tenggorokannya tercekat ketika melihat Jaejoong yang kini menutup
mulutnya dengan tangan kanan sementara tangan yang satunya meremas erat kertas
putih itu.
Jaejoong
menangis tanpa suara.
Hatinya
berdenyut-denyut sakit.
Ia memandang
pria berkacamata itu dan membuka suaranya.
“S-surat ini..Apa maksudnya? K-kenapa Umma
berkata seperti—itu?” Tanya Jaejoong terbata-bata.
Choi Minho
membenarkan letak kacamatanya.
Ia berdehem
pelan.
“Kau pernah mengalami kecelakaan sewaktu
kecil, kebetulan mereka berdua ada di sana waktu itu, dan memutuskan untuk
mengadopsimu, Jaejoong” Ujarnya jelas.
DEG.
Jaejoong
terkesiap.
Menatap tidak
percaya namja berkacamata itu.
“A—adopsi?” Lirihnya kaget.
Jadi, selama ini
ia bukan seorang Jung?
Ia bukan putra
kandung dari Siwon dan Kibum?
“Aku sungguh menyesal akan hal ini, Jaejoong
ah, tapi kau berhak tau kebenarannya”
“A-aku..Aku---”
“Dan karena kau masih di bawah umur, maka
seluruh aset kekayaan akan diambil alih oleh pamanmu sampai pendidikan akhirmu
selesai. Kemudian hak asuhmu akan berada di tangan kembaran ibumu. Kau akan
tinggal bersama keluarga dari Jung Jinki dan Jung Keybum sampai umurmu
mencukupi syarat untuk tinggal sendirian”
Telinga Jaejoong
berdenging nyaring.
Kepalanya terasa
pusing.
Terlalu banyak
kejutan yang ia dapatkan hari ini.
Jemarinya
beralih mencengkram erat pinggiran meja makan.
Nafasnya mulai
tersendat.
Dan beberapa
detik kemudian Jaejoong pingsan.
Minho tersentak
kaget.
Ia baru saja
akan berdiri untuk mengambil alih tubuh lemah namja cantik itu.
Tapi gerakannya
terhenti ketika sesosok namja tampan dengan gesit merengkuh namja cantik itu.
Menatapnya tajam
seraya menggendong Jaejoong menuju kamar terdekat.
Minho menaikkan
alisnya.
Oh, ia tahu
remaja tampan itu.
Ia pernah
bertemu dengannya di kantor Siwon.
Putra tunggal
dari paman dan bibi Jaejoong.
Jung Yunho.
-------
Keybum
memberinya kamar terkecil yang ada di rumah super besar itu.
Kamar yang
terletak di sudut lorong lantai dua.
Tidak terjamah,
tidak tersentuh.
Dengan kasur
tiga kaki yang cukup untuknya seorang dan sebuah lemari, kemudian meja untuknya
belajar.
Hanya itu.
Tanpa kamar
mandi seperti kamarnya dulu.
Tanpa lemari
kaca berisi boneka seperti kamarnya dulu.
Tanpa meja nakas
yang penuh dengan foto-fotonya bersama Siwon dan Kibum seperti kamarnya dulu.
Jaejoong tahu
wanita cantik itu tidak menyukai kehadirannya.
Ia bisa
merasakannya sejak dulu, Keybum selalu menjadi yang paling tidak acuh
kepadanya.
Sekarang namja
cantik itu tahu jawabannya.
Karena ia bukan
seorang Jung.
Ia hanya seorang
remaja yang tidak jelas asal-usulnya.
Namja cantik itu
menyentuh kalung yang tidak pernah dilepasnya sejak kecil.
Kalung perak
berukir namanya.
Hanya itu
satu-satunya benda yang membuktikan siapa dirinya.
Jaejoong
mengedarkan pandangannya, ia sudah membuka jendela kaca yang kecil itu tadi,
setidaknya ia tidak akan mati kepanasan di dalam ruangan sempit ini.
Namja cantik itu
meletakkan bingkai foto yang sedari tadi dipeluknya di atas meja belajar.
Lalu ia beranjak
duduk di atas ranjang.
Melepas dasi
hitam yang membalut di lehernya dan berbaring di sana.
Mata bulatnya
meredup, menatap kosong langit-langit kamar barunya.
Air matanya
mengalir tanpa sadar.
Jaejoong menahan
nafasnya sesak.
Setelah ini
bagaimana ia bisa hidup? Pikirnya.
Namja cantik itu
memeluk bantalnya dan memejamkan kedua matanya.
Mencoba untuk
berimajinasi kalau kedua orang tuanya sedang memeluknya seperti malam itu.
Dan Jaejoongpun
jatuh tertidur.
.
.
.
Dua bulan
terakhir ini Yunho mendapati perubahan drastis dari namja cantik itu.
Ia tidak lagi
terlihat cerah seperti dulu.
Namja cantik itu
kehilangan senyumnya.
Dan Yunho tidak
bisa mendekat untuk menghibur namja cantik itu.
Ia masih tidak
bisa menerima kalau Jaejoong mencintainya lebih dari seorang kakak.
Bahkan saat di
sekolahpun Jaejoong tetap menutupi seragamnya dengan sweater atau jaket berwarna hitam.
Pertanda ia
masih dalam keadaan berkabung.
Pria cantik itu
lebih senang menyendiri sekarang.
Tenggelam dalam
lamunannya yang entah apa.
Duduk diam di
kursinya tanpa peduli dengan suasana sekitarnya.
GREK.
Jaejoong berdiri
dari kursinya.
Mengambil tasnya
dan beranjak keluar pintu.
“Yah, Jaejoong? Mau ke mana kau?” Tanya guru
yang sedang mengajar di depan kelas.
Namja cantik itu
menoleh, menatap langsung kedua mata gurunya.
“Pulang” Sahutnya singkat.
Seluruh siswa di
kelas memandangi Jaejoong bahkan sampai pria cantik itu meninggalkan ruangan
tersebut.
“Kau membolos? Apa yang terjadi dengan
Jaejoong si patuh eoh?”
Yunho mendengus
kepadanya saat mereka bertatap muka di koridor sekolah.
Jaejoong
tersentak kaget menghadapi namja tampan itu.
Wajahnya semakin
terlihat pucat.
[ “Perasaanmu
itu sungguh menjijikkan, aku tidak suka” ]
“Maaf” Bisik Jaejoong lirih.
Menghentakkan
kakinya untuk berjalan melewati Yunho.
“Kenapa kau meminta maaf padaku?”
“Maaf, karena sudah berada di dekatmu..”
DEG.
Yunho tertegun.
Ia menoleh ke
belakang dan mendapati punggung Jaejoong yang semakin menjauh karena namja
cantik itu berlari kencang.
Heh.
Yunho tersenyum
remeh.
“Kau tidak lagi menyenangkan” Gumamnya pelan.
.
.
.
“Kenapa kau memecahkan piringnya?! Kau ini
bisa kerja tidak sih?!”
Wanita bermata
kucing itu berteriak lantang dengan wajahnya yang memerah.
Jaejoong
menundukkan wajahnya dalam.
Jantungnya
sungguh berdebar-debar.
Selama ia hidup
baru kali ini seseorang memarahinya.
“Mianhae Ahjumma, aku tidak sengaja”
“Alasan! Huh, sepertinya kakakku terlalu
memanjakanmu eoh?”
Jaejoong tidak
menyahut lagi.
Ia hanya diam
merapatkan bibirnya.
“Bersihkan pecahan sialan itu! Dan cuci lagi
semua piring dan gelas yang masih tersisa!”
“Ne Ahjumma”
Jung Yunho hanya
bersandar malas di dinding ruang makan sejak tadi.
Memperhatikan
bagaimana Ummanya berteriak-teriak memarahi namja cantik itu.
Oh, ajaib
sekali.
Dulu pria cantik
itu akan segera menangis jika sedikit saja seseorang menaikkan intonasi
kepadanya.
Lihat, bahkan
cara bicaranya pun ikut berubah.
“Akh!”
Jaejoong
meringis saat telapak tangannya tergores pecahan kaca.
Darah segarnya
mulai mengalir membasahi lantai dan serpihan keramik lainnya.
Namja cantik itu
mendekati westafel dan membasahi lukanya dengan semburan keras dari air keran.
Menggigit
bibirnya menahan perih.
Ia tidak boleh
menangis.
Ia harus
terbiasa dengan segala rasa sakit ini.
Kibum akan ikut
sedih jika ia sedih.
Yunho yang
memperhatikan perilaku namja cantik itu hanya mendengus pelan.
Bodoh,
seharusnya pria cantik itu lebih dulu mengobati lukanya, bukan membuat dirinya
tersiksa karena kucuran deras air keran itu.
Ck.
Yunho
menggelengkan kepalanya dan beranjak dari dapur.
Aish, kenapa ia jadi
suka memerhatikan namja cantik itu eoh?
-------
Kim Heechul
tidak banyak berubah, ia masih tetap cantik dan menarik seperti dulu.
Hanya saja
kantung matanya menebal dan wajahnya terlihat menyimpan kesedihan yang sangat
mendalam.
Pria cantik itu duduk
bersandar di kursi santai yang ada di halaman belakang kediaman besar itu.
Sementara
suaminya, Hangeng Kim, masih berada di kantor seperti biasanya.
Heechul masih
ingat dengan jelas, dulu sekali, ketika ia masih memiliki keluarga utuhnya,
mereka membuat piknik sederhana di bawah pohon maple itu.
Dua bocah
ciliknya yang saling berkejaran dengan celotehan lucu.
Penuh
kebahagiaan.
Pria cantik itu
terus menghitung hari sejak ia kehilangan putra sulungnya karena penculikan.
14 tahun.
Dan polisi tidak
pernah berhasil.
Entah seperti
apa kehidupan Jaejoong di luar sana.
Di luar
perlindungannya.
Apakah ia makan
dengan baik, apakah ia tumbuh dengan baik, apakah ia hidup dengan layak.
Heechul selalu
tidak kuat jika ia sudah memikirkan mengenai hal-hal sialan itu.
Hatinya terluka,
dan tidak akan pernah terobati.
Segalanya tidak
lagi sama sejak mereka kehilangan Jaejoong kecil yang cerewet, yang selalu
berceloteh tentang apa saja yang ia suka.
Bahkan Junsu
ikut berubah.
Namja imut itu
menjadi pemarah awal bulan ia kehilangan Hyungnya.
Kemudian seiring
dengan berjalannya waktu, Junsu tumbuh menjadi pribadi yang dingin dan sulit
untuk didekati.
Bahkan Heechul
harus menunggu hari ulang tahunnya hanya untuk melihat putra bungsunya itu
tersenyum manis kepadanya.
Junsu sungguh
memiliki senyum yang sangat manis dan melelehkan siapa saja yang melihatnya.
Dan Heechul
ingin mendapatkannya setiap hari.
Tapi ia tidak
bisa.
Ia kehilangan
Junsu sama seperti ia kehilangan Jaejoong.
Namja imut itu
selalu mengurung dirinya di dalam kamar, berkutat dengan laptopnya dan terus
berusaha hingga saat ini untuk menemukan Jaejoong Hyungnya.
Pria cantik itu
menghela nafas panjang.
Memijat ringan
pelipisnya.
Kurang menyukai
tekstur berlipat yang ia temukan di sana.
Oh, sepertinya
beban pikirannya telah menghisap kecantikan alaminya.
“Junchan, kau sudah pulang, sayang?” Seru
Heechul ketika mendengar suara langkah kaki dari dalam rumah.
“Ne Umma” Sahut Junsu tanpa menghampiri
Ummanya.
Namja imut itu
segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu tersebut.
Menghidupkan
laptopnya dan berdebar-debar seperti setiap harinya.
Junsu tidak
pernah berhenti berdoa agar Jaejoong Hyungnya ditemukan.
Ia memang masih
sangat kecil waktu itu.
Tapi ia tidak
akan pernah melupakan tangan mungil yang selalu menggenggamnya erat.
Bibir cherry yang selalu berceloteh panjang.
Kaki kecil yang
selalu berderap ketika mereka berlari.
Dan senyuman
paling manis sedunia setelah Ummanya saat Jaejoong memberikan apa yang Junsu
minta.
Entah itu
potongan kuenya, sepatu kesayangannya, ataupun susu vanilla-nya.
Junsu sungguh
merindukan namja cantik itu.
Setiap harinya
ia selalu membayangkan akan secantik apa rupa Hyungnya sekarang.
Setinggi apa
dirinya, apakah ia masih kalah tinggi dari namja cantik itu?
Namja imut itu
melakukan semua ini tidak hanya untuk dirinya sendiri.
Tapi untuk Umma
dan Appanya juga.
Ia ingin sekali
melihat Heechul tersenyum dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Ia ingin melihat
pria cantik itu bahagia, melihat Appanya kembali ‘hidup’ seperti dulu.
PIP PIP PIP.
DEG.
Mata sipit Junsu
mengerjap cepat.
Telinganya
mendengar dengan jelas suara alarm pelacak yang dibuatkan khusus oleh
sepupunya.
Changmin
–sepupunya- pernah memberitahunya kalau sesuatu berbunyi nyaring maka
keberadaan Jaejoong semakin dekat.
Keringat dingin
mengalir membasahi pelipis namja imut itu.
Ia menggerakkan
kursor laptopnya dengan gemetar.
Kedua mata
sipitnya melebar sempurna saat GPS
penuntun arah itu berhenti dalam jarak yang sangat jauh dari rumahnya.
“Korea Selatan?” Junsu bergidik.
Dadanya semakin
berdebar kencang.
Jadi…
Selama ini
Hyungnya ada di sana eoh?
Dan seluruh
London mencarinya di dalam pagar!
“UMMA!!”
Junsu memekik.
Ia beranjak
dengan panik dan berlari sekencang mungkin menghampiri Heechul yang masih duduk
di kursi santainya.
Namja imut itu
membasahi bibirnya yang terasa kering.
Menatap Heechul
yang kini balas memandangnya bingung.
“Aku…Aku harus ke Seoul secepatnya! Aku ingin
pindah ke sana! Harus!” Serunya melengking.
Pria cantik itu
terkejut.
Mendelikkan
matanya kepada Junsu. Permintaan macam apa itu eoh?!
“Umma sudah kehilangan Jaejoong, dan Umma
tidak akan pernah kehilanganmu, Kim Junsu” Sahut Heechul tajam.
Junsu menelan
salivanya ciut.
Tapi ini bukan
saatnya untuk takut.
“Aku bersumpah akan kembali ke sini bersama
Joongie Hyung” Desis Junsu lirih.
DEG.
Kim Heechul
membulatkan mata besarnya.
Dadanya berdebar
kencang.
Ia tahu Junsu
telah menemukan titik terang tentang keberadaan putra sulungnya.
TBC :D
Hiks!! Banjir air mata bacanya
BalasHapusaduh kluar deh special nya shella dalam mengaduk2 perasaan pr readers
*lanjut baca ke chap berikut
nangis parah bacanya, jahat bgt jaejoong disika gitu :(
BalasHapus