This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Senin, 09 Maret 2015

FF/YAOI/YUNJAE/CHAPTER/ROTTEN LOVE/PART 2



PART 2.

Jung Kibum tidak tahu lagi harus seperti apa menghadapi putra kesayangannya yang sedang patah hati saat ini.
Jaejoongnya terus mengurung diri di dalam kamar sejak kemarin.
Ia menolak untuk makan ataupun minum.
Sungguh membuatnya khawatir.

  “Joongie sayang, Umma membuatkan cupcake kesukaanmu, ada permen gajahnya, buka pintunya ne?” Bujuk Kibum seraya mengetuk pintu kamar berwarna putih itu.

  “Pergi!” Pekik Jaejoong dari dalam.

Oh, pria berkulit salju itu terkesiap kaget mendengar teriakan Jaejoongnya yang begitu lantang.
Hatinya terasa sakit mendapatkan perlakuan kasar dari remaja cantik itu.
Kibum menoleh ketika suaminya datang menghampiri.
Ia segera jatuh ke dalam rengkuhan pria berlesung pipi itu.

  “Aku benci fase di mana putraku harus jatuh cinta dan patah hati di saat yang bersamaan” Rengeknya sedih.

Siwon menghela nafasnya.
Mengusap lembut punggung pria kesayangannya.

  “Aku akan membujuk Jaejoong” Ucapnya.


Pria itu mengetuk pintu kamar putra angkatnya, ia berdehem.

  “Joongie, ini Appa, lihat, Appa bawa apa? Boneka gajah raksasa”

Kibum melotot.
Ia memukul kesal lengan suaminya.
Pria berlesung pipi itu hanya meringis kecil.
Berharap cemas ketika suara langkah kaki terdengar mendekat dari dalam kamar.

CKLEK.

Sepasang suami istri itu terkejut ketika pintu kamar terbuka dan Jaejoong mengeluarkan kepalanya dari sana.
Oh Tuhan!
Lihatlah wajah sembabnya itu, dan kedua mata bengkaknya itu, aigoo, keadaannya sungguh berantakan.

  “Mana bonekanya, Appa?” Dengung Jaejoong dengan suaranya yang serak.

Namja berlesung pipi itu segera mendorong kuat pintu kamar putranya hingga membuat Jaejoong melompat satu langkah ke belakang.
Jung Kibum segera memeluk erat remaja cantiknya.

  “Appa bohong! Tidak ada boneka! Appa jahat!” Pekik Jaejoong mulai menangis.

Siwon segera bergabung bersama istrinya untuk memeluk Jaejoong.
Namja cantik itu meraung tidak terima.
Isakan sedihnya sungguh menyayat hati Siwon dan Kibum.
Dan ketika tangisan itu mulai mereda, Siwon segera melepaskan pelukannya dan membiarkan Kibum membawa Jaejoong duduk di pinggir ranjang.

  “Maafkan Appa sayang, Appa janji bonekanya akan ada besok” Ujar Siwon ikut duduk di samping Jaejoong.

Kini namja cantik itu telah diapit oleh kedua orang tuanya.

  “Kau baik-baik saja, sayang? Berhentilah menangis, Umma ikut sedih melihatmu” Bisik Kibum lembut.

Jaejoong meringis.
Mengusap hidungnya yang berair.
Ia memandang mata bulat Kibum.

  “Joongie menjijikkan, Umma” Desisnya lirih.

Membuat sepasang kekasih itu membulatkan mata mereka.

  “Mwo?! Siapa yang berani mengatakan hal seperti itu kepada Joongie Umma eoh?!”

  “Katakan pada Appa dan Umma, sayang, siapa orang bodoh itu?!”

Siwon dan Kibum saling bersahut-sahutan.
Mereka ikut marah mendengar apa yang disampaikan oleh Jaejoong.

Pria cantik itu menundukkan wajahnya dalam.
Ia mengernyit merasakan hidungnya sakit ketika ia mencoba untuk menarik nafas panjang.

  “Joongie memberitahu Yunnie Hyung kalau Joongie jatuh cinta padanya..Tapi Yunnie Hyung bilang Joongie menjijikkan” Bisiknya pelan.

Siwon dan Kibum tertegun.
Mereka saling menatap satu sama lain.

  “Memangnya salah kalau Joongie suka dengan laki-laki? Joongie kan cuma suka dengan Yunnie Hyung, Joongie sama sekali tidak suka dengan laki-laki lain. Umma dan Appa juga sama-sama laki-laki” Lanjutnya lagi. Kali ini lebih pelan dari sebelumnya.

Jung Kibum merasakan hatinya berdenyut mendengar ucapan remaja cantiknya.
Membiarkan air matanya jatuh membasahi pipinya dan mengulurkan jemarinya untuk membawa pandangan Jaejoong langsung menatap kedua matanya.

  “Joongie dengarkan Umma, perasaan cinta itu tidak pernah salah, sayang, setiap orang pernah jatuh cinta. Hanya saja, beberapa dari mereka sama seperti Umma dan Appa, seperti dirimu, kita tidak bisa memaksakan ke mana hati kita harus berlabuh, segalanya berjalan mengikuti alur, Joongie mengerti?”

Mata bulat Kibum bergerak-gerak gelisah.
Mencoba menyelami pandangan buram putranya.
Berharap laki-laki cantik itu akan mengerti maksud dari ucapannya.

Lama Jaejoong terdiam.
Sampai kemudian Siwon memeluknya dengan penuh cinta dan mengecup lembut kepalanya.

  “Jaejoongie itu spesial, arra? Yunnie Hyung akan mengerti hal ini pada waktunya nanti” Ujarnya.

  “Jeongmallyo? Ia akan mengerti?” Balas Jaejoong dengan suara yang teredam pelukan Siwon.

  “Ne, suatu hari nanti. Oke? Jja, sekarang Joongie cuci muka ditemani Umma, malam ini Umma dan Appa akan tidur bersama Joongie”

  “Un”

Jung Kibum segera beranjak dari duduknya.
Meremas lembut genggaman tangan remaja cantiknya.
Membawa Jaejoong memasuki kamar mandi dan membantunya menyegarkan wajah.
Sementara Siwon menghela nafas panjang.

Wajar saja Yunho menganggap perasaan Jaejoongnya salah.
Pria itu memiliki kedua orang tua yang normal.
Pria dan wanita.
Jauh berbeda dengan dirinya dan Kibum.
Selama ini Siwon mengira kalau Yunho tidak masalah dengan pernikahannya dan Kibum.

  “Appa, ayo tidur”

Namja berlesung pipi itu menoleh, tersenyum manis kepada Jaejoong yang sudah menaiki ranjang besarnya dan berbaring di sana.

  “Joongie, bagaimana kalau kita makan dulu hm?” Bisik Kibum selembut mungkin.

  “Besok saja Umma, Joongie benar-benar lelah sekarang. Joongie janji besok pagi Joongie akan makan yang banyak” Balas Jaejoong mengerjap sayu.

Namja berkulit putih itu mengangguk.
Ia segera beringsut memeluk putra kesayangannya diikuti Siwon yang berbaring di seberangnya.
Pria berlesung pipi itu mematikan lampu kamar putranya dan ikut memeluk namja cantik itu.

  “Joongie harus ingat, kalau Joongie masih punya Umma dan Appa. Kami akan selalu mencintaimu sampai kapanpun” Bisik Siwon di telinga namja cantik itu.

Jaejoong membuka matanya yang terpejam.
Menoleh kepada Siwon dan menganggukkan wajah sembabnya.
Mendapatkan kecupan sayang di dahinya dan kembali tertidur pulas.


-------


Jaejoong sama sekali tidak pernah menyangka kalau pelukan erat dari kedua orang tuanya semalam adalah pelukan dan kasih sayang terakhir yang didapatkannya dari mereka.
Remaja cantik itu terdiam kosong menatap wajah kepala sekolah yang baru saja memanggilnya dan memberitahunya berita duka itu.
Mobil yang ditumpangi kedua orang tuanya pagi tadi hancur total karena tabrakan dari mobil pengangkut barang yang dikemudikan oleh supir mabuk.

Mata bulat itu mengerjap redup.
Seolah kehilangan jiwanya.
Kepala sekolah memekik kaget ketika Jaejoong terjatuh lemas dengan kedua mata yang tertutup.
Setetes air mata mengalir membasahi wajah pucatnya.
Wakil kepala sekolah segera menggendong namja cantik itu dan bergegas membawanya ke ruang kesehatan.

Para siswa dan siswi yang berlalu-lalang di koridor kelas tiga tampak heboh mendapati seorang murid yang pingsan di dalam gendongan wakil kepala sekolah.
Tidak terkecuali Yunho yang sedang berdiri di depan pintu kelasnya.
Namja tampan itu baru saja akan mengejar langkah kaki wakil kepala sekolah kalau saja ponselnya tidak berdering panjang.

  “Yeoboseyo Umma?”

Waktu seolah berhenti dalam detik itu juga dalam pandangan Yunho.
Pria tampan itu bergetar memegang ponselnya.
Mata musangnya melebar tidak percaya.

  “Ahjusi dan Ahjuma…tewas di tempat?” Lirihnya ragu.

Jung Keybum terus berbicara dengan kacau di seberang sana.
Wanita bermata kucing itu benar-benar kaget dengan berita duka yang datang ke rumahnya pagi tadi.
Yunho meminta Appanya untuk menjaga Ummanya sesaat sebelum panggilan itu terputus.
Kemudian ia segera berlari kencang.
Sekencang mungkin yang ia bisa untuk menuju Jaejoong.
Dadanya berdebar dengan sangat kencang.

Mata musangnya berkabut mengingat betapa penuh cintanya Jung Siwon dan Jung Kibum kepadanya selama ini.

Ya Tuhan, bagaimana dengan Jaejoong?

  “Songsaenim!” Panggil Yunho ketika mendapati wakil kepala sekolah yang juga wali kelasnya itu keluar dari ruang kesehatan.

Pria berkacamata itu menoleh.

  “Sssh, jangan berisik Yunho, guru kesehatan sedang berusaha menenangkan Jaejoong di dalam sana” Ujarnya.

Yunho baru saja akan menyahut.
Tapi pria berkacamata itu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.
Namja tampan itu menelan salivanya.
Ia bergeser pelan hendak mengintip dari jendela hitam yang ada di sisi pintu ruang kesehatan.

DEG.

Kedua mata musangnya mengerjap cepat ketika melihat Jaejoong yang meronta-ronta saat guru kesehatan itu mencoba untuk menyuntiknya agar ia tenang.
Bibirnya terus terbuka untuk berteriak selantang mungkin.
Urat di leher dan pelipisnya sampai menonjol dari kulitnya.
Sampai beberapa saat kemudian suasana kembali hening.

Jaejoong kembali terpejam di atas ranjang.
Guru kesehatan itu menyelimutinya dengan lembut dan menyiapkan dosis selanjutnya kalau Jaejoong kembali sadar dan mengamuk.


-------


Rumah besar itu masih berduka.
Pita hitam terikat di mana-mana.
Papan-papan bunga belasungkawa berjajar rapi dari pintu depan hingga pintu pagar yang jaraknya sangat jauh dari teras.
Ratusan orang datang dengan pakaian berwarna hitam.
Melayat dengan dupa yang terbakar di tangan mereka.

Dua bingkai besar dengan foto hitam putih Siwon dan Kibum diletakkan berdampingan.
Banyak yang menangis karena kehilangan pasangan suami istri itu.
Termasuk Jung Keybum yang tidak mau beranjak meninggalkan peti mati kembarannya.
Ia terus direngkuh Jinki sejak awal upacara, mata kucingnya telah bengkak.

Tapi Jaejoong tidak menangis.
Ia hanya teduduk diam di atas sofa.
Menatap kosong pemandangan yang ada di depannya.
Dengan kedua lengan yang memeluk erat bingkai foto Siwon dan Kibum yang memeluknya erat di dalam sana.

Kehidupannya seolah direnggut begitu saja.
Ia bahkan tidak tahu apakah minatnya untuk hidup masih ada.

Kedua orang yang sangat dicintainya melebihi apapun di dunia ini pergi begitu saja.
Tanpa peringatan apapun.
Jaejoong bahkan masih ingat dengan sangat jelas saat mereka sarapan bersama pagi tadi, sebelum ia berangkat ke sekolah, sebelum kecelakaan itu terjadi.

Siwon yang sibuk membaca koran dengan kopinya yang mengepul hangat.
Kibum yang duduk di sebelahnya seraya memotong buah apel untuk dua laki-laki tercintanya.
Dan ia yang menikmati momen kebersamaan itu seperti pagi-pagi sebelumnya.
Pandangan Jaejoong menoleh, menatap dapur yang tampak lengang.

Tidak ada lagi Jung Kibum yang mengenakan apronnya di sana.
Tidak ada lagi aroma kue lezat kesukaannya dengan permen berbentuk gajah.

Perlahan Jaejoong bangkit dari duduknya.
Berjalan memasuki dapur, tidak mengacuhkan orang-orang yang membisikkan betapa kasihannya ia.
Namja cantik itu membuka kulkas.
Menatap mango milkshake yang dipintanya dari Kibum saat sarapan tadi.

Pria berkulit putih itu menolaknya karena takut putranya akan sakit perut.

Jaejoong menyentuh tabung jus itu.
Membuka tutupnya dan meneguknya sedikit.
Asam.
Tentu saja ia bisa sakit perut.

Namja cantik itu berbalik, mendudukkan dirinya di atas meja makan.
Meja yang kini kosong tanpa kehangatan.

  “Jung Jaejoong”

Namja cantik itu mengangkat wajahnya.
Menatap datar seorang pria berkacamata yang memanggilnya.
Pria itu duduk di hadapannya, meletakkan tasnya di atas meja.

  “Namaku Choi Minho, pengacara dari Jung Siwon dan Jung Kibum”

Jaejoong tidak merespon.
Ia hanya diam dengan tatapan sendunya.

  “Kedua orang tuamu telah menyiapkan surat wasiat untuk berjaga-jaga yang ditinggalkan untukmu”

  “Ne…”

  “Kedua orang tuamu meninggalkan seluruh aset kekayaan keluarga untukmu seorang, pendidikanmu hingga jenjang akhir sudah diatur oleh Siwon Sajangnim sejak dulu, ia ingin agar kau melanjutkan prodi Seni di perguruan tinggi nanti”

  “Ne…”

  “Jung Kibum menitipkan beberapa pesan untukmu, kau ingin aku membacakannya untukmu?”

Mata bulat Jaejoong mengerjap.
Ia membuka telapak tangannya, meminta surat yang ditulis Kibum untuknya.
Pria berkacamata itu segera membuka amplop berwarna merah muda yang disimpannya dan memberikannya kepada namja cantik itu.

Jaejoong menahan nafasnya.
Membuka setiap lipatan kertas itu dengan hati yang berdebar-debar.
Dalam sekejap kedua matanya terasa buram.
Tulisan ini, tulisan tangan milik Ummanya.
Tulisan terakhir untuknya.

  Jaejoongie sayang, jangan pernah terlambat untuk makan siang, arasseo? Kerjakan tugas rumahmu dengan rajin, belajarlah yang giat, dan hiduplah dengan bahagia. Umma dan Appa menyayangimu seperti kami menyayangi anak kami sendiri. Jangan pernah lupakan, apapun dirimu, seperti apapun dirimu, Joongie tetap putra kesayangan Umma dan Appa. Jung Jaejoong. Umma mencintaimu, arra? Dan tidurlah dengan pulas, karena kami selalu ada untuk memelukmu setiap malam.

Air mata itu akhirnya jatuh dalam keheningan.
Choi Minho merasakan tenggorokannya tercekat ketika melihat Jaejoong yang kini menutup mulutnya dengan tangan kanan sementara tangan yang satunya meremas erat kertas putih itu.
Jaejoong menangis tanpa suara.
Hatinya berdenyut-denyut sakit.
Ia memandang pria berkacamata itu dan membuka suaranya.

  “S-surat ini..Apa maksudnya? K-kenapa Umma berkata seperti—itu?” Tanya Jaejoong terbata-bata.

Choi Minho membenarkan letak kacamatanya.
Ia berdehem pelan.

  “Kau pernah mengalami kecelakaan sewaktu kecil, kebetulan mereka berdua ada di sana waktu itu, dan memutuskan untuk mengadopsimu, Jaejoong” Ujarnya jelas.

DEG.

Jaejoong terkesiap.
Menatap tidak percaya namja berkacamata itu.

  “A—adopsi?” Lirihnya kaget.

Jadi, selama ini ia bukan seorang Jung?
Ia bukan putra kandung dari Siwon dan Kibum?

  “Aku sungguh menyesal akan hal ini, Jaejoong ah, tapi kau berhak tau kebenarannya”

  “A-aku..Aku---”

  “Dan karena kau masih di bawah umur, maka seluruh aset kekayaan akan diambil alih oleh pamanmu sampai pendidikan akhirmu selesai. Kemudian hak asuhmu akan berada di tangan kembaran ibumu. Kau akan tinggal bersama keluarga dari Jung Jinki dan Jung Keybum sampai umurmu mencukupi syarat untuk tinggal sendirian”

Telinga Jaejoong berdenging nyaring.
Kepalanya terasa pusing.
Terlalu banyak kejutan yang ia dapatkan hari ini.
Jemarinya beralih mencengkram erat pinggiran meja makan.
Nafasnya mulai tersendat.

Dan beberapa detik kemudian Jaejoong pingsan.

Minho tersentak kaget.
Ia baru saja akan berdiri untuk mengambil alih tubuh lemah namja cantik itu.
Tapi gerakannya terhenti ketika sesosok namja tampan dengan gesit merengkuh namja cantik itu.
Menatapnya tajam seraya menggendong Jaejoong menuju kamar terdekat.
Minho menaikkan alisnya.

Oh, ia tahu remaja tampan itu.
Ia pernah bertemu dengannya di kantor Siwon.

Putra tunggal dari paman dan bibi Jaejoong.

Jung Yunho.


-------


Keybum memberinya kamar terkecil yang ada di rumah super besar itu.
Kamar yang terletak di sudut lorong lantai dua.
Tidak terjamah, tidak tersentuh.
Dengan kasur tiga kaki yang cukup untuknya seorang dan sebuah lemari, kemudian meja untuknya belajar.
Hanya itu.

Tanpa kamar mandi seperti kamarnya dulu.
Tanpa lemari kaca berisi boneka seperti kamarnya dulu.
Tanpa meja nakas yang penuh dengan foto-fotonya bersama Siwon dan Kibum seperti kamarnya dulu.

Jaejoong tahu wanita cantik itu tidak menyukai kehadirannya.
Ia bisa merasakannya sejak dulu, Keybum selalu menjadi yang paling tidak acuh kepadanya.
Sekarang namja cantik itu tahu jawabannya.
Karena ia bukan seorang Jung.
Ia hanya seorang remaja yang tidak jelas asal-usulnya.

Namja cantik itu menyentuh kalung yang tidak pernah dilepasnya sejak kecil.
Kalung perak berukir namanya.
Hanya itu satu-satunya benda yang membuktikan siapa dirinya.

Jaejoong mengedarkan pandangannya, ia sudah membuka jendela kaca yang kecil itu tadi, setidaknya ia tidak akan mati kepanasan di dalam ruangan sempit ini.
Namja cantik itu meletakkan bingkai foto yang sedari tadi dipeluknya di atas meja belajar.
Lalu ia beranjak duduk di atas ranjang.
Melepas dasi hitam yang membalut di lehernya dan berbaring di sana.

Mata bulatnya meredup, menatap kosong langit-langit kamar barunya.
Air matanya mengalir tanpa sadar.
Jaejoong menahan nafasnya sesak.

Setelah ini bagaimana ia bisa hidup? Pikirnya.

Namja cantik itu memeluk bantalnya dan memejamkan kedua matanya.
Mencoba untuk berimajinasi kalau kedua orang tuanya sedang memeluknya seperti malam itu.
Dan Jaejoongpun jatuh tertidur.
.
.
.

Dua bulan terakhir ini Yunho mendapati perubahan drastis dari namja cantik itu.
Ia tidak lagi terlihat cerah seperti dulu.
Namja cantik itu kehilangan senyumnya.
Dan Yunho tidak bisa mendekat untuk menghibur namja cantik itu.
Ia masih tidak bisa menerima kalau Jaejoong mencintainya lebih dari seorang kakak.

Bahkan saat di sekolahpun Jaejoong tetap menutupi seragamnya dengan sweater atau jaket berwarna hitam.
Pertanda ia masih dalam keadaan berkabung.
Pria cantik itu lebih senang menyendiri sekarang.
Tenggelam dalam lamunannya yang entah apa.
Duduk diam di kursinya tanpa peduli dengan suasana sekitarnya.

GREK.

Jaejoong berdiri dari kursinya.
Mengambil tasnya dan beranjak keluar pintu.

  “Yah, Jaejoong? Mau ke mana kau?” Tanya guru yang sedang mengajar di depan kelas.

Namja cantik itu menoleh, menatap langsung kedua mata gurunya.

  “Pulang” Sahutnya singkat.

Seluruh siswa di kelas memandangi Jaejoong bahkan sampai pria cantik itu meninggalkan ruangan tersebut.

  “Kau membolos? Apa yang terjadi dengan Jaejoong si patuh eoh?”

Yunho mendengus kepadanya saat mereka bertatap muka di koridor sekolah.
Jaejoong tersentak kaget menghadapi namja tampan itu.
Wajahnya semakin terlihat pucat.

  [ “Perasaanmu itu sungguh menjijikkan, aku tidak suka” ]

  “Maaf” Bisik Jaejoong lirih.

Menghentakkan kakinya untuk berjalan melewati Yunho.

  “Kenapa kau meminta maaf padaku?”

  “Maaf, karena sudah berada di dekatmu..”

DEG.

Yunho tertegun.
Ia menoleh ke belakang dan mendapati punggung Jaejoong yang semakin menjauh karena namja cantik itu berlari kencang.

Heh.

Yunho tersenyum remeh.

  “Kau tidak lagi menyenangkan” Gumamnya pelan.
.
.
.

  “Kenapa kau memecahkan piringnya?! Kau ini bisa kerja tidak sih?!”

Wanita bermata kucing itu berteriak lantang dengan wajahnya yang memerah.
Jaejoong menundukkan wajahnya dalam.
Jantungnya sungguh berdebar-debar.
Selama ia hidup baru kali ini seseorang memarahinya.

  “Mianhae Ahjumma, aku tidak sengaja”

  “Alasan! Huh, sepertinya kakakku terlalu memanjakanmu eoh?”

Jaejoong tidak menyahut lagi.
Ia hanya diam merapatkan bibirnya.

  “Bersihkan pecahan sialan itu! Dan cuci lagi semua piring dan gelas yang masih tersisa!”

  “Ne Ahjumma”

Jung Yunho hanya bersandar malas di dinding ruang makan sejak tadi.
Memperhatikan bagaimana Ummanya berteriak-teriak memarahi namja cantik itu.
Oh, ajaib sekali.
Dulu pria cantik itu akan segera menangis jika sedikit saja seseorang menaikkan intonasi kepadanya.
Lihat, bahkan cara bicaranya pun ikut berubah.

  “Akh!”

Jaejoong meringis saat telapak tangannya tergores pecahan kaca.
Darah segarnya mulai mengalir membasahi lantai dan serpihan keramik lainnya.
Namja cantik itu mendekati westafel dan membasahi lukanya dengan semburan keras dari air keran.
Menggigit bibirnya menahan perih.

Ia tidak boleh menangis.

Ia harus terbiasa dengan segala rasa sakit ini.
Kibum akan ikut sedih jika ia sedih.

Yunho yang memperhatikan perilaku namja cantik itu hanya mendengus pelan.
Bodoh, seharusnya pria cantik itu lebih dulu mengobati lukanya, bukan membuat dirinya tersiksa karena kucuran deras air keran itu.
Ck.
Yunho menggelengkan kepalanya dan beranjak dari dapur.

Aish, kenapa ia jadi suka memerhatikan namja cantik itu eoh?


-------


Kim Heechul tidak banyak berubah, ia masih tetap cantik dan menarik seperti dulu.
Hanya saja kantung matanya menebal dan wajahnya terlihat menyimpan kesedihan yang sangat mendalam.
Pria cantik itu duduk bersandar di kursi santai yang ada di halaman belakang kediaman besar itu.
Sementara suaminya, Hangeng Kim, masih berada di kantor seperti biasanya.

Heechul masih ingat dengan jelas, dulu sekali, ketika ia masih memiliki keluarga utuhnya, mereka membuat piknik sederhana di bawah pohon maple itu.
Dua bocah ciliknya yang saling berkejaran dengan celotehan lucu.
Penuh kebahagiaan.

Pria cantik itu terus menghitung hari sejak ia kehilangan putra sulungnya karena penculikan.
14 tahun.
Dan polisi tidak pernah berhasil.
Entah seperti apa kehidupan Jaejoong di luar sana.
Di luar perlindungannya.

Apakah ia makan dengan baik, apakah ia tumbuh dengan baik, apakah ia hidup dengan layak.

Heechul selalu tidak kuat jika ia sudah memikirkan mengenai hal-hal sialan itu.
Hatinya terluka, dan tidak akan pernah terobati.
Segalanya tidak lagi sama sejak mereka kehilangan Jaejoong kecil yang cerewet, yang selalu berceloteh tentang apa saja yang ia suka.

Bahkan Junsu ikut berubah.

Namja imut itu menjadi pemarah awal bulan ia kehilangan Hyungnya.
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, Junsu tumbuh menjadi pribadi yang dingin dan sulit untuk didekati.
Bahkan Heechul harus menunggu hari ulang tahunnya hanya untuk melihat putra bungsunya itu tersenyum manis kepadanya.

Junsu sungguh memiliki senyum yang sangat manis dan melelehkan siapa saja yang melihatnya.
Dan Heechul ingin mendapatkannya setiap hari.
Tapi ia tidak bisa.
Ia kehilangan Junsu sama seperti ia kehilangan Jaejoong.

Namja imut itu selalu mengurung dirinya di dalam kamar, berkutat dengan laptopnya dan terus berusaha hingga saat ini untuk menemukan Jaejoong Hyungnya.

Pria cantik itu menghela nafas panjang.
Memijat ringan pelipisnya.
Kurang menyukai tekstur berlipat yang ia temukan di sana.
Oh, sepertinya beban pikirannya telah menghisap kecantikan alaminya.

  “Junchan, kau sudah pulang, sayang?” Seru Heechul ketika mendengar suara langkah kaki dari dalam rumah.

  “Ne Umma” Sahut Junsu tanpa menghampiri Ummanya.

Namja imut itu segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu tersebut.
Menghidupkan laptopnya dan berdebar-debar seperti setiap harinya.
Junsu tidak pernah berhenti berdoa agar Jaejoong Hyungnya ditemukan.
Ia memang masih sangat kecil waktu itu.

Tapi ia tidak akan pernah melupakan tangan mungil yang selalu menggenggamnya erat.
Bibir cherry yang selalu berceloteh panjang.
Kaki kecil yang selalu berderap ketika mereka berlari.
Dan senyuman paling manis sedunia setelah Ummanya saat Jaejoong memberikan apa yang Junsu minta.

Entah itu potongan kuenya, sepatu kesayangannya, ataupun susu vanilla-nya.

Junsu sungguh merindukan namja cantik itu.
Setiap harinya ia selalu membayangkan akan secantik apa rupa Hyungnya sekarang.
Setinggi apa dirinya, apakah ia masih kalah tinggi dari namja cantik itu?

Namja imut itu melakukan semua ini tidak hanya untuk dirinya sendiri.
Tapi untuk Umma dan Appanya juga.
Ia ingin sekali melihat Heechul tersenyum dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Ia ingin melihat pria cantik itu bahagia, melihat Appanya kembali ‘hidup’ seperti dulu.

PIP PIP PIP.

DEG.

Mata sipit Junsu mengerjap cepat.
Telinganya mendengar dengan jelas suara alarm pelacak yang dibuatkan khusus oleh sepupunya.
Changmin –sepupunya- pernah memberitahunya kalau sesuatu berbunyi nyaring maka keberadaan Jaejoong semakin dekat.

Keringat dingin mengalir membasahi pelipis namja imut itu.
Ia menggerakkan kursor laptopnya dengan gemetar.
Kedua mata sipitnya melebar sempurna saat GPS penuntun arah itu berhenti dalam jarak yang sangat jauh dari rumahnya.

  “Korea Selatan?” Junsu bergidik.

Dadanya semakin berdebar kencang.
Jadi…
Selama ini Hyungnya ada di sana eoh?
Dan seluruh London mencarinya di dalam pagar!

  “UMMA!!”

Junsu memekik.
Ia beranjak dengan panik dan berlari sekencang mungkin menghampiri Heechul yang masih duduk di kursi santainya.
Namja imut itu membasahi bibirnya yang terasa kering.
Menatap Heechul yang kini balas memandangnya bingung.

  “Aku…Aku harus ke Seoul secepatnya! Aku ingin pindah ke sana! Harus!” Serunya melengking.

Pria cantik itu terkejut.
Mendelikkan matanya kepada Junsu. Permintaan macam apa itu eoh?!

  “Umma sudah kehilangan Jaejoong, dan Umma tidak akan pernah kehilanganmu, Kim Junsu” Sahut Heechul tajam.

Junsu menelan salivanya ciut.
Tapi ini bukan saatnya untuk takut.

  “Aku bersumpah akan kembali ke sini bersama Joongie Hyung” Desis Junsu lirih.

DEG.

Kim Heechul membulatkan mata besarnya.
Dadanya berdebar kencang.
Ia tahu Junsu telah menemukan titik terang tentang keberadaan putra sulungnya.

TBC :D

2 komentar:

  1. Hiks!! Banjir air mata bacanya
    aduh kluar deh special nya shella dalam mengaduk2 perasaan pr readers
    *lanjut baca ke chap berikut

    BalasHapus
  2. nangis parah bacanya, jahat bgt jaejoong disika gitu :(

    BalasHapus