This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Selasa, 16 Agustus 2016

FF/YAOI/YUNJAE/ONESHOOT/WHITE CHRISTMAS



Tittle: WHITE CHRISTMAS

Genre: YAOI

Author: Shella Rizal a.k.a Park Sooji

Cast: Yunjae and other

Length: ONESHOOT

Rating: family-romance-hurt-friendship

WARNING: BOY x BOY! Yg ga suka YAOI mending cabut aja dari sini, cos author Cinta damai~
*kibar2 kutang Jae umma*


-------


Natal tahun ini..

Saljunya datang terlambat..
.
.
.
  “Bagaimana, tuan muda?”

Namja cantik itu mengerjapkan matanya memandang kedua layar monitor yang ada di hadapannya saat ini kini telah menyala dengan sempurna.
Setelah berhari-hari membiarkannya dalam keadaan gelap.

  “Kerjamu bagus” Ujar Jaejoong seraya memakai jas seragam sekolahnya.

Pemuda cantik itu beranjak keluar dari kamar luasnya diikuti sang asisten tanpa repot-repot mematikan kedua monitor tadi.
Ia mendengus ketika kakinya melangkah menuruni tangga.

  “Tambah satu monitor lagi, kali ini pasang di sana” Perintah Jaejoong seraya menunjuk ruang keluarga rumahnya.

Asisten bernama Choi Minho itu mengangguk patuh.
Menatap punggung tuan mudanya dalam diam.
Pemuda cantik itu—kasihan sekali. Pikirnya sendu.
Rasanya baru kemarin ia melihat rumah ini begitu hidup, penuh dengan canda tawa kebahagiaan.


Segalanya terasa seperti mimpi di siang hari—ketika Heechul dan Hangeng bertengkar hebat dan membiarkan putra tunggal mereka mengetahui sebuah rahasia besar yang mengejutkan.
Bahwa sepasang suami istri itu telah lama berpisah.
Keduanya memiliki keluarga lain dan hidup dengan bahagia tanpa namja cantik itu.
Minho pernah membawa Jaejoong ke rumah sakit karena pemuda cantik itu depresi berat ketika ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa kedua orang tuanya menikah karena perjodohan.

Bahwa ia dilahirkan hanya untuk memenuhi ambisi seorang kakek yang ingin menjaga tahta dan kekuasaannya di dunia bisnis.

Kejutan ini membuat Jaejoong sempat tidak percaya bahwa ibu dan ayahnya hidup bahagia tanpa dirinya.
Sehingga pemuda cantik itu memerintahkan Minho untuk memasang kamera tersembunyi di ruang keluarga di rumah ibu dan di rumah ayahnya.
Dan apa yang ia lihat sungguh menyedihkan.

Jaejoong sama sekali tidak tahu kalau ibunya bisa tersenyum sebahagia itu bersama dengan adik-adik tirinya.
Ia juga tidak menyangka kalau ayahnya yang selalu terlihat penuh wibawa itu dapat bertingkah konyol hanya demi membujuk adik tirinya yang lain untuk tersenyum senang.

  “Tuan muda, sarapan anda” Ujar seorang pelayan tersenyum sopan.

Jaejoong mengangguk.
Ia mendudukkan dirinya di kursi yang dulunya hanya milik ayahnya itu.
Mata bulatnya melirik amplop tebal yang tergeletak di samping gelas susunya seperti biasa.

  [ “Dari awal rumah ini dibangun atas namamu, tapi kau sudah besar sekarang, kau bisa memilih di mana kau ingin tinggal, mulai sekarang Umma akan memberikanmu uang jajan secara tunai, karena Umma lebih memerhatikanmu dari pada Appa” ]

  [ “Dan Appa akan selalu mengirimkan uang ke rekeningmu, Joongie, karena Appa lebih tahu apa yang kau butuhkan daripada Ummamu” ]

Jaejoong mendengus lagi.
Ia mengambil amplop tersebut dan segera memasukkan benda tersebut ke dalam tas sekolahnya.
Sementara asisten bermata kodok itu hanya bisa diam memperhatikan setiap gerak-gerik tuan mudanya dari belakang.
Seharusnya pemuda cantik itu membuang meja makan super panjang ini dan membeli yang lebih kecil—karena ia hanya membuat dirinya tampak lebih menyedihkan dengan duduk seorang diri di sana seperti itu.

Tapi sejauh ini..Hanya satu yang Minho tidak mengerti.

Mengapa pemuda cantik itu ingin memasang kamera tersembunyi di ruang keluarga rumah besar ini?
.
.
.
Namja cantik itu menarik kursinya dan segera duduk di sana setelah menggantung tasnya di pinggiran meja.
Ia menghela nafas memerhatikan teman-teman sekelasnya yang mengabaikan dirinya.
Cih.
Mereka semua sama saja seperti ibu dan ayahnya. Sama-sama memakai topeng menjijikkan.
Awalnya saja mereka semua ingin berteman dengannya.
Lalu tidak butuh waktu lama untuk mereka pergi dan meninggalkannya seorang diri.

Ck.
Jaejoong tidak butuh teman.
Ia tidak membutuhkan orang-orang yang tidak tulus kepadanya.

Mereka semua menjijikkan.

  “Hyung! Pulang sekolah nanti temani aku makan di tempat itu, ya?”

Jaejoong refleks menolehkan kepalanya dan menatap empat pemuda yang berdiri di pintu kelasnya.
Ah—ia kenal mereka semua.
Sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari di sekolah untuk mengamati keempatnya dalam diam.
Yang baru saja bersuara itu adalah Jung Changmin, adik Yunho yang sekelas dengannya.
Changmin sebenarnya berbeda tiga tahun dari Hyungnya.

Tapi kepalanya yang cerdas membuatnya bisa berada di sekolah yang sama dengan Hyungnya walaupun berbeda kelas.
Lalu pemuda berpipi chubby yang sedang menarik kerah seragam Changmin itu adalah Park Yoochun, kemudian namja berambut merah yang berdiri di dekat Yoochun adalah si imut Kim Junsu.

  “Sst, namja itu melihat kita lagi” Bisik Junsu melirik Jaejoong.

  “Biarkan saja Su, mungkin ia ingin berteman dengan kita” Ujar Yoochun merangkul bahu pemuda imut itu.

Junsu mendelik.

  “Mwo? Teman? Yang benar saja! Banyak yang ingin berteman dengannya tapi ia dengan sombongnya menolak!” Ketus Junsu kesal.

  “Oh ya? Kenapa seperti itu?” Kali ini Yunho yang bersuara. Sedikit melirik Jaejoong yang sudah sibuk dengan ponselnya.

  “Sikapnya sangat buruk, wajah cantik itu hanya menipu, huh, banyak yang berhenti berteman dengannya karena ia tidak pernah mau membawa orang lain ke rumahnya”

Changmin tertawa.
Ia meninju lengan Junsu main-main.

  “Kau seperti pembawa acara gosip saja, Hyung, semangat sekali, hahaha”

  “Tidak pernah mau memperlihatkan rumahnya, hmm, misterius” Komentar Yoochun ikut-ikutan melihat Jaejoong.

  “Ah sudahlah, itu bukan urusan kita, kajja!” Seru Yunho mengusir ketiga pemuda itu dari pintu kelasnya.

Namja tampan itu menghela nafas pendek ketika ia sudah duduk di kursinya.
Namun belum sempat ia mengeluarkan bukunya dari dalam tas, dirinya telah dikejutkan oleh kehadiran pemuda yang baru saja mereka bicarakan tadi di depan mejanya.
Mata musang Yunho mengerjap tidak percaya melihat sosok cantik Jaejoong yang balas memandangnya dengan sepasang mata bulat yang besar itu.

  “A-ada apa?” Tanya Yunho penasaran.

Sial—kenapa mendadak ia merasa gugup?

  “Kudengar kau akan pergi dengan adikmu pulang sekolah nanti” Ujar Jaejoong datar.

  “Uhm, iya” Gumam Yunho pelan.

  “Boleh aku ikut?”

  “Mwo?!”

Jung Yunho membulatkan mata musangnya kaget.
Menatap tidak percaya Jaejoong yang bregeming di hadapannya.
Namja tampan itu mengerutkan dahinya.
Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba pemuda cantik itu ingin pergi bersamanya?
Setahunya selama ini mereka tidak pernah berteman.

Bertegur sapa saja tidak.

  “Boleh tidak?” Tanya Jaejoong menaikkan alisnya.

Yunho mengerutkan dahinya.
Lalu ia mengangguk singkat.

  “Gomawo, sampai jumpa nanti” Ujar Jaejoong seraya mengetuk meja Yunho dengan jari telunjuknya.

Meninggalkan Yunho seorang diri di kursinya dengan kepala yang memiring bingung.
Yah, semoga saja Changmin tidak marah karena ia mengajak Jaejoong nanti.


-------


Mata bambi Changmin mengerjap-kerjap tidak percaya mendapati sosok cantik Kim Jaejoong yang ikut duduk bersama mereka di cafe kesukaannya ini.
Ia menatap Yunho dan namja tampan itu segera mengangkat bahunya.
Lalu ia kembali melihat Jaejoong yang sudah membuka-buka buku menu cafe.

  “Pesan saja yang kalian inginkan, aku yang membayar” Ujar Jaejoong tanpa mengalihkan pandangannya.

Mwo?
Yunho dan Changmin saling menatap satu sama lain.
Kemudian Changmin segera mengambil buku menunya dengan semangat dan menunjuk semua makanan dan minuman kesukaannya.

  “Jangan Jaejoong, kau tidak perlu seperti itu” Ujar Yunho yang dengan secepat kilat mendapatkan pelototan dari Changmin.

  “Gwencahana, ini sebagai ucapan terima kasihku karena sudah mengizinkanku untuk makan bersama kalian hari ini” Balas Jaejoong menunduk sopan.

Namja tampan itu menghela nafasnya dan ikut memesan makanan.
Yah, kalau pemuda cantik itu sudah berkata seperti itu, ia bisa apa?

  “Ya Changmin ah, kau tidak boleh memesan kue sebanyak itu! Dokter sudah memperingatkanmu untuk menghindari diabetes!” Ujar Yunho mengalihkan atensi Jaejoong.

  “Diabetes? Changmin sakit?” Tanya Jaejoong bingung.

  “Tidak, tapi kami memiliki jadwal rutin untuk memeriksa kesehatan setiap minggu, hanya saja anak ini nakal sekali setiap diberitahu dokter tentang kesehatannya”

Jung Changmin mendengus.
Ia mendorong bahu Yunho agar jauh darinya dengan kesal.

  “Hyung cerewet!” Seru bocah nakal itu tidak senang.

  “YA YA! Tidak sopan!” Balas Yunho seraya mendorong kepala adiknya.

Mata besar Jaejoong mengerjap memerhatikan kedua pemuda yang ada di hadapannya saat ini.
Seolah sesuatu mengetuk hatinya—ia membuka mulutnya dan bersuara.

  “Boleh aku ikut kalian pulang?”

  “MWO?”

Kedua pemuda itu berseru kaget dengan kompak.
Kemudian mereka saling memandang bingung satu sama lain.

  “Aku ingin melihat rumah kalian” Sambung Jaejoong tersenyum tipis.

Yunho dan Changmin semakin mengernyitkan dahi mereka tidak mengerti.
Pertama namja cantik itu ingin ikut ke sini bersama mereka.
Lalu sekarang ia ingin ikut pulang ke rumah?
Yang benar saja!
Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh namja cantik itu eoh? Yunho benar-benar penasaran karenanya.

  “Ne Hyung, kau boleh ikut” Ujar Changmin tersenyum.

  “Gomawo Changmin ah” Balas Jaejoong sopan.
.
.
.
  “Ya Jung Changmin! Berhenti mengambil ayamnya! Kupecat kau jadi anakku! Aish!” Teriak Jung Keybum kesal.

  “Pecat saja aku! Aku bisa meminta Kwon Boa untuk menjadi ummaku, hahahaha~!” Balas Changmin yang sudah berlari dari dapur.

  “Ia akan berhenti menjadi artis kalau kau jadi anaknya, Changmin ah” Ujar Jung Jinki yang sedang duduk santai di kursi meja makan.

Namja cantik itu meremas jemarinya dalam diam.
Mata bulatnya tidak berhenti memandang keributan yang ada di depan matanya sejak ia tiba di rumah super besar ini.

  “Maaf kalau membuatmu tidak nyaman, Jaejoong ah” Ujar Yunho yang sedari tadi mengamati kediaman Jaejoong.

  “Ani, gwenchana” Bisik Jaejoong tersenyum tipis.

  “Kau tentu tidak merasa baik-baik saja melihat keributan Changmin dan ibunya, aku juga merasa seperti itu, hahaha, kau teman sekolah Yunho?” Ucap Jinki tersenyum ramah kepada namja cantik yang duduk tidak jauh darinya itu.

  “Namaku Kim Jaejoong, aku sekelas dengan Yunho, Ahjussi” Balas Jaejoong tersenyum manis.

Membuat Yunho terkejut karena baru kali ini ia melihat Jaejoong tersenyum seperti itu.

  “Nama yang cantik! Sama seperti orangnya!” Ujar Keybum yang berjalan keluar dari dapur diikuti Changmin yang masih mengunyah ayamnya.

  “Ahjumma jauh lebih cantik dariku” Sahut Jaejoong tertawa malu.

  “Uhuk uhuk!” Changmin memukul-mukul dadanya karena tersedak daging ayam yang ditelannya.

Wanita bermata kucing itu hanya menatap malas ke arah putra bungsunya dan segera duduk di samping suaminya.
Ia tersenyum manis kepada Jaejoong—ah, ia menyukai pemuda cantik ini.
Changmin segera menarik lengan Hyungnya setelah ia duduk di kursinya.

Namja berwajah kekanakan itu mengerutkan dahinya bingung.

  “Hyung, sebenarnya Kim Jaejoong itu siapa? Apa ia berkepribadian ganda? Baru kali ini ia bertingkah seperti itu” Bisik Changmin penasaran.

  “Berisik, bocah! Kau mulai terlihat seperti Junsu!” Gerutu Yunho seraya menjauhkan Changmin darinya.

Namja berwajah kekanakan itu mendengus kesal.
Ia meninju bahu Yunho dan berpaling pada piring makanannya.
Sementara Yunho hanya mengusap bahunya yang terasa sakit karena tinjuan Changmin.
Tapi tidak sedikitpun ia berhenti menatap Kim Jaejoong yang sudah bercanda tawa bersama kedua orang tuanya.

Changmin benar.
Kim Jaejoong itu aneh sekali.
Siapa dia sebenarnya?


-------


  “Aku pulang”

  “Selamat datang, tuan muda”

Jaejoong melepas sepatunya dan memakai sandal rumahnya yang berhiaskan kepala gajah.
Namja cantik itu berjalan memasuki rumah besarnya tanpa terganggu dengan belalai yang mencuat dari sandalnya itu.
Ia menyerahkan tas sekolahnya kepada salah satu pelayan sebelum berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

CKLEK.

Mata besar Jaejoong mengerjap ketika ia membuka pintu kamarnya dan melihat ketiga layar monitor besar yang tergeletak di seberang ranjangnya.
Namja cantik itu menutup pintu kamarnya dan segera berlari menghampiri monitor tersebut.
Mendudukkan dirinya di atas ranjang dan mengerutkan dahinya.

Pertama ia menatap monitor pertama yang ditempeli sebuah kertas di atasnya.

  Umma

Jaejoong tidak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan di sana.
Tapi ia tahu kalau mereka membicarakan hal-hal yang menyenangkan.
Ibunya membawa seloyang kue cokelat dan meletakkannya di atas meja ruang tengah.
Kemudian satu remaja cantik memeluk ibunya dari belakang, lalu gadis cantik lainnya yang lebih kecil sudah mencolek krim kue buatan ibunya.

Mata bulat Jaejoong terasa panas.
Ia menghapus air mata yang membasahi pipinya dengan cepat.
Itu kue buatan ibunya. Seharusnya itu diberikan untuknya.
Karena ibunya tidak pernah lagi membuatkan kue apapun untuknya.
Bahkan di hari ulang tahunnya pun tidak.

Hanya uang saja yang wanita itu berikan setiap hari.

Jaejoong kembali menghapus air matanya dengan kasar dan beralih menatap monitor kedua yang juga ditempeli kertas di atasnya.

  Appa

Namja cantik itu melihat anak lelaki kecil yang duduk di sofa sedang menyusun puzzle seorang diri.
Jaejoong baru saja menebak kalau ayahnya belum pulang dari kantor.
Tapi ternyata ia salah. Pria tampan itu ada di rumahnya.
Lelaki itu muncul di layar monitor dan duduk di samping bocah kecil itu bersama istrinya.
Mereka menemani bocah kecil itu menyusun puzzle-nya sampai selesai.

  “Appa tidak pernah menemaniku seperti itu..Aku selalu menyelesaikannya sendirian karena Appa lebih suka melihatku mandiri..” Bisik Jaejoong entah pada siapa.

Namja cantik itu meremas selimut tebalnya dengan perasaan yang berkecamuk.
Ia menahan nafasnya dan berusaha memberanikan diri untuk melihat monitor yang terakhir bersamaan dengan kertas yang tertempel di atasnya.

  Joongie

Air mata Jaejoong berjatuhan membasahi pipi tirusnya.
Meskipun pandangannya terlihat buram—tapi ia masih bisa melihat ruang keluarga yang tampak sepi itu.
Namja cantik itu meringis merasakan dadanya sakit dengan tenggorokannya yang terasa perih.
Ia terisak sedih memeluk lututnya.

Kenapa mereka membuat sebuah ruang keluarga kalau pada akhirnya tidak ada yang namanya keluarga?

DDRRTT..DDRRTTT..

DEG.

Kim Jaejoong tersentak kaget saat ponselnya bergetar panjang di saku seragamnya.
Ia segera berdiri dan menjawab panggilan dari nomor yang sudah sangat dikenalnya itu.

  Yeoboseyo, Jaejoongie?

  “Ne Ahjumma”

Namja cantik itu menekan tenggorokannya dengan kuat—berusaha membuat suaranya tidak bergetar.

  Apa kau sudah pulang sekolah?

  “Ne, aku di rumah sekarang”

  Aigoo, apa Yunho tidak memberitahumu untuk ikut pulang bersamanya eoh?

  “Mwo? Aku tidak tahu..Mungkin ia lupa, Jumma”

  Kalau begitu apa kau bisa ke rumah sekarang? Ahjumma membuatkan kue untukmu

DEG.

Mata besar Jaejoong mengerjap cepat.
Menjatuhkan air mata dari balik kelopak matanya.
Ia kembali terduduk di pinggir ranjangnya dan mencengkram erat selimut tebalnya.

  “Ne Ahjumma, aku—aku akan segera ke sana”

  Ahjumma ingin berbelanja sore ini bersamamu, Joongie, kau bisa kan? Setelah kau menghabiskan kuemu, tentunya

  “Ne! Arasseo! Aku berangkat sekarang!”

  Aigoo, hahaha, hati-hati di jalan adeul ah

Hati Jaejoong terasa hangat mendengar panggilan dari wanita cantik itu.
Tanpa sadar bibir ranumnya menyunggingkan senyuman manis.
Ia mengangguk dan memutuskan panggilan telepon tersebut.
Kemudian ia segera memasuki kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan mengganti pakaiannya.

Sudah lama sekali ia tidak merasakan hal ini.
Merasakan hatinya berdebar-debar karena kehangatan.
Semoga saja—semoga saja semua rasa ini tidak semu.
Ia tidak ingin kehilangan kehangatan ini seperti dulu.


-------


  “Gomawo Ahjumma! Kue buatan Jumma yang paling enak sedunia!” Seru Jaejoong tersenyum senang.

  “Aigoo, lama-lama kau terlihat seperti Changmin, Jaejoongie” Tawa Keybum mencubit pipi namja cantik itu.

Yunho berdiri di pintu masuk dapur sejak tadi—mengamati Jaejoong yang sering ke rumahnya akhir-akhir ini.
Bukannya Yunho tidak senang, ia bahkan menjadi lebih mengenal sosok Kim Jaejoong yang ternyata tidak seburuk Junsu katakan kepadanya.
Hanya saja ia tidak mengerti mengapa namja cantik itu suka sekali bermain ke rumahnya.

Jaejoong tidak datang untuk bertemu dengannya ataupun Changmin—meskipun terkadang mereka menghabiskan waktu bersama.
Namja cantik itu datang karena suatu alasan yang Yunho tidak ketahui secara pasti.
Tapi setiap kali ia ada di rumah ini, ibu dan ayahnya selalu terlihat bahagia.

Eoh?

Apakah jangan-jangan pemuda cantik itu adalah anak yang selama ini dirahasiakan oleh kedua orang tuanya?

PLAKK!

Yunho refleks memukul wajahnya sendiri.
Bodoh! Sudah tentu tidak mungkin, kan? Pekiknya dalam hati.

  “Hyung, apa kau sudah gila?”

Namja tampan itu menoleh ke belakang dan mendapati adiknya sedang menatap bingung wajah tampannya.
Yunho mendengus.
Ia memukul kepala Changmin dengan kesal.

  “Umma! Yunho Hyung memukulku lagi!” Teriak Changmin berlari memeluk Ummanya.

  “Makanya jangan nakal, Changminnie” Ujar Keybum memukul lengan putra bungsunya.

Membuat namja berwajah kekanakan itu mencebilkan bibirnya lucu.

  “Kalau begitu mulai sekarang aku bersekutu dengan Joongie Hyung saja! Hyung sayang padaku kan?” Seru Changmin memeluk Jaejoong dari belakang.

Namja cantik itu tertawa geli.
Ia mengangguk dan menepuk-nepuk lengan Changmin yang melingkar di bahunya.

  “Yah! Jangan memeluknya seperti itu! Kau ini tidak sopan!” Seru Yunho yang sudah menarik Changmin menjauh.

  “Aish! Apaan sih! Joongie Hyung juga suka kok! Lagi pula aku kan tidak menciumnya!” Balas Changmin menendangi kaki Yunho.

  “Jadi kau ingin menciumnya? Dasar bocah mesum! Usiamu saja yang masih 13 tahun! Tapi isi kepalamu 31 tahun!”

  “Bilang saja kau cemburu, Hyung! Kau juga ingin kan, memeluk dan mencium Joongie Hyung? Buktinya kau selalu memerhatikannya diam-diam!”

Jaejoong terkejut mendengar ucapan bocah badung itu.
Ia membulatkan mata besarnya dan refleks menatap Yunho dengan pipinya yang memerah.
Yunho yang juga melirik Jaejoong mendadak merasa malu ketika ia melihat wajah merah namja cantik itu.
Ia menatap kesal adiknya dan menarik satu helai rambut Changmin hingga tercabut.
Sontak saja bocah badung itu berteriak dan menangis kencang.

Jung Keybum hanya bisa menghela nafas panjang kalau keduanya sudah bertengkar seperti ini.
Karena yang akan selalu menangis adalah Changmin kecilnya—tidak peduli apakah bocah itu menang atau kalah.
Cukup pintar. Changmin selalu tahu kalau Ummanya akan memarahi Hyungnya jika ia sudah menangis.


-------


  “Joongie Hyung! Ayo pulang!” Seru Changmin menghampiri meja Jaejoong.

Namja cantik itu mengangguk.
Ia tersenyum dan mengacak rambut Changmin setelah memakai tas sekolahnya.
Tidak mengacuhkan pandangan bingung dari teman-teman sekelasnya terutama kedua pemuda yang berdiri di samping Yunho sejak bel pulang sekolah berbunyi.

  “Yah, sejak kapan Changmin mengenal namja itu?” Tanya Junsu mengerutkan dahinya.

  “Namanya Kim Jaejoong, Junsu” Tegur Yunho menghela nafas.

Namja tampan itu melihat Jaejoong yang sudah berjalan keluar kelas bersama adiknya.
Ia menepuk bahu Yoochun dan Junsu sebelum meninggalkan mereka berdua.

  “Ceritanya panjang, lain kali saja, oke?” Ujarnya menoleh ke belakang.

Yoochun mengangguk—sementara Junsu sudah menghela nafas.

  “Hyung, nanti Hyung jadi pergi bersama Umma? Aku ikut, boleh ya?” Ujar Changmin menggoyang-goyangkan tangan Jaejoong yang ia genggam.

Namja cantik itu tersenyum manis.
Ia mengangguk dan mencubiti pipi Changmin.

  “Hyung akan membelikan apapun yang kau inginkan” Ujarnya tulus.

  “Jeongmall?! Berapa batasnya Hyung?” Balas Changmin berbinar-binar.

  “Tidak ada, kau bebas memilih apapun”

  “Daebak! Hanya Hyung yang begitu tulus menyayangiku, aku sayang Hyung!”

Jaejoong tertawa gemas melihat tingkah Changmin yang begitu lucu.
Mereka berdua terus mengobrol sampai melupakan Yunho yang berjalan di belakang mereka dan menatap kesal adiknya.
Mata musangnya tidak berhenti memerhatikan tangan Changmin dan Jaejoong yang saling menggenggam.
Ck.
Ia tidak suka.

  “Hyung, aku ingin melihat rumahmu, boleh tidak?”

DEG.

Jaejoong terkejut mendengar ucapan polos Changmin saat mereka memasuki mobil milik Yunho.
Bocah badung itu sudah duduk manis di jok belakang.
Sementara Yunho menutup pintu mobil dan memasang sabuk pengamannya.
Mata musangnya melirik Jaejoong penasaran—ia bisa melihat dengan jelas raut kaget Jaejoong yang kini sudah meremas-remas tangannya.

Kemudian ia teringat sesuatu—Junsu pernah memberitahu dirinya kalau Jaejoong tidak pernah membawa siapapun ke rumahnya.
Namja tampan itu menghela nafas.
Ia menoleh ke belakang menatap adiknya.

  “Jangan merepotkan Jaejoong, Min, duduk saja dengan benar” Ujar Yunho tegas.

Changmin mencebilkan bibirnya.
Ia bersidekap tidak senang kepada Yunho.
Sementara namja tampan itu sudah menghidupkan mesin mobil dan melajukannya keluar gerbang sekolah.

  “A—Ah, belok kiri, Yunho ah..” Ujar Jaejoong gugup.

Eoh?

Namja tampan itu menaikkan alisnya.
Ia segera membelokkan mobilnya ke arah kiri dan melirik Jaejoong dengan bingung.

  “Changmin bilang ia ingin melihat rumahku..Sebentar saja tidak apa kan?” Tanya Jaejoong menatap Yunho ragu-ragu.

Yunho terkesiap mendengar ucapan yang mengalun dari bibir ranum itu.
Ia mengangguk dan kembali mengemudikan mobilnya sesuai arahan Jaejoong—tidak mengacuhkan Changmin yang sudah tersenyum senang di jok belakang.
Namja tampan itu mengerjap kagum melihat gerbang rumah Jaejoong yang terbuka otomatis setelah sepuluh menit kemudian mereka tiba.

  “Rumah Hyung besar sekali! Seperti istana!” Teriak Changmin norak.

  “Rumahmu juga besar, Min ah” Ujar Jaejoong tersenyum.

Mereka beranjak keluar dari mobil dan disambut oleh asisten Jaejoong di depan pintu rumah.
Choi Minho tidak bisa menahan keterkejutannya melihat tuan mudanya yang selalu seorang diri kini membawa orang lain ke rumah.

  “Selamat datang, tuan muda” Ujar Minho sopan.

Yunho dan Changmin saling melirik satu sama lain sambil mengikuti langkah kaki Jaejoong.

  “Hyung, ia bahkan memiliki asisten pribadi” Bisik Changmin kagum.

Yunho tidak menyahut.
Namja tampan itu melepaskan sepatunya dan menggantinya dengan sandal yang telah disediakan.
Diam-diam ia tersenyum geli melihat sandal berbelalai milik Jaejoong.
Apa ia tidak terganggu berjalan dengan belalai yang terseret-seret di lantai seperti itu? Pikir Yunho tidak percaya.

  “Wah, luas sekali!” Seru Changmin merentangkan tangannya.

  “Ayo ikut Hyung ke belakang, kepala pelayan akan membawamu berkeliling rumah ini sampai kau puas” Ujar Jaejoong menggandeng tangan Changmin.

Namja cantik itu tersenyum melihat betapa antusiasnya Changmin yang tidak berhenti bersuara heboh.
Mereka terus berjalan hingga menghilang dari ruang tengah tempat di mana Yunho masih berdiri seorang diri.
Ia menghela nafas dan hendak mendudukkan dirinya di atas sofa.
Namun gerakannya terhenti ketika mata musangnya tanpa sengaja melihat sebuah pintu di lantai dua.

Ia bisa menebak dengan tepat kalau itu adalah kamar milik Jaejoong dari tulisan yang tertempel di pintu tersebut.
Tanpa berpikir dua kali Yunho segera melangkah menaiki tangga besar beralaskan karpet mewah sampai ke ujung lantai dua itu.
Ia menyentuh kenop pintu kamar Jaejoong dan berhenti sejenak.

  “Tidak apa, kan? Ia juga pernah keluar masuk kamarku” Gumam Yunho akhirnya membuka pintu tersebut.

DEG.

Dada Yunho berdebar-debar begitu kencang ketika aroma manis khas Jaejoong menyerang dirinya.
Ia menyentuh dadanya dan tersenyum konyol.
Kemudian ia segera melangkah menghampiri meja belajar milik namja cantik itu.
Rapi sekali, pikirnya.

Yunho menolehkan wajahnya dan melihat sebuah ranjang besar dengan selimut tebal berwarna putih.
Ia kembali tersenyum. Namun kemudian senyum tersebut menghilang ketika mata musangnya melihat tiga buah monitor yang tergeletak di seberang ranjang.
Namja tampan itu mengernyitkan dahinya membaca setiap tulisan yang tertempel di atas masing-masing monitor.

Awalnya Yunho tidak mengerti dan hanya menatap bingung ketiga layar monitor tersebut.
Lalu kemudian ia paham dengan apa yang ada di hadapannya saat ini ketika ia melihat salah satu layar memperlihatkan gambaran seorang gadis kecil yang berlari-lari melewati ruang tengah—sampai seorang wanita cantik menghentikan aksinya dengan pelukan erat.

Wanita yang sungguh mirip dengan wajah Kim Jaejoong.
Mata musangnya beralih ke monitor yang berada di tengah.
Hanya terlihat seorang anak lelaki kecil yang bermain robot-robotan di atas sofa.
Kemudian ia melihat layar terakhir dan detik itu juga sesuatu yang menyakitkan seolah menghantam dadanya.
Mata musangnya melihat sebuah ruang keluarga yang sepi dan agak gelap karena jendela yang tertutup.

  “Apa yang kau lakukan di sini?”

DEG.

Yunho terkejut.
Ia refleks menoleh ke belakang dan mendapati sang pemilik kamar sedang berdiri di dekat pintu dengan wajah pucatnya.
Dahi Jaejoong mengernyit—ia menutup pintu kamar dan segera berlari menghampiri ketiga monitor tersebut dan merentangkan tangannya.

  “Jangan lihat!” Seru Jaejoong bergetar.

Ia menunduk—dalam hitungan detik air matanya menetes jatuh membasahi pipinya.

  “Kumohon—jangan melihatnya!” Seru Jaejoong menyadarkan Yunho dari rasa terkejutnya.

Namja tampan itu menatap Jaejoong yang menangis di hadapannya.

  “Kau..Kau tahu sekarang..Hiks..Kumohon, jangan beritahu siapapun..Jangan mengatakan pada siapapun kalau aku adalah anak yang tidak memiliki keluarga..Hiks..Kumohon..” Isak Jaejoong dengan tangisnya yang pecah.

Dada Yunho terasa nyeri mendengar ucapan namja cantik itu.
Ia segera menghampiri Jaejoong dan membawa pemuda itu ke dalam pelukannya.

Sekarang ia mengerti—sekarang ia tahu mengapa namja cantik itu selalu berlama-lama di rumahnya.
Ia tahu apa yang dicari Jaejoong di rumahnya selama ini.

  “Jangan menangis Jaejoong ah, kau tidak perlu takut, aku akan merahasiakannya dari orang lain” Ujar Yunho mengusap punggung Jaejoong.

  “Berjanjilah padaku Yunho yah..Hiks..” Balas Jaejoong mencengkram punggung Yunho.

Namja tampan itu mengangguk.
Ia melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Jaejoong dengan kedua ibu jarinya.
Menatap mata bulat Jaejoong yang basah dengan mata musangnya yang teduh.

  “Kau tidak sendirian, Jaejoongie, kau punya aku sekarang, kau punya Changmin dan juga kedua orang tuaku” Bisik Yunho tersenyum tipis.

Jaejoong baru saja akan menjawab ucapan Yunho—tapi ketukan di pintu kamarnya dan suara Changmin yang memanggil mereka berdua membuatnya mengurungkan niat.
Ia memundurkan langkahnya dan mengelap wajahnya dengan lengan bajunya.
Lalu ia berjalan menuju pintu. Namun belum sempat ia membuka pintu tersebut dirinya telah dikejutkan oleh pelukan erat Yunho dari belakang tubuhnya.

Mata besar Jaejoong membulat sempurna.
Kulitnya terasa panas seolah terbakar.
Dadanya berdebar-debar dengan kencang sementara nafasnya tercekat.
Ya Tuhan—

  “Aku akan melindungimu, Kim Jaejoong..” Bisik Yunho di telinganya.

Segala kesedihan yang baru saja dirasakan Jaejoong seolah menguap entah kemana.
Namja cantik itu mengulurkan tangannya untuk meremas lengan Yunho yang melingkar di dadanya—membiarkan darahnya berdesir dengan deras.

  “HYUNG! BUKA PINTUNYA!”

DEG!

Jaejoong dan Yunho sama-sama terkejut.
Yunho refleks melepaskan pelukannya sementara Jaejoong dengan cepat membuka pintu kamarnya.
Namja tampan itu memalingkan wajahnya yang panas.
Jantungnya berdebar sungguh kencang.

Aigoo—apa itu barusan? Bagaimana bisa ia berbuat seperti itu?

Sepertinya ada yang salah dengan dirinya.


-------


Hari ini sekolah diliburkan.
Dan yang pemuda cantik itu lakukan sejak ia bangun dari tidurnya adalah berbaring di atas ranjang dan menatap layar monitor yang ada di seberang ranjangnya.
Ia bertelungkup dan menumpukan wajahnya di atas kedua telapak tangannya.
Jaejoong melihat ayahnya yang sedang duduk di sofa bersama ponselnya.

Beberapa saat kemudian pemuda cantik itu dikejutkan dengan getaran ponselnya.

  From: Appa

Kau bisa membeli hadiah yang kau inginkan dengan uang yang baru saja Appa kirim ke rekeningmu. Selamat hari Natal, Jaejoongie

Mata Jaejoong terasa panas membaca pesan dari ayahnya.
Eoh, ternyata pria itu mengirim pesan untuknya.

  Membeli hadiah? Bukankah itu tidak menjadi hadiah lagi kalau kubeli sendiri?

Setelah mengirimkan balasannya Jaejoong cepat-cepat menatap layar monitor di rumah ayahnya.
Ia melihat pria itu menunduk mengintip ponselnya.
Dada Jaejoong berdebar-debar menanti balasan pesan dari ayahnya.
Tapi kemudian ia hanya bisa tersenyum kecut ketika pria itu meletakkan ponselnya di atas meja dan merentangkan kedua tangannya—menyambut seorang anak lelaki yang melompat ke dalam pelukannya.

Mata Jaejoong beralih menatap layar monitor yang memperlihatkan ruang keluarga rumah ibunya.
Ia bisa melihat pohon cemara yang sangat besar dan cantik terpajang di sudut ruangan.
Ibunya mungkin sedang memasak—karena hanya ada si remaja cantik yang sedang membungkus sebuah kado di atas sofa.

Namja cantik itu beringsut turun dari ranjangnya dan menghela nafas melirik layar monitor yang terakhir—miliknya.
Kemudian ia beranjak keluar kamar seraya menggenggam ponselnya.
Jaejoong menuruni tangga seraya memperhatikan langit yang berbintang di luar jendela.

Sudah hampir tengah malam.
Mungkin memang tidak akan turun salju, pikirnya dalam diam.
Biasanya sehari sebelum Natal salju sudah turun.
Jaejoong sampai di ruang makan dan tertegun melihat seloyang kue Natal ada di sana.
Ia mendekat dan tersenyum melihat tulisan yang ada di atas kue itu.

Pelayan-pelayannya tidak melupakannya.
Mereka meninggalkan kue ini untuknya.

Jaejoong duduk di kursinya dan menghapus air matanya.
Ia terus memandangi kue berwarna putih dengan hiasan pohon natal itu walaupun yang terlihat hanya titik-titik warna yang bergoyang tidak jelas.
Karena matanya tidak berhenti mengeluarkan air mata meskipun ia terus menghapusnya.

  “Hiks..Hiks..”

Namja cantik itu terisak lirih.
Menangisi kesendiriannya di malam yang sunyi ini.
Rumahnya terasa dingin.
Ia tidak suka.
Ia terlihat begitu menyedihkan.
.
.
.
  “Tiga..Dua..Satu! Selamat Natal!”

Jung Changmin berteriak senang di bawah pohon cemara seraya memeluk kadonya.
Jinki tertawa geli melihat kelakuan putra bungsunya itu.
Ia duduk di sofa dan meminum wine-nya.
Keybum berjalan dari dapur dan meletakkan seloyang kue Natal yang sangat cantik di atas meja ruang tengah.

Sementara Yunho berdiam diri di dekat jendela.
Sejak pelukan itu—ia sama sekali tidak bisa melupakan Jaejoong.
Namja cantik itu juga tidak pernah datang ke rumahnya lagi.
Mengapa Jaejoong seperti ini? Tidakkah ia kesepian seorang diri di sana?

Kesepian.

DEG.

Yunho tersentak dari lamunannya.
Benar—bukankah ini malam Natal? Apakah..Apakah pemuda cantik itu saat ini sedang sendirian di rumahnya?

  “Yunho, coba kau hubungi Jaejoong, Umma ingin berbicara dengannya” Ujar Keybum menatap putra sulungnya yang masih berdiri di dekat jendela.

Namja tampan itu mengangguk dan mengeluarkan ponselnya dari saku celana.
Sesekali ia menaikkan alisnya melihat Umma dan Appanya yang tersenyum-senyum memandang dirinya.

  “Apa?” Tanya Yunho seraya menempelkan ponselnya di telinga.

  “Yunho, jujur saja, kau menyukai Jaejoong kan?” Tanya Ummanya gemas.

  “Mwo?!” Teriak pemuda tampan itu kaget.

Mata musangnya menatap tidak percaya kedua orang tuanya yang sudah tertawa-tawa di sofa.

  “Kau jadi pendiam sejak Jaejoong tidak ke sini lagi, sepertinya kau sangat kehilangan namja cantik itu” Ujar Jinki meletakkan gelasnya di atas meja.

Yunho mendengus.
Ia memalingkan wajahnya menolak menatap ayahnya.

  “Teleponnya tidak tersambung” Gumam Yunho bingung.

TING TONG!

Yunho terkejut saat bel rumahnya berbunyi.
Ia segera berlari menuju pintu depan disusul oleh ibunya.

Namja tampan itu begitu terkejut ketika ia membuka pintu dan mendapati Kim Jaejoong berdiri di sana.
Pemuda cantik itu tampak kacau—ia hanya memakai kaus lengan panjang yang senada dengan celananya.
Wajahnya memerah karena udara yang sangat dingin.

  “Bo-Bolehkah aku mampir?” Bisik Jaejoong seiring dengan air matanya yang menetes jatuh.

Yunho segera membawa namja cantik itu ke dalam pelukannya.
Ia bergidik merasakan sensasi dingin dari kulit Jaejoong.

  “Tentu saja boleh, mengapa kau harus bertanya?” Ujar Yunho menghela nafas.

Keybum menutup pintu depan dan menyuruh Yunho untuk membawa Jaejoong masuk ke dalam rumah.
Namja tampan itu mendudukkan Jaejoong di sebelahnya.
Jinki dan Changmin segera mengalihkan perhatian kepada namja cantik itu.

  “Hyung gwenchana? Jangan menangis, Hyung aman sekarang” Ujar Changmin menggenggam tangan Jaejoong.

Jinki dan Keybum mengerutkan dahi mereka mendengar ucapan bocah badung itu.
Sementara Yunho sudah menatap jengah adiknya.
Namja tampan itu mengambil cangkir teh miliknya dan menyodorkannya ke depan bibir Jaejoong yang segera disambut oleh namja cantik itu.
Tangis Jaejoong sudah berhenti.

Namja cantik itu menghela nafas panjang dan meremas tangannya.
Rumah ini—penuh dengan kehangatan yang ia suka.

  “Ada apa Jaejoongie?” Tanya Keybum setelah melihat Jaejoong terdiam.

  “Ahjumma..Apakah aku boleh menjadi anakmu?” Balas Jaejoong balik bertanya.

Keybum dan Jinki terkejut mendengar ucapan namja cantik itu.
Mereka saling menatap dan tersenyum tipis.
Wanita cantik itu menggenggam tangan dingin Jaejoong dengan lembut.

  “Ya Jaejoongie, tentu saja kau bisa” Ujar Keybum tersenyum cantik.

  “Apakah itu artinya mulai sekarang Joongie Hyung tinggal bersama kita?” Tanya Changmin menaikkan alisnya.

Yunho menarik adiknya dan menutup mulut bocah badung itu dengan tangannya—tidak mengacuhkan Changmin yang meronta-ronta.

  “Kau akan menjadi anak kami setelah kau menikah dengan Yunho” Ujar Jinki bersandar pada sandaran sofanya.

DEG.

Mata besar Jaejoong membulat sempurna mendengar ucapan pria tampan itu.

  “Mwo?!” Seru Yunho terkejut—refleks melepaskan Changmin darinya.

Bocah badung itu sudah berlari ke tempat asalnya dan kembali membuka kado-kado miliknya.
Sementara Yunho membeku di sofanya.
Namja cantik itu menolehkan wajahnya, melirik wajah Yunho yang memerah.
Seolah mempertanyakan jawaban dari mulut Yunho terlebih dahulu.

Yunho menahan nafasnya.
Ia balas menatap Jaejoong dengan jantungnya yang berdebar kencang.
Debaran yang sama ketika ia memeluk namja cantik itu beberapa waktu yang lalu.

  “Ya..Kita akan menikah setelah lulus nanti” Ujarnya tanpa melepaskan tatapannya dari namja cantik itu.

Keybum tersenyum gemas melihat wajah merona namja cantik itu.
Ia mengulurkan tangannya menghapuskan jejak air mata Jaejoong dan menepuk lembut pipinya.

  “Selamat Natal, Jaejoongie” Ujarnya tulus.

Jaejoong tertegun.
Merasakan kehangatan itu kini merasuki relung hatinya.
Ia mengangguk dan balas tersenyum kepada wanita cantik itu.

  “Selamat Natal juga, Umma” Ujarnya lembut.

Keybum terkejut mendengar panggilan yang diucapkan namja cantik itu.
Lalu ia kembali tersenyum dan memeluk namja cantik itu.

  “Lihat! Lihat! White christmas!” Seru Changmin menunjuk-nunjuk jendela.

Mereka semua menoleh memandang ke arah jendela.
Melihat butiran-butiran bulat berwarna putih berjatuhan di luar sana.
Keybum dan Jinki tersenyum bahagia dan memakan kue Natal mereka sambil menonton televisi.
Changmin sudah kembali membuka kado-kado yang bertumpuk di bawah pohon cemara.
Sementara Jaejoong beranjak dari duduknya dan menghampiri jendela kaca untuk melihat pemandangan yang ada di luar sana.

Namja cantik itu tertegun ketika seseorang memeluknya dari belakang.
Kemudian ia tersenyum—mengulurkan tangannya memeluk lengan Yunho yang melingkar di dadanya.
Hangat.

  “Natal tahun ini..Saljunya datang terlambat..” Bisik Jaejoong lirih.

  “Selamat Natal, Jaejoongie” Balas Yunho seraya mengecup kepala Jaejoong.

  “Selamat Natal, Yunho ah”

Meskipun datang terlambat,

Tetap saja terlihat indah.

END

Rasanya sudah bosan dengan ungkapan-ungkapan yang itu-itu saja.
Karena terkadang hal yang tidak perlu disampaikan pun dapat tersirat dengan mudah.

7 komentar:

  1. Sumpah keren bgt kak...
    ngomong2 yang Slippin away kapan lanjutannya nih?
    Reader baru.
    YUNJAE Shipper

    BalasHapus
  2. ��yunjae selalu terasa sweet. Tapi chingu SA tolong lanjutin dong, penasaran jj sembuh gak ya?

    BalasHapus
  3. woooh sedih...saya banjir air mata.

    BalasHapus
  4. Sampe nangis aku bacanya, squel please...

    BalasHapus
  5. Update ff dong kak�� 4 bulan aku nunggu in ada update tp ternyata belum ada juga���� ditunggu ya kak cerita selanjutnya!!^^

    BalasHapus
  6. ini keren, bagus banget ikut kerasa sedih bacanya :(

    BalasHapus