Tittle:
WHITE CHRISTMAS
Genre:
YAOI
Author:
Shella Rizal a.k.a Park Sooji
Cast:
Yunjae and other
Length:
ONESHOOT
Rating:
family-romance-hurt-friendship
WARNING:
BOY x BOY! Yg ga suka YAOI mending cabut aja dari sini, cos author Cinta damai~
*kibar2
kutang Jae umma*
-------
Natal
tahun ini..
Saljunya
datang terlambat..
.
.
.
“Bagaimana, tuan muda?”
Namja cantik itu mengerjapkan matanya
memandang kedua layar monitor yang ada di hadapannya saat ini kini telah
menyala dengan sempurna.
Setelah berhari-hari membiarkannya dalam
keadaan gelap.
“Kerjamu bagus” Ujar Jaejoong seraya memakai jas seragam sekolahnya.
Pemuda cantik itu beranjak keluar dari
kamar luasnya diikuti sang asisten tanpa repot-repot mematikan kedua monitor
tadi.
Ia mendengus ketika kakinya melangkah
menuruni tangga.
“Tambah satu monitor lagi, kali ini pasang di sana” Perintah Jaejoong
seraya menunjuk ruang keluarga rumahnya.
Asisten bernama Choi Minho itu
mengangguk patuh.
Menatap punggung tuan mudanya dalam
diam.
Pemuda cantik itu—kasihan sekali.
Pikirnya sendu.
Rasanya baru kemarin ia melihat rumah
ini begitu hidup, penuh dengan canda tawa kebahagiaan.
Segalanya terasa seperti mimpi di siang
hari—ketika Heechul dan Hangeng bertengkar hebat dan membiarkan putra tunggal
mereka mengetahui sebuah rahasia besar yang mengejutkan.
Bahwa sepasang suami istri itu telah
lama berpisah.
Keduanya memiliki keluarga lain dan
hidup dengan bahagia tanpa namja cantik itu.
Minho pernah membawa Jaejoong ke rumah
sakit karena pemuda cantik itu depresi berat ketika ia dihadapkan dengan
kenyataan bahwa kedua orang tuanya menikah karena perjodohan.
Bahwa ia dilahirkan hanya untuk memenuhi
ambisi seorang kakek yang ingin menjaga tahta dan kekuasaannya di dunia bisnis.
Kejutan ini membuat Jaejoong sempat
tidak percaya bahwa ibu dan ayahnya hidup bahagia tanpa dirinya.
Sehingga pemuda cantik itu memerintahkan
Minho untuk memasang kamera tersembunyi di ruang keluarga di rumah ibu dan di
rumah ayahnya.
Dan apa yang ia lihat sungguh
menyedihkan.
Jaejoong sama sekali tidak tahu kalau
ibunya bisa tersenyum sebahagia itu bersama dengan adik-adik tirinya.
Ia juga tidak menyangka kalau ayahnya
yang selalu terlihat penuh wibawa itu dapat bertingkah konyol hanya demi membujuk
adik tirinya yang lain untuk tersenyum senang.
“Tuan muda, sarapan anda” Ujar seorang pelayan tersenyum sopan.
Jaejoong mengangguk.
Ia mendudukkan dirinya di kursi yang
dulunya hanya milik ayahnya itu.
Mata bulatnya melirik amplop tebal yang
tergeletak di samping gelas susunya seperti biasa.
[ “Dari awal rumah ini dibangun
atas namamu, tapi kau sudah besar sekarang, kau bisa memilih di mana kau ingin
tinggal, mulai sekarang Umma akan memberikanmu uang jajan secara tunai, karena
Umma lebih memerhatikanmu dari pada Appa” ]
[ “Dan Appa akan selalu
mengirimkan uang ke rekeningmu, Joongie, karena Appa lebih tahu apa yang kau
butuhkan daripada Ummamu” ]
Jaejoong mendengus lagi.
Ia mengambil amplop tersebut dan segera
memasukkan benda tersebut ke dalam tas sekolahnya.
Sementara asisten bermata kodok itu
hanya bisa diam memperhatikan setiap gerak-gerik tuan mudanya dari belakang.
Seharusnya pemuda cantik itu membuang
meja makan super panjang ini dan membeli yang lebih kecil—karena ia hanya
membuat dirinya tampak lebih menyedihkan dengan duduk seorang diri di sana
seperti itu.
Tapi sejauh ini..Hanya satu yang Minho
tidak mengerti.
Mengapa pemuda cantik itu ingin memasang
kamera tersembunyi di ruang keluarga rumah besar ini?
.
.
.
Namja cantik itu menarik kursinya dan
segera duduk di sana setelah menggantung tasnya di pinggiran meja.
Ia menghela nafas memerhatikan
teman-teman sekelasnya yang mengabaikan dirinya.
Cih.
Mereka semua sama saja seperti ibu dan
ayahnya. Sama-sama memakai topeng menjijikkan.
Awalnya saja mereka semua ingin berteman
dengannya.
Lalu tidak butuh waktu lama untuk mereka
pergi dan meninggalkannya seorang diri.
Ck.
Jaejoong tidak butuh teman.
Ia tidak membutuhkan orang-orang yang
tidak tulus kepadanya.
Mereka semua menjijikkan.
“Hyung! Pulang sekolah nanti temani aku makan di tempat itu, ya?”
Jaejoong refleks menolehkan kepalanya
dan menatap empat pemuda yang berdiri di pintu kelasnya.
Ah—ia kenal mereka semua.
Sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari
di sekolah untuk mengamati keempatnya dalam diam.
Yang baru saja bersuara itu adalah Jung
Changmin, adik Yunho yang sekelas dengannya.
Changmin sebenarnya berbeda tiga tahun
dari Hyungnya.
Tapi kepalanya yang cerdas membuatnya
bisa berada di sekolah yang sama dengan Hyungnya walaupun berbeda kelas.
Lalu pemuda berpipi chubby yang sedang
menarik kerah seragam Changmin itu adalah Park Yoochun, kemudian namja berambut
merah yang berdiri di dekat Yoochun adalah si imut Kim Junsu.
“Sst, namja itu melihat kita lagi” Bisik Junsu melirik Jaejoong.
“Biarkan saja Su, mungkin ia ingin berteman dengan kita” Ujar Yoochun
merangkul bahu pemuda imut itu.
Junsu mendelik.
“Mwo? Teman? Yang benar saja! Banyak yang ingin berteman dengannya tapi
ia dengan sombongnya menolak!” Ketus Junsu kesal.
“Oh ya? Kenapa seperti itu?” Kali ini Yunho yang bersuara. Sedikit
melirik Jaejoong yang sudah sibuk dengan ponselnya.
“Sikapnya sangat buruk, wajah cantik itu hanya menipu, huh, banyak yang
berhenti berteman dengannya karena ia tidak pernah mau membawa orang lain ke
rumahnya”
Changmin tertawa.
Ia meninju lengan Junsu main-main.
“Kau seperti pembawa acara gosip saja, Hyung, semangat sekali, hahaha”
“Tidak pernah mau memperlihatkan rumahnya, hmm, misterius” Komentar
Yoochun ikut-ikutan melihat Jaejoong.
“Ah sudahlah, itu bukan urusan kita, kajja!” Seru Yunho mengusir ketiga
pemuda itu dari pintu kelasnya.
Namja tampan itu menghela nafas pendek
ketika ia sudah duduk di kursinya.
Namun belum sempat ia mengeluarkan
bukunya dari dalam tas, dirinya telah dikejutkan oleh kehadiran pemuda yang
baru saja mereka bicarakan tadi di depan mejanya.
Mata musang Yunho mengerjap tidak
percaya melihat sosok cantik Jaejoong yang balas memandangnya dengan sepasang
mata bulat yang besar itu.
“A-ada apa?” Tanya Yunho penasaran.
Sial—kenapa mendadak ia merasa gugup?
“Kudengar kau akan pergi dengan adikmu pulang sekolah nanti” Ujar
Jaejoong datar.
“Uhm, iya” Gumam Yunho pelan.
“Boleh aku ikut?”
“Mwo?!”
Jung Yunho membulatkan mata musangnya
kaget.
Menatap tidak percaya Jaejoong yang
bregeming di hadapannya.
Namja tampan itu mengerutkan dahinya.
Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba pemuda
cantik itu ingin pergi bersamanya?
Setahunya selama ini mereka tidak pernah
berteman.
Bertegur sapa saja tidak.
“Boleh tidak?” Tanya Jaejoong menaikkan alisnya.
Yunho mengerutkan dahinya.
Lalu ia mengangguk singkat.
“Gomawo, sampai jumpa nanti” Ujar Jaejoong seraya mengetuk meja Yunho
dengan jari telunjuknya.
Meninggalkan Yunho seorang diri di
kursinya dengan kepala yang memiring bingung.
Yah, semoga saja Changmin tidak marah
karena ia mengajak Jaejoong nanti.
-------
Mata bambi Changmin mengerjap-kerjap
tidak percaya mendapati sosok cantik Kim Jaejoong yang ikut duduk bersama
mereka di cafe kesukaannya ini.
Ia menatap Yunho dan namja tampan itu
segera mengangkat bahunya.
Lalu ia kembali melihat Jaejoong yang sudah
membuka-buka buku menu cafe.
“Pesan saja yang kalian inginkan, aku yang membayar” Ujar Jaejoong tanpa
mengalihkan pandangannya.
Mwo?
Yunho dan Changmin saling menatap satu
sama lain.
Kemudian Changmin segera mengambil buku
menunya dengan semangat dan menunjuk semua makanan dan minuman kesukaannya.
“Jangan Jaejoong, kau tidak perlu seperti itu” Ujar Yunho yang dengan
secepat kilat mendapatkan pelototan dari Changmin.
“Gwencahana, ini sebagai ucapan terima kasihku karena sudah
mengizinkanku untuk makan bersama kalian hari ini” Balas Jaejoong menunduk
sopan.
Namja tampan itu menghela nafasnya dan
ikut memesan makanan.
Yah, kalau pemuda cantik itu sudah
berkata seperti itu, ia bisa apa?
“Ya Changmin ah, kau tidak boleh memesan kue sebanyak itu! Dokter sudah
memperingatkanmu untuk menghindari diabetes!” Ujar Yunho mengalihkan atensi
Jaejoong.
“Diabetes? Changmin sakit?” Tanya Jaejoong bingung.
“Tidak, tapi kami memiliki jadwal rutin untuk memeriksa kesehatan setiap
minggu, hanya saja anak ini nakal sekali setiap diberitahu dokter tentang
kesehatannya”
Jung Changmin mendengus.
Ia mendorong bahu Yunho agar jauh
darinya dengan kesal.
“Hyung cerewet!” Seru bocah nakal itu tidak senang.
“YA YA! Tidak sopan!” Balas Yunho seraya mendorong kepala adiknya.
Mata besar Jaejoong mengerjap
memerhatikan kedua pemuda yang ada di hadapannya saat ini.
Seolah sesuatu mengetuk hatinya—ia membuka
mulutnya dan bersuara.
“Boleh aku ikut kalian pulang?”
“MWO?”
Kedua pemuda itu berseru kaget dengan
kompak.
Kemudian mereka saling memandang bingung
satu sama lain.
“Aku ingin melihat rumah kalian” Sambung Jaejoong tersenyum tipis.
Yunho dan Changmin semakin mengernyitkan
dahi mereka tidak mengerti.
Pertama namja cantik itu ingin ikut ke
sini bersama mereka.
Lalu sekarang ia ingin ikut pulang ke
rumah?
Yang benar saja!
Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh
namja cantik itu eoh? Yunho benar-benar penasaran karenanya.
“Ne Hyung, kau boleh ikut” Ujar Changmin tersenyum.
“Gomawo Changmin ah” Balas Jaejoong sopan.
.
.
.
“Ya Jung Changmin! Berhenti mengambil ayamnya! Kupecat kau jadi anakku!
Aish!” Teriak Jung Keybum kesal.
“Pecat saja aku! Aku bisa meminta Kwon Boa untuk menjadi ummaku,
hahahaha~!” Balas Changmin yang sudah berlari dari dapur.
“Ia akan berhenti menjadi artis kalau kau jadi anaknya, Changmin ah”
Ujar Jung Jinki yang sedang duduk santai di kursi meja makan.
Namja cantik itu meremas jemarinya dalam
diam.
Mata bulatnya tidak berhenti memandang
keributan yang ada di depan matanya sejak ia tiba di rumah super besar ini.
“Maaf kalau membuatmu tidak nyaman, Jaejoong ah” Ujar Yunho yang sedari
tadi mengamati kediaman Jaejoong.
“Ani, gwenchana” Bisik Jaejoong tersenyum tipis.
“Kau tentu tidak merasa baik-baik saja melihat keributan Changmin dan
ibunya, aku juga merasa seperti itu, hahaha, kau teman sekolah Yunho?” Ucap
Jinki tersenyum ramah kepada namja cantik yang duduk tidak jauh darinya itu.
“Namaku Kim Jaejoong, aku sekelas dengan Yunho, Ahjussi” Balas Jaejoong
tersenyum manis.
Membuat Yunho terkejut karena baru kali
ini ia melihat Jaejoong tersenyum seperti itu.
“Nama yang cantik! Sama seperti orangnya!” Ujar Keybum yang berjalan
keluar dari dapur diikuti Changmin yang masih mengunyah ayamnya.
“Ahjumma jauh lebih cantik dariku” Sahut Jaejoong tertawa malu.
“Uhuk uhuk!” Changmin memukul-mukul dadanya karena tersedak daging ayam
yang ditelannya.
Wanita bermata kucing itu hanya menatap
malas ke arah putra bungsunya dan segera duduk di samping suaminya.
Ia tersenyum manis kepada Jaejoong—ah,
ia menyukai pemuda cantik ini.
Changmin segera menarik lengan Hyungnya
setelah ia duduk di kursinya.
Namja berwajah kekanakan itu mengerutkan
dahinya bingung.
“Hyung, sebenarnya Kim Jaejoong itu siapa? Apa ia berkepribadian ganda?
Baru kali ini ia bertingkah seperti itu” Bisik Changmin penasaran.
“Berisik, bocah! Kau mulai terlihat seperti Junsu!” Gerutu Yunho seraya
menjauhkan Changmin darinya.
Namja berwajah kekanakan itu mendengus
kesal.
Ia meninju bahu Yunho dan berpaling pada
piring makanannya.
Sementara Yunho hanya mengusap bahunya
yang terasa sakit karena tinjuan Changmin.
Tapi tidak sedikitpun ia berhenti
menatap Kim Jaejoong yang sudah bercanda tawa bersama kedua orang tuanya.
Changmin benar.
Kim Jaejoong itu aneh sekali.
Siapa dia sebenarnya?
-------
“Aku pulang”
“Selamat datang, tuan muda”
Jaejoong melepas sepatunya dan memakai
sandal rumahnya yang berhiaskan kepala gajah.
Namja cantik itu berjalan memasuki rumah
besarnya tanpa terganggu dengan belalai yang mencuat dari sandalnya itu.
Ia menyerahkan tas sekolahnya kepada
salah satu pelayan sebelum berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
CKLEK.
Mata besar Jaejoong mengerjap ketika ia
membuka pintu kamarnya dan melihat ketiga layar monitor besar yang tergeletak
di seberang ranjangnya.
Namja cantik itu menutup pintu kamarnya
dan segera berlari menghampiri monitor tersebut.
Mendudukkan dirinya di atas ranjang dan
mengerutkan dahinya.
Pertama ia menatap monitor pertama yang
ditempeli sebuah kertas di atasnya.
‘Umma’
Jaejoong tidak bisa mendengar apa yang
sedang mereka bicarakan di sana.
Tapi ia tahu kalau mereka membicarakan
hal-hal yang menyenangkan.
Ibunya membawa seloyang kue cokelat dan
meletakkannya di atas meja ruang tengah.
Kemudian satu remaja cantik memeluk
ibunya dari belakang, lalu gadis cantik lainnya yang lebih kecil sudah mencolek
krim kue buatan ibunya.
Mata bulat Jaejoong terasa panas.
Ia menghapus air mata yang membasahi
pipinya dengan cepat.
Itu kue buatan ibunya. Seharusnya itu
diberikan untuknya.
Karena ibunya tidak pernah lagi
membuatkan kue apapun untuknya.
Bahkan di hari ulang tahunnya pun tidak.
Hanya uang saja yang wanita itu berikan
setiap hari.
Jaejoong kembali menghapus air matanya
dengan kasar dan beralih menatap monitor kedua yang juga ditempeli kertas di
atasnya.
‘Appa’
Namja cantik itu melihat anak lelaki
kecil yang duduk di sofa sedang menyusun puzzle
seorang diri.
Jaejoong baru saja menebak kalau ayahnya
belum pulang dari kantor.
Tapi ternyata ia salah. Pria tampan itu
ada di rumahnya.
Lelaki itu muncul di layar monitor dan
duduk di samping bocah kecil itu bersama istrinya.
Mereka menemani bocah kecil itu menyusun
puzzle-nya sampai selesai.
“Appa tidak pernah menemaniku seperti itu..Aku selalu menyelesaikannya
sendirian karena Appa lebih suka melihatku mandiri..” Bisik Jaejoong entah pada
siapa.
Namja cantik itu meremas selimut
tebalnya dengan perasaan yang berkecamuk.
Ia menahan nafasnya dan berusaha
memberanikan diri untuk melihat monitor yang terakhir bersamaan dengan kertas
yang tertempel di atasnya.
‘Joongie’
Air mata Jaejoong berjatuhan membasahi
pipi tirusnya.
Meskipun pandangannya terlihat
buram—tapi ia masih bisa melihat ruang keluarga yang tampak sepi itu.
Namja cantik itu meringis merasakan
dadanya sakit dengan tenggorokannya yang terasa perih.
Ia terisak sedih memeluk lututnya.
Kenapa mereka membuat sebuah ruang
keluarga kalau pada akhirnya tidak ada yang namanya keluarga?
DDRRTT..DDRRTTT..
DEG.
Kim Jaejoong tersentak kaget saat
ponselnya bergetar panjang di saku seragamnya.
Ia segera berdiri dan menjawab panggilan
dari nomor yang sudah sangat dikenalnya itu.
“Yeoboseyo, Jaejoongie?”
“Ne Ahjumma”
Namja cantik itu menekan tenggorokannya
dengan kuat—berusaha membuat suaranya tidak bergetar.
“Apa kau sudah pulang sekolah?”
“Ne, aku di rumah sekarang”
“Aigoo, apa Yunho tidak
memberitahumu untuk ikut pulang bersamanya eoh?”
“Mwo? Aku tidak tahu..Mungkin ia lupa, Jumma”
“Kalau begitu apa kau bisa ke
rumah sekarang? Ahjumma membuatkan kue untukmu”
DEG.
Mata besar Jaejoong mengerjap cepat.
Menjatuhkan air mata dari balik kelopak
matanya.
Ia kembali terduduk di pinggir
ranjangnya dan mencengkram erat selimut tebalnya.
“Ne Ahjumma, aku—aku akan segera ke sana”
“Ahjumma ingin berbelanja sore ini
bersamamu, Joongie, kau bisa kan? Setelah kau menghabiskan kuemu, tentunya”
“Ne! Arasseo! Aku berangkat sekarang!”
“Aigoo, hahaha, hati-hati di jalan
adeul ah”
Hati Jaejoong terasa hangat mendengar
panggilan dari wanita cantik itu.
Tanpa sadar bibir ranumnya
menyunggingkan senyuman manis.
Ia mengangguk dan memutuskan panggilan
telepon tersebut.
Kemudian ia segera memasuki kamar mandi
untuk mencuci wajahnya dan mengganti pakaiannya.
Sudah lama sekali ia tidak merasakan hal
ini.
Merasakan hatinya berdebar-debar karena
kehangatan.
Semoga saja—semoga saja semua rasa ini
tidak semu.
Ia tidak ingin kehilangan kehangatan ini
seperti dulu.
-------
“Gomawo Ahjumma! Kue buatan Jumma yang paling enak sedunia!” Seru
Jaejoong tersenyum senang.
“Aigoo, lama-lama kau terlihat seperti Changmin, Jaejoongie” Tawa Keybum
mencubit pipi namja cantik itu.
Yunho berdiri di pintu masuk dapur sejak
tadi—mengamati Jaejoong yang sering ke rumahnya akhir-akhir ini.
Bukannya Yunho tidak senang, ia bahkan
menjadi lebih mengenal sosok Kim Jaejoong yang ternyata tidak seburuk Junsu
katakan kepadanya.
Hanya saja ia tidak mengerti mengapa
namja cantik itu suka sekali bermain ke rumahnya.
Jaejoong tidak datang untuk bertemu
dengannya ataupun Changmin—meskipun terkadang mereka menghabiskan waktu
bersama.
Namja cantik itu datang karena suatu
alasan yang Yunho tidak ketahui secara pasti.
Tapi setiap kali ia ada di rumah ini,
ibu dan ayahnya selalu terlihat bahagia.
Eoh?
Apakah jangan-jangan pemuda cantik itu
adalah anak yang selama ini dirahasiakan oleh kedua orang tuanya?
PLAKK!
Yunho refleks memukul wajahnya sendiri.
Bodoh! Sudah tentu tidak mungkin, kan?
Pekiknya dalam hati.
“Hyung, apa kau sudah gila?”
Namja tampan itu menoleh ke belakang dan
mendapati adiknya sedang menatap bingung wajah tampannya.
Yunho mendengus.
Ia memukul kepala Changmin dengan kesal.
“Umma! Yunho Hyung memukulku lagi!” Teriak Changmin berlari memeluk
Ummanya.
“Makanya jangan nakal, Changminnie” Ujar Keybum memukul lengan putra
bungsunya.
Membuat namja berwajah kekanakan itu
mencebilkan bibirnya lucu.
“Kalau begitu mulai sekarang aku bersekutu dengan Joongie Hyung saja!
Hyung sayang padaku kan?” Seru Changmin memeluk Jaejoong dari belakang.
Namja cantik itu tertawa geli.
Ia mengangguk dan menepuk-nepuk lengan
Changmin yang melingkar di bahunya.
“Yah! Jangan memeluknya seperti itu! Kau ini tidak sopan!” Seru Yunho
yang sudah menarik Changmin menjauh.
“Aish! Apaan sih! Joongie Hyung juga suka kok! Lagi pula aku kan tidak
menciumnya!” Balas Changmin menendangi kaki Yunho.
“Jadi kau ingin menciumnya? Dasar bocah mesum! Usiamu saja yang masih 13
tahun! Tapi isi kepalamu 31 tahun!”
“Bilang saja kau cemburu, Hyung! Kau juga ingin kan, memeluk dan mencium
Joongie Hyung? Buktinya kau selalu memerhatikannya diam-diam!”
Jaejoong terkejut mendengar ucapan bocah
badung itu.
Ia membulatkan mata besarnya dan refleks
menatap Yunho dengan pipinya yang memerah.
Yunho yang juga melirik Jaejoong
mendadak merasa malu ketika ia melihat wajah merah namja cantik itu.
Ia menatap kesal adiknya dan menarik
satu helai rambut Changmin hingga tercabut.
Sontak saja bocah badung itu berteriak
dan menangis kencang.
Jung Keybum hanya bisa menghela nafas
panjang kalau keduanya sudah bertengkar seperti ini.
Karena yang akan selalu menangis adalah
Changmin kecilnya—tidak peduli apakah bocah itu menang atau kalah.
Cukup pintar. Changmin selalu tahu kalau
Ummanya akan memarahi Hyungnya jika ia sudah menangis.
-------
“Joongie Hyung! Ayo pulang!” Seru Changmin menghampiri meja Jaejoong.
Namja cantik itu mengangguk.
Ia tersenyum dan mengacak rambut
Changmin setelah memakai tas sekolahnya.
Tidak mengacuhkan pandangan bingung dari
teman-teman sekelasnya terutama kedua pemuda yang berdiri di samping Yunho
sejak bel pulang sekolah berbunyi.
“Yah, sejak kapan Changmin mengenal namja itu?” Tanya Junsu mengerutkan
dahinya.
“Namanya Kim Jaejoong, Junsu” Tegur Yunho menghela nafas.
Namja tampan itu melihat Jaejoong yang sudah
berjalan keluar kelas bersama adiknya.
Ia menepuk bahu Yoochun dan Junsu
sebelum meninggalkan mereka berdua.
“Ceritanya panjang, lain kali saja, oke?” Ujarnya menoleh ke belakang.
Yoochun mengangguk—sementara Junsu sudah
menghela nafas.
“Hyung, nanti Hyung jadi pergi bersama Umma? Aku ikut, boleh ya?” Ujar
Changmin menggoyang-goyangkan tangan Jaejoong yang ia genggam.
Namja cantik itu tersenyum manis.
Ia mengangguk dan mencubiti pipi
Changmin.
“Hyung akan membelikan apapun yang kau inginkan” Ujarnya tulus.
“Jeongmall?! Berapa batasnya Hyung?” Balas Changmin berbinar-binar.
“Tidak ada, kau bebas memilih apapun”
“Daebak! Hanya Hyung yang begitu tulus menyayangiku, aku sayang Hyung!”
Jaejoong tertawa gemas melihat tingkah
Changmin yang begitu lucu.
Mereka berdua terus mengobrol sampai
melupakan Yunho yang berjalan di belakang mereka dan menatap kesal adiknya.
Mata musangnya tidak berhenti
memerhatikan tangan Changmin dan Jaejoong yang saling menggenggam.
Ck.
Ia tidak suka.
“Hyung, aku ingin melihat rumahmu, boleh tidak?”
DEG.
Jaejoong terkejut mendengar ucapan polos
Changmin saat mereka memasuki mobil milik Yunho.
Bocah badung itu sudah duduk manis di
jok belakang.
Sementara Yunho menutup pintu mobil dan
memasang sabuk pengamannya.
Mata musangnya melirik Jaejoong
penasaran—ia bisa melihat dengan jelas raut kaget Jaejoong yang kini sudah
meremas-remas tangannya.
Kemudian ia teringat sesuatu—Junsu
pernah memberitahu dirinya kalau Jaejoong tidak pernah membawa siapapun ke rumahnya.
Namja tampan itu menghela nafas.
Ia menoleh ke belakang menatap adiknya.
“Jangan merepotkan Jaejoong, Min, duduk saja dengan benar” Ujar Yunho
tegas.
Changmin mencebilkan bibirnya.
Ia bersidekap tidak senang kepada Yunho.
Sementara namja tampan itu sudah
menghidupkan mesin mobil dan melajukannya keluar gerbang sekolah.
“A—Ah, belok kiri, Yunho ah..” Ujar Jaejoong gugup.
Eoh?
Namja tampan itu menaikkan alisnya.
Ia segera membelokkan mobilnya ke arah
kiri dan melirik Jaejoong dengan bingung.
“Changmin bilang ia ingin melihat rumahku..Sebentar saja tidak apa kan?”
Tanya Jaejoong menatap Yunho ragu-ragu.
Yunho terkesiap mendengar ucapan yang
mengalun dari bibir ranum itu.
Ia mengangguk dan kembali mengemudikan
mobilnya sesuai arahan Jaejoong—tidak mengacuhkan Changmin yang sudah tersenyum
senang di jok belakang.
Namja tampan itu mengerjap kagum melihat
gerbang rumah Jaejoong yang terbuka otomatis setelah sepuluh menit kemudian
mereka tiba.
“Rumah Hyung besar sekali! Seperti istana!” Teriak Changmin norak.
“Rumahmu juga besar, Min ah” Ujar Jaejoong tersenyum.
Mereka beranjak keluar dari mobil dan
disambut oleh asisten Jaejoong di depan pintu rumah.
Choi Minho tidak bisa menahan
keterkejutannya melihat tuan mudanya yang selalu seorang diri kini membawa
orang lain ke rumah.
“Selamat datang, tuan muda” Ujar Minho sopan.
Yunho dan Changmin saling melirik satu
sama lain sambil mengikuti langkah kaki Jaejoong.
“Hyung, ia bahkan memiliki asisten pribadi” Bisik Changmin kagum.
Yunho tidak menyahut.
Namja tampan itu melepaskan sepatunya
dan menggantinya dengan sandal yang telah disediakan.
Diam-diam ia tersenyum geli melihat
sandal berbelalai milik Jaejoong.
Apa ia tidak terganggu berjalan dengan
belalai yang terseret-seret di lantai seperti itu? Pikir Yunho tidak percaya.
“Wah, luas sekali!” Seru Changmin merentangkan tangannya.
“Ayo ikut Hyung ke belakang, kepala pelayan akan membawamu berkeliling
rumah ini sampai kau puas” Ujar Jaejoong menggandeng tangan Changmin.
Namja cantik itu tersenyum melihat
betapa antusiasnya Changmin yang tidak berhenti bersuara heboh.
Mereka terus berjalan hingga menghilang
dari ruang tengah tempat di mana Yunho masih berdiri seorang diri.
Ia menghela nafas dan hendak mendudukkan
dirinya di atas sofa.
Namun gerakannya terhenti ketika mata
musangnya tanpa sengaja melihat sebuah pintu di lantai dua.
Ia bisa menebak dengan tepat kalau itu
adalah kamar milik Jaejoong dari tulisan yang tertempel di pintu tersebut.
Tanpa berpikir dua kali Yunho segera melangkah
menaiki tangga besar beralaskan karpet mewah sampai ke ujung lantai dua itu.
Ia menyentuh kenop pintu kamar Jaejoong
dan berhenti sejenak.
“Tidak apa, kan? Ia juga pernah keluar masuk kamarku” Gumam Yunho
akhirnya membuka pintu tersebut.
DEG.
Dada Yunho berdebar-debar begitu kencang
ketika aroma manis khas Jaejoong menyerang dirinya.
Ia menyentuh dadanya dan tersenyum
konyol.
Kemudian ia segera melangkah menghampiri
meja belajar milik namja cantik itu.
Rapi sekali, pikirnya.
Yunho menolehkan wajahnya dan melihat
sebuah ranjang besar dengan selimut tebal berwarna putih.
Ia kembali tersenyum. Namun kemudian
senyum tersebut menghilang ketika mata musangnya melihat tiga buah monitor yang
tergeletak di seberang ranjang.
Namja tampan itu mengernyitkan dahinya
membaca setiap tulisan yang tertempel di atas masing-masing monitor.
Awalnya Yunho tidak mengerti dan hanya
menatap bingung ketiga layar monitor tersebut.
Lalu kemudian ia paham dengan apa yang
ada di hadapannya saat ini ketika ia melihat salah satu layar memperlihatkan
gambaran seorang gadis kecil yang berlari-lari melewati ruang tengah—sampai
seorang wanita cantik menghentikan aksinya dengan pelukan erat.
Wanita yang sungguh mirip dengan wajah
Kim Jaejoong.
Mata musangnya beralih ke monitor yang
berada di tengah.
Hanya terlihat seorang anak lelaki kecil
yang bermain robot-robotan di atas sofa.
Kemudian ia melihat layar terakhir dan
detik itu juga sesuatu yang menyakitkan seolah menghantam dadanya.
Mata musangnya melihat sebuah ruang
keluarga yang sepi dan agak gelap karena jendela yang tertutup.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
DEG.
Yunho terkejut.
Ia refleks menoleh ke belakang dan
mendapati sang pemilik kamar sedang berdiri di dekat pintu dengan wajah
pucatnya.
Dahi Jaejoong mengernyit—ia menutup
pintu kamar dan segera berlari menghampiri ketiga monitor tersebut dan
merentangkan tangannya.
“Jangan lihat!” Seru Jaejoong bergetar.
Ia menunduk—dalam hitungan detik air
matanya menetes jatuh membasahi pipinya.
“Kumohon—jangan melihatnya!” Seru Jaejoong menyadarkan Yunho dari rasa
terkejutnya.
Namja tampan itu menatap Jaejoong yang
menangis di hadapannya.
“Kau..Kau tahu sekarang..Hiks..Kumohon, jangan beritahu siapapun..Jangan
mengatakan pada siapapun kalau aku adalah anak yang tidak memiliki
keluarga..Hiks..Kumohon..” Isak Jaejoong dengan tangisnya yang pecah.
Dada Yunho terasa nyeri mendengar ucapan
namja cantik itu.
Ia segera menghampiri Jaejoong dan
membawa pemuda itu ke dalam pelukannya.
Sekarang ia mengerti—sekarang ia tahu
mengapa namja cantik itu selalu berlama-lama di rumahnya.
Ia tahu apa yang dicari Jaejoong di
rumahnya selama ini.
“Jangan menangis Jaejoong ah, kau tidak perlu takut, aku akan
merahasiakannya dari orang lain” Ujar Yunho mengusap punggung Jaejoong.
“Berjanjilah padaku Yunho yah..Hiks..” Balas Jaejoong mencengkram
punggung Yunho.
Namja tampan itu mengangguk.
Ia melepaskan pelukannya dan menghapus
air mata Jaejoong dengan kedua ibu jarinya.
Menatap mata bulat Jaejoong yang basah
dengan mata musangnya yang teduh.
“Kau tidak sendirian, Jaejoongie, kau punya aku sekarang, kau punya Changmin
dan juga kedua orang tuaku” Bisik Yunho tersenyum tipis.
Jaejoong baru saja akan menjawab ucapan
Yunho—tapi ketukan di pintu kamarnya dan suara Changmin yang memanggil mereka
berdua membuatnya mengurungkan niat.
Ia memundurkan langkahnya dan mengelap
wajahnya dengan lengan bajunya.
Lalu ia berjalan menuju pintu. Namun
belum sempat ia membuka pintu tersebut dirinya telah dikejutkan oleh pelukan
erat Yunho dari belakang tubuhnya.
Mata besar Jaejoong membulat sempurna.
Kulitnya terasa panas seolah terbakar.
Dadanya berdebar-debar dengan kencang
sementara nafasnya tercekat.
Ya Tuhan—
“Aku akan melindungimu, Kim Jaejoong..” Bisik Yunho di telinganya.
Segala kesedihan yang baru saja
dirasakan Jaejoong seolah menguap entah kemana.
Namja cantik itu mengulurkan tangannya
untuk meremas lengan Yunho yang melingkar di dadanya—membiarkan darahnya
berdesir dengan deras.
“HYUNG! BUKA PINTUNYA!”
DEG!
Jaejoong dan Yunho sama-sama terkejut.
Yunho refleks melepaskan pelukannya
sementara Jaejoong dengan cepat membuka pintu kamarnya.
Namja tampan itu memalingkan wajahnya
yang panas.
Jantungnya berdebar sungguh kencang.
Aigoo—apa itu barusan? Bagaimana bisa ia
berbuat seperti itu?
Sepertinya ada yang salah dengan
dirinya.
-------
Hari ini sekolah diliburkan.
Dan yang pemuda cantik itu lakukan sejak
ia bangun dari tidurnya adalah berbaring di atas ranjang dan menatap layar
monitor yang ada di seberang ranjangnya.
Ia bertelungkup dan menumpukan wajahnya
di atas kedua telapak tangannya.
Jaejoong melihat ayahnya yang sedang
duduk di sofa bersama ponselnya.
Beberapa saat kemudian pemuda cantik itu
dikejutkan dengan getaran ponselnya.
‘From: Appa
Kau
bisa membeli hadiah yang kau inginkan dengan uang yang baru saja Appa kirim ke
rekeningmu. Selamat hari Natal, Jaejoongie’
Mata Jaejoong terasa panas membaca pesan
dari ayahnya.
Eoh, ternyata pria itu mengirim pesan
untuknya.
‘Membeli hadiah? Bukankah itu
tidak menjadi hadiah lagi kalau kubeli sendiri?’
Setelah mengirimkan balasannya Jaejoong
cepat-cepat menatap layar monitor di rumah ayahnya.
Ia melihat pria itu menunduk mengintip
ponselnya.
Dada Jaejoong berdebar-debar menanti
balasan pesan dari ayahnya.
Tapi kemudian ia hanya bisa tersenyum
kecut ketika pria itu meletakkan ponselnya di atas meja dan merentangkan kedua
tangannya—menyambut seorang anak lelaki yang melompat ke dalam pelukannya.
Mata Jaejoong beralih menatap layar
monitor yang memperlihatkan ruang keluarga rumah ibunya.
Ia bisa melihat pohon cemara yang sangat
besar dan cantik terpajang di sudut ruangan.
Ibunya mungkin sedang memasak—karena
hanya ada si remaja cantik yang sedang membungkus sebuah kado di atas sofa.
Namja cantik itu beringsut turun dari
ranjangnya dan menghela nafas melirik layar monitor yang terakhir—miliknya.
Kemudian ia beranjak keluar kamar seraya
menggenggam ponselnya.
Jaejoong menuruni tangga seraya
memperhatikan langit yang berbintang di luar jendela.
Sudah hampir tengah malam.
Mungkin memang tidak akan turun salju,
pikirnya dalam diam.
Biasanya sehari sebelum Natal salju
sudah turun.
Jaejoong sampai di ruang makan dan
tertegun melihat seloyang kue Natal ada di sana.
Ia mendekat dan tersenyum melihat
tulisan yang ada di atas kue itu.
Pelayan-pelayannya tidak melupakannya.
Mereka meninggalkan kue ini untuknya.
Jaejoong duduk di kursinya dan menghapus
air matanya.
Ia terus memandangi kue berwarna putih
dengan hiasan pohon natal itu walaupun yang terlihat hanya titik-titik warna
yang bergoyang tidak jelas.
Karena matanya tidak berhenti
mengeluarkan air mata meskipun ia terus menghapusnya.
“Hiks..Hiks..”
Namja cantik itu terisak lirih.
Menangisi kesendiriannya di malam yang
sunyi ini.
Rumahnya terasa dingin.
Ia tidak suka.
Ia terlihat begitu menyedihkan.
.
.
.
“Tiga..Dua..Satu! Selamat Natal!”
Jung Changmin berteriak senang di bawah
pohon cemara seraya memeluk kadonya.
Jinki tertawa geli melihat kelakuan
putra bungsunya itu.
Ia duduk di sofa dan meminum wine-nya.
Keybum berjalan dari dapur dan
meletakkan seloyang kue Natal yang sangat cantik di atas meja ruang tengah.
Sementara Yunho berdiam diri di dekat
jendela.
Sejak pelukan itu—ia sama sekali tidak
bisa melupakan Jaejoong.
Namja cantik itu juga tidak pernah
datang ke rumahnya lagi.
Mengapa Jaejoong seperti ini? Tidakkah
ia kesepian seorang diri di sana?
Kesepian.
DEG.
Yunho tersentak dari lamunannya.
Benar—bukankah ini malam Natal?
Apakah..Apakah pemuda cantik itu saat ini sedang sendirian di rumahnya?
“Yunho, coba kau hubungi Jaejoong, Umma ingin berbicara dengannya” Ujar
Keybum menatap putra sulungnya yang masih berdiri di dekat jendela.
Namja tampan itu mengangguk dan
mengeluarkan ponselnya dari saku celana.
Sesekali ia menaikkan alisnya melihat
Umma dan Appanya yang tersenyum-senyum memandang dirinya.
“Apa?” Tanya Yunho seraya menempelkan ponselnya di telinga.
“Yunho, jujur saja, kau menyukai Jaejoong kan?” Tanya Ummanya gemas.
“Mwo?!” Teriak pemuda tampan itu kaget.
Mata musangnya menatap tidak percaya
kedua orang tuanya yang sudah tertawa-tawa di sofa.
“Kau jadi pendiam sejak Jaejoong tidak ke sini lagi, sepertinya kau
sangat kehilangan namja cantik itu” Ujar Jinki meletakkan gelasnya di atas
meja.
Yunho mendengus.
Ia memalingkan wajahnya menolak menatap
ayahnya.
“Teleponnya tidak tersambung” Gumam Yunho bingung.
TING
TONG!
Yunho terkejut saat bel rumahnya
berbunyi.
Ia segera berlari menuju pintu depan
disusul oleh ibunya.
Namja tampan itu begitu terkejut ketika
ia membuka pintu dan mendapati Kim Jaejoong berdiri di sana.
Pemuda cantik itu tampak kacau—ia hanya
memakai kaus lengan panjang yang senada dengan celananya.
Wajahnya memerah karena udara yang
sangat dingin.
“Bo-Bolehkah aku mampir?” Bisik Jaejoong seiring dengan air matanya yang
menetes jatuh.
Yunho segera membawa namja cantik itu ke
dalam pelukannya.
Ia bergidik merasakan sensasi dingin
dari kulit Jaejoong.
“Tentu saja boleh, mengapa kau harus bertanya?” Ujar Yunho menghela nafas.
Keybum menutup pintu depan dan menyuruh
Yunho untuk membawa Jaejoong masuk ke dalam rumah.
Namja tampan itu mendudukkan Jaejoong di
sebelahnya.
Jinki dan Changmin segera mengalihkan
perhatian kepada namja cantik itu.
“Hyung gwenchana? Jangan menangis, Hyung aman sekarang” Ujar Changmin
menggenggam tangan Jaejoong.
Jinki dan Keybum mengerutkan dahi mereka
mendengar ucapan bocah badung itu.
Sementara Yunho sudah menatap jengah
adiknya.
Namja tampan itu mengambil cangkir teh
miliknya dan menyodorkannya ke depan bibir Jaejoong yang segera disambut oleh
namja cantik itu.
Tangis Jaejoong sudah berhenti.
Namja cantik itu menghela nafas panjang
dan meremas tangannya.
Rumah ini—penuh dengan kehangatan yang
ia suka.
“Ada apa Jaejoongie?” Tanya Keybum setelah melihat Jaejoong terdiam.
“Ahjumma..Apakah aku boleh menjadi anakmu?” Balas Jaejoong balik
bertanya.
Keybum dan Jinki terkejut mendengar
ucapan namja cantik itu.
Mereka saling menatap dan tersenyum
tipis.
Wanita cantik itu menggenggam tangan
dingin Jaejoong dengan lembut.
“Ya Jaejoongie, tentu saja kau bisa” Ujar Keybum tersenyum cantik.
“Apakah itu artinya mulai sekarang Joongie Hyung tinggal bersama kita?”
Tanya Changmin menaikkan alisnya.
Yunho menarik adiknya dan menutup mulut
bocah badung itu dengan tangannya—tidak mengacuhkan Changmin yang
meronta-ronta.
“Kau akan menjadi anak kami setelah kau menikah dengan Yunho” Ujar Jinki
bersandar pada sandaran sofanya.
DEG.
Mata besar Jaejoong membulat sempurna
mendengar ucapan pria tampan itu.
“Mwo?!” Seru Yunho terkejut—refleks melepaskan Changmin darinya.
Bocah badung itu sudah berlari ke tempat
asalnya dan kembali membuka kado-kado miliknya.
Sementara Yunho membeku di sofanya.
Namja cantik itu menolehkan wajahnya,
melirik wajah Yunho yang memerah.
Seolah mempertanyakan jawaban dari mulut
Yunho terlebih dahulu.
Yunho menahan nafasnya.
Ia balas menatap Jaejoong dengan
jantungnya yang berdebar kencang.
Debaran yang sama ketika ia memeluk
namja cantik itu beberapa waktu yang lalu.
“Ya..Kita akan menikah setelah lulus nanti” Ujarnya tanpa melepaskan
tatapannya dari namja cantik itu.
Keybum tersenyum gemas melihat wajah
merona namja cantik itu.
Ia mengulurkan tangannya menghapuskan
jejak air mata Jaejoong dan menepuk lembut pipinya.
“Selamat Natal, Jaejoongie” Ujarnya tulus.
Jaejoong tertegun.
Merasakan kehangatan itu kini merasuki
relung hatinya.
Ia mengangguk dan balas tersenyum kepada
wanita cantik itu.
“Selamat Natal juga, Umma” Ujarnya lembut.
Keybum terkejut mendengar panggilan yang
diucapkan namja cantik itu.
Lalu ia kembali tersenyum dan memeluk
namja cantik itu.
“Lihat! Lihat! White christmas!”
Seru Changmin menunjuk-nunjuk jendela.
Mereka semua menoleh memandang ke arah
jendela.
Melihat butiran-butiran bulat berwarna
putih berjatuhan di luar sana.
Keybum dan Jinki tersenyum bahagia dan
memakan kue Natal mereka sambil menonton televisi.
Changmin sudah kembali membuka kado-kado
yang bertumpuk di bawah pohon cemara.
Sementara Jaejoong beranjak dari
duduknya dan menghampiri jendela kaca untuk melihat pemandangan yang ada di
luar sana.
Namja cantik itu tertegun ketika
seseorang memeluknya dari belakang.
Kemudian ia tersenyum—mengulurkan
tangannya memeluk lengan Yunho yang melingkar di dadanya.
Hangat.
“Natal tahun ini..Saljunya datang terlambat..” Bisik Jaejoong lirih.
“Selamat Natal, Jaejoongie” Balas Yunho seraya mengecup kepala Jaejoong.
“Selamat Natal, Yunho ah”
Meskipun
datang terlambat,
Tetap
saja terlihat indah.
END
Rasanya sudah bosan dengan ungkapan-ungkapan yang
itu-itu saja.
Karena terkadang hal yang tidak perlu disampaikan
pun dapat tersirat dengan mudah.
👍👍👍👍👍👍,,daebaak..
BalasHapusSumpah keren bgt kak...
BalasHapusngomong2 yang Slippin away kapan lanjutannya nih?
Reader baru.
YUNJAE Shipper
��yunjae selalu terasa sweet. Tapi chingu SA tolong lanjutin dong, penasaran jj sembuh gak ya?
BalasHapuswoooh sedih...saya banjir air mata.
BalasHapusSampe nangis aku bacanya, squel please...
BalasHapusUpdate ff dong kak�� 4 bulan aku nunggu in ada update tp ternyata belum ada juga���� ditunggu ya kak cerita selanjutnya!!^^
BalasHapusini keren, bagus banget ikut kerasa sedih bacanya :(
BalasHapus