This zone is only YunJae Fanfictions and this is our world

Senin, 09 November 2015

FF/YAOI/YUNJAE/ONESHOOT/R E D SHAWL


Tittle: R E D SHAWL

Author: Shella Rizal a.k.a Park Sooji

Cast: YUNJAE

Length: ONESHOOT

Rating: family-hurt-romance-angst-friendship

WARNING: BOY x BOY! Yg ga suka YAOI mending cabut aja dari sini, cos author Cinta damai~
*kibar2 kutang Jae umma*


-------


Karena tidak selamanya cinta harus bersuara.
.
.
.
Langkah kaki itu terdengar ringan di telinga.
Seorang namja cantik sedang berjalan menelusuri koridor kampusnya.
Mata bulatnya yang indah mengerjap pelan menikmati kesegaran udara pagi ini.
Kampus masih tampak sepi.
Dan pria cantik itu menyukainya. Suasana tenang seperti ini.

Laki-laki dengan syal merah sebatas hidung itu tersenyum dalam diam.

CKLEK.

Jaejoong—pria bersyal merah itu—membuka pintu ruangan dengan pelan.
Ia meletakkan tas selempangnya di atas meja dan menumpukan wajahnya di atas lengan tanpa melepaskan syal merahnya.
Lalu kemudian ia terpejam.

.
.
.
  “Pagi, sayang!”

Itu Yunho—kekasihnya—yang meremas bahunya dan mencuri kecupan manis di dahinya.
Membuat Jaejoong tidak bisa untuk menahan senyuman bahagianya.
Oh—ia terus jatuh cinta setiap harinya kepada namja tampan itu.
Pria populer di sekolah yang menjadi miliknya seorang.

What a lucky.

  “Kau manis sekali hari ini. Tapi aku belum mencintaimu, tidak tahu kalau nanti siang, tunggu saja ya” Ujar Yunho dengan senyum mautnya.

Pipi Jaejoong yang sudah merona kini tampak memerah tomat.
Kekasihnya ini senang sekali mengganggunya.

  “Oh, ini sudah siang ternyata. Dan aku sudah mencintaimu, kau mau jadi pacarku tidak?”

Aish.
Kadang Jaejoong tidak tahan.
Tidak tahan untuk tidak menciumnya gemas.
.
.
.
Jaejoong membuka matanya.
Menyadari bahwa ruang kelasnya sudah mulai terisi oleh beberapa mahasiswa.
Ia mengusap mata bulatnya dan meregangkan tubuhnya.
Kemudian ia bersandar pada sandaran kursi.

  “Hei, red-shawl-hood! Kau punya ratusan yang seperti itu ya, di rumah?”

Itu Junsu.
Moodmaker kelas.

Jaejoong tersenyum, namun tak tampak.
Tapi Junsu tahu dengan melihat mata bulat yang melengkung sabit itu.
Manis sekali.
Namja imut itu mendudukkan dirinya di depan Jaejoong dan mengamati pria cantik itu diam-diam.
Teman kampusnya ini tidak pernah berpisah dengan syal merahnya sedetikpun sejak ia mengenal Jaejoong.

Membuatnya jadi penasaran dan bertanya-tanya.

Dulu pernah ada senior yang mengganggu Jaejoong.
Mereka sama penasarannya dan mencoba melepaskan syal tersebut.
Tapi Jaejoong melawan dan menggigit telinga senior tersebut hingga koyak.
Sejak saat itu anak-anak kampus mulai menjauhinya.

Well, kecuali bebek imut ini.

  “Rektor kita akan memasukkan putra sulungnya ke kampus, tidak tahu kapan, tapi itu rumor terhangat minggu ini” Ujar Junsu dengan suara khasnya.

DEG.

Mata besar Jaejoong mengerjap.
Jemarinya mengepal erat tanpa sadar.
Merasakan nafasnya sesak entah mengapa.
Stimulusnya bergerak dengan cepat, memburu segala celah neuron yang ada.
Hingga kemudian memori itu terputar.

Seperti film hitam putih jaman dulu.
.
.
.
  “Yang benar? Kau bercanda!”

  “Aku tidak bohong, Appaku itu Jung Jinki, yang kemarin muncul di televisi, sayang”

  “Apa itu artinya—universitas Jounant itu milik Appamu? Maksudku—dia pemimpinnya?”

  “Seratus, ternyata kau pintar juga Boo”

Bibir ranum itu mempout manja.
Menatap Yunho tidak senang.
Membuat kekasih tampannya itu tertawa geli.
Yunho mengacak rambut almond kekasihnya.

Ah—ia cinta sekali pada namja cantik ini.

  “Kalau begitu, kau tidak akan menerima beasiswa keluar negeri itu kan?” Tanya Jaejoong merengut.

  “Aku akan tetap mengambilnya, Boo. Ini kesempatan bagus. Tapi hanya dua tahun saja. Sisa semester akan kuhabiskan di Jounant”

  “Itu artinya aku akan bertemu lagi denganmu dua tahun lagi, iya kan? Kau memang jahat”

  “Terserah apa katamu, yang jelas siap-siap saja menerima kejutan”

  “Kapan? Sekarang? Tapi kan aku sedang tidak berulang tahun, Yunnie”

  “Saat kita bertemu kembali, BooJae, kau ini lucu sekali sih? Rasanya ingin kubawa ke luar negeri saja”

  “Bawa aku, Yun”

Yunho tidak menyahut lagi.
Ia hanya diam memandang kekasihnya yang sudah menundukkan wajah cantiknya.
Ia bisa melihat air mata itu menetes jatuh dari sana.
Oh—

  “Jangan menangis, kumohon”Bisik Yunho seraya memeluk kekasihnya.

Jaejoong menggigit bibir ranumnya erat.

  “Aku tidak menangis” Balasnya pelan.

Yunho menghela nafas panjang.
Ia menaruh dagunya di atas puncak kepala kekasihnya dan mempererat pelukannya.
Kemudian ia merenggangkan pelukan mereka dan mencium namja cantik itu penuh-penuh.

  “Tidak peduli sejauh dan selama apapun, cintaku akan tetap sama saat kita bertemu lagi nanti” Ujarnya lembut.

Jaejoong hanya diam.
Tidak menyahut ataupun mengangguk.
.
.
.
  “—jadi menurut Sigmund Freud, ada beberapa jenis gangguan tidur yang dialami oleh manusia, yang pertama adalah insomnia, di mana gangguan tidur ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu—”

Jaejoong terkejut.
Mata bulatnya mengerjap cepat.
Mengamati ruang kelas yang sudah terisi penuh dengan dosen yang sedang mengajar di depan kelas.
Oh—berapa lama sudah ia melamun?

Namja cantik itu menghela nafasnya.
Ia menaikkan syal merahnya sedikit hingga di pertengahan hidung bangirnya dan membuka buku teksnya yang tebal.


-------


Kehidupan Jaejoong berubah 180 derajat sejak Yunho pergi meninggalkannya.
Pria itu tidak pernah menghubunginya lagi.
Menggantung janji yang pernah diucapkannya begitu saja.
Jaejoong berharap, tapi ia tidak pernah jujur.
Ia hanya diam.

Membiarkan Yunho pergi dan seolah menghilang dari hidupnya.

Semua ini karena ia terlalu mencintai namja tampan itu.
Hanya itu satu-satunya alasan.
Ah, sudahlah.

Ia tidak ingin menjelaskan apapun kalau Yunho tidak memulainya terlebih dulu.

  “Kau ingat rumor yang kuceritakan minggu lalu?”

Jaejoong mendongak, menatap Junsu yang sudah duduk di hadapannya.
Ia mengangguk.
Membenarkan posisi syal merahnya.

  “Hari ini pria itu tiba! Jung Yunho! Ia masuk ke sini ditemani oleh adik bungsunya yang bernama Jung Changmin!” Heboh Junsu seolah Jaejoong adalah fans yang histeris.

  “Jurusan?” Itu adalah pertanyaan yang terlintas paling cepat di dalam kepala Jaejoong.

Ia tidak sabar menunggu bibir Junsu kembali mengoceh.

  “Jurusan kita! Tapi adiknya aku tidak tahu, mungkin Changmin itu bagian dari metafisika”

DEG.

Jurusan kita?
Apakah Junsu bilang seperti itu?
Apakah itu artinya mereka akan bertemu lagi?
Tidak—tidak harus bertemu,
Bisa memperhatikannya diam-diam saja sudah cukup.

Jaejoong tidak berharap lebih.

Tidak setelah apa yang terjadi sebelumnya.

Perpisahan yang menyakitkan dan janji-janji yang tinggal kenangan.
Uh. Jaejoong meremas jemarinya yang terasa ngilu.
Sial, air matanya sudah menggenang.
Untung saja dosen cantik itu masuk tepat waktu.
Jaejoong tidak tahu harus menjawab seperti apa kalau Junsu mengerubunginya dengan pertanyaan-pertanyaan yang ia hindari.
.
.
.
  “Kita putus”

Mata musang Yunho membulat sempurna.
Ia mengeratkan genggamannya pada ponselnya
Oh tidak, ia sudah berhasil menghubungi Jaejoong lewat telepon setelah beberapa hari yang lalu pria cantik itu menghilang.
Dan hari ini adalah hari keberangkatannya ke London.

Yunho mengerti kalau kekasih hatinya itu marah akan kepergiannya.
Tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau Jaejoong akan setega ini kepadanya.
Pria cantik itu bilang akan tetap mendukung apapun keputusannya di hari ini walau hatinya menangis.
Tapi—putus?

Yang benar saja!

  “Apa maksudmu, Kim Jaejoong? Kalau kau memang berniat putus denganku maka datanglah ke bandara sekarang juga dan katakan sambil menatap mataku!” Pekiknya kesal.

  “Terima kasih untuk 6 tahun ini, semoga kuliahmu di sana sukses”

  “KIM JAEJOONG! KAU—”

Sambungan ponsel itu terputus.
Jaejoong mematikannya begitu saja.
Membuat Yunho memijat pelipisnya kesal.
Kakinya ingin segera berlari menemui namja cantik itu.

Tapi keluarganya sudah menunggu di dekat pintu untuk mengantarkan kepergiannya.
Pesawatnya akan take off beberapa saat lagi.

  “Ya Tuhan” Desah Yunho pusing.

Dadanya berdenyut-denyut tidak tenang.
Bagaimana bisa ia pergi meninggalkan Seoul kalau begini caranya?
Bagaimana bisa ia menjalani kehidupan yang tenang kalau seperti ini kejadiannya?
Yunho menggertakkan giginya.

Ia berusaha menelepon Jaejoong lagi dan lagi.
Tapi tidak tersambung.
Pria cantik sialan itu mematikan ponselnya.

  “Hyung? Kau menangis?”

DEG.

Yunho mendongak, memandang adiknya—Jung Changmin—sedang menatapnya intens
Dalam sekejap Yunho segera mengusap mata musangnya.
Ia menggeleng dan tersenyum tipis.

Dua tahun lagi, Jae. Janji Yunho dalam hatinya.
Dua tahun lagi kita akan bertemu dan aku ingin kau menjelaskan semuanya kepadaku.
Mengapa kau melanggar kesepakatan kita untuk saling setia?
Dan mengapa kau tega menghancurkan hatiku di saat aku akan memulai kehidupan yang berat di sana?
.
.
.
Yunho menoleh saat Changmin menepuk bahunya.
Membuat lamunannya buyar begitu saja.
Adik bungsunya itu tersenyum cerah.
Bahagia karena akhirnya ia punya teman bicara.

  “Appa bilang kau sudah boleh masuk ke kelas, Hyung. Daftar absensi sudah diperbarui”

  “Kau sendiri? Tidak masuk?”

  “Kelasku kosong hari ini, kajja, aku akan mengantarmu ke kelas”

Yunho mengangguk.
Membiarkan adik manjanya itu menggandeng tangannya seperti anak kecil dan menyeretnya menuju gedung fakultas.
Ia bisa menyadari kalau beberapa mahasiswa membicarakan tentang betapa tampannya ia.
Ah, masih si populer ternyata.

  “Hyung, kuberitahu ya, di kelasmu itu ada seseorang yang unik, kami saling mengenal, tapi tidak dekat. Aku tahu dia saat penerimaan mahasiswa baru, ia membantuku di jalan” Cerocos Changmin sesuka hatinya.

  “Namja?” Tanya Yunho menaikkan alisnya. Tumben sekali adiknya ini mempromosikan orang lain.

Changmin kan selalu pilih-pilih kawan.

  “Iya, orangnya pendiam, tapi dia baik sekali. Kau bisa menemukannya dengan menandai syal rajut berwarna merahnya yang tidak pernah lepas dari tubuhnya. Ia terkenal karena itu, kau tahu. Seorang sunbae pernah mengalami pendarahan telinga karena mengisengi namja cantik itu”

  “Tapi kau bilang ia baik?”

  “Kecuali kalau kau mengganggunya”

Yunho mengerutkan dahinya.

  “Ini kelasmu, buka saja pintunya dan minta izin pada dosen yang sedang mengajar. Aku harus bertemu Kyuhyun di kantin sekarang”

  “Oke”

  “Oh iya, si syal merah tadi, namanya Kim Jaejoong”

DEG.

Yunho terkejut.
Mata musangnya membulat sempurna.
Ia menatap punggung Changmin yang sudah menjauh darinya.

  [ “—namanya Kim Jaejoong” ]

  “—K—Kim Jaejoong?” Gumamnya dengan dada yang sesak.

CKLEK!

Yunho tersentak saat pintu yang ada di sampingnya terbuka mendadak.
Ia menatap kaget dosen yang berkacak pinggang di hadapannya itu.

  “Aku memperhatikanmu sejak tadi dari jendela. Dan kau sudah berhasil mengganggu konsentrasiku, sekarang beritahu aku. Apa kau mahasiswa remedial?” Tanya yeoja cantik itu kesal.

Eh—Yunho menggeleng.
Ia tersenyum kikuk.

  “Namaku Jung Yunho, pindahan dari London”
 
  “Jadi kau anaknya Jung Jinki? Hmm, baiklah, hari ini kumaafkan, lain kali tidak ada interupsi saat pelajaran sedang berlangsung. Masuklah”

  “Terima kasih”

Yunho melangkah masuk.
Ia berdiri sejenak mengedarkan pandangannya.
Dan tatapannya berhenti pada sesosok namja cantik yang menutupi sebagian wajahnya dengan syal merah kesayangannya.
Mata mereka bertemu.

Ia bisa melihat bola mata rusa itu membulat kaget.

  “Duduklah di sini” Ujar dosen yang semakin kesal memperhatikan Yunho yang masih saja berdiri.

Pria tampan itu mengangguk patuh.
Ia segera mengisi kursi barisan depan yang masih kosong.
Sesekali melirik ke belakang, di mana mata bulat itu masih setia memandanginya.


-------


  “Yunnie!!”

Itu teriakan terakhir Jaejoong sebelum ia mendorong Yunho dan menggantikan namja tampan itu tertabrak mobil.
Mereka berdua terlempar ke jalanan.
Yunho pingsan.
Tapi Jaejoong masih setengah sadar.
Kekeraskepalaannya mendominasi ingin tahu keadaan Yunnienya.

Jaejoong bisa melihat bayangan-bayangan buram orang-orang yang mengerubungi mereka.
Kemudian suara sirene ambulans yang mulai mendekat.
Matanya basah.
Ia menangis.
Merasakan jantungnya yang berdebar-debar kencang dengan sangat.

Tubuhnya bergetar kencang.
Dan bahunya basah.

Saat berikutnya Jaejoong membuka mata ia berada di rumah sakit.
Berdua bersama ibunya yang menungguinya di atas sofa.
Wanita cantik itu tertidur karena lelah dan stres akan kejadian yang menimpa putra tunggalnya.
Namja cantik itu bisa merasakan bahu dan lehernya yang berdenyut-denyut ngeri.
Ia mengambil beberapa nafas pendek dan memberanikan diri untuk menyentuh bagian yang paling menyakitkan itu.

DEG.

Jaejoong terkejut.
Ia bisa merasakan perban yang sangat tebal membalut bahu dan lehernya.

Oh—Tuhan—

Nafas Jaejoong tercekat.
Kaki kirinya terasa ngilu karena gips.
Apakah ia separah itu?
Lalu Jaejoong baru saja akan teringat tentang Yunho, namun suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya.

Mata besarnya mengerjap menatap seorang yeoja bermata kucing yang sangat dikenalnya selama ini.
Yeoja paruh baya yang tidak pernah ramah kepadanya.

  “Ini semua karena kau” Desis Jung Keybum—yeoja itu—tiba-tiba.

Membuat Jaejoong mengerutkan dahinya antara sakit dan bingung.
Ia melirik ibunya yang masih tidur di sofa.
Sungguh, ia sangat berharap kalau wanita cantik itu terbangun dari tidurnya dan mengusir Keybum dari sini.
Jaejoong tidak ingin bertemu dengannya sekarang.

Please, Umma, bangunlah, rintih Jaejoong dalam hatinya.

  “Keberangkatan Yunho ke London harus ditunda karena kecelakaan ini. Semua ini karena kau! Pria pembawa sial!” Desis yeoja itu lagi.

Tidak—Jaejoong tidak ingin dengar!

  “Kau pasti sengaja membuatnya tertabrak bersamamu agar ia tidak pergi! Iya kan? Mengaku saja, kau memang ular licik, Kim Jaejoong! Apa kau tahu masa depan putraku dipertaruhkan karena ini eoh?!”

Jaejoong menahan nafasnya dengan air mata yang menggenang di kelopak matanya.
Sungguh, siapapun hentikan wanita ini!
Ia tidak mau dengar!

Karena apa yang keluar dari bibir wanita angkuh ini adalah kebohongan dan kesalahpahaman!

  “A—Ahjumma—” Lirih Jaejoong tercekat.

  “Apa? Pembelaan apalagi yang harus kudengar dari mulut berbisamu itu?!” Balas Keybum marah.

Jaejoong meringis.
Bahunya berdenyut-denyut menyakitkan.

  “Y—Yunnie—Bagaimana keadaannya?” Lirih Jaejoong tak berdaya.

  “Ia gegar otak ringan, selebihnya hanya lecet biasa. Tapi tetap saja memerlukan perawatan khusus” Ujar Keybum ketus.

Syukurlah. Lega Jaejoong dalam hatinya.

  “Jaejoong, aku datang ke sini untuk memberitahumu agar kau segera putus dengan putraku” Telak Keybum tanpa menunggu lagi.

Jaejoong terkejut.
Bibirnya terasa kelu.
Oh—apalagi ini?

  “Yunho akan segera merintis masa depannya yang cemerlang di London sana, dan ia tidak membutuhkan dirimu. Kau dengar itu? Kau hanya akan menjadi penghambat untuknya. Buktinya sudah jelas dengan kecelakaan ini”

  “M—mwo? Ahjumma—”

  “Berhentilah menjadi benalu untuk Yunhoku, Jaejoong”

DEG.

Jaejoong tercekat.
Tidak bisa menyahut lagi.
Hilang sudah segala bantahannya.
Ia hanya bisa terdiam menatap Keybum dengan air matanya yang menetes jatuh.
Yeoja cantik itu menghela nafas pendek.

  “Itu saja, semoga kau cepat sembuh” Ujar wanita cantik itu seraya beranjak keluar dari kamar rawat Jaejoong.

Meninggalkan pria cantik yang sedang shock di ranjangnya.
Telinga Jaejoong mendengar sofa yang berderit.
Ibunya telah bangun.
Dan wanita itu terlambat untuk menyelamatkannya.

Menyelamatkan hatinya.

  “Sayang? Apakah ada seseorang yang datang?”

  “Ya, hanya perawat”

  “Oh, kau menangis?”

Wanita cantik itu mendekati putra kesayangannya.
Ia duduk di samping namja cantik itu dan mengusap wajah sembabnya.
Heechul tersenyum pahit.

  “Kau pasti sudah mendengarnya dari perawat itu kan? Sudahlah sayang, semuanya sudah terjadi” Bisik Heechul pelan.

Jaejoong menoleh.
Menatap Heechul dengan raut wajah kebingungan.

  “Dokter bilang bahu kirimu robek sampai ke leher akibat tabrakan itu. Kakimu terkilir. Selebihnya tidak ada gangguan yang serius, tapi tetap saja—”

Wanita cantik itu terdiam saat matanya menangkap gerakan tangan Jaejoong yang menyentuh perban tebal di bahu dan lehernya.
Air mata itu semakin menetes jatuh.
Jaejoong mengerutkan dahinya dan dalam sekejap tubuhnya bergetar.

  “Sayang, kita bisa melakukan operasi saat lukamu sudah sepenuhnya kering okay? Jangan khawatir, Umma akan berusaha untuk menghilangkan bagian cacat itu”

Bagian cacat.

Benalu.

Penghalang.

Jaejoong tercekat dengan dada yang terasa nyeri.

Runtuh sudah. Pertahanan dirinya hancur lebur tak bersisa.
Hanya tangisan yang bisa ia keluarkan.
Tidak ada lagi yang tersisa dari dirinya.
Segalanya hilang.

Luka itu semakin berdenyut sakit.

Jaejoong meringis perih.

Mengapa ia harus tersakiti di saat ia sedang terluka?


-------


CKREK.

CKREK.

Jaejoong memutar sekrup kotak musik itu beberapa kali.
Detik berikutnya kotak itu terbuka dengan suara musik klasik yang mengalun dari pengeras suara.
Benda itu berbentuk piano.
Tapi hanya seukuran telapak tangan Kim Jaejoong.

Satu-satunya hadiah berharga dari Yunho di hari terakhir mereka sebagai sepasang kekasih.
Sebelum ia memutuskan untuk pergi dari kehidupan namja tampan itu dan melihatnya merintis masa depan.
Namja cantik itu menaikkan posisi syal rajutnya yang melorot.
Ia mendengus ketika butiran salju jatuh mengisi kotak musiknya dan mengotori rambutnya.

Ia memutar kotak musik tersebut dan membersihkan sisa salju dari dalam sana.

Tanpa menyadari bahwa sepasang mata musang yang tajam terus memperhatikannya sejak tadi.
Yunho masih berdiri di balik pilar koridor.
Berpikir bingung akan kelakuan namja cantik itu.

Jaejoong tidak menyapanya.
Tidak mendatanginya.
Tidak merasa bahwa ia harus menjelaskan sesuatu kepadanya.
Atau—apakah namja cantik itu benar-benar menganggap bahwa semuanya sudah selesai?
Semua yang ada di antara mereka berdua?

Tapi aneh.
Jaejoong tidak mendekat, ia juga tidak menghindar.

Yang pria cantik itu lakukan adalah memandangnya saat mereka bertemu, dan seringkali ketahuan oleh Yunho kalau ia sedang memperhatikan namja tampan itu.

Sikap Jaejoong yang membingungkan itu membuat Yunho tidak tahu harus mengambil langkah yang seperti apa.

DEG!

Namja tampan itu terkejut ketika Jaejoong mendadak berbalik dan bertemu pandang dengannya.
Jaejoong tidak melakukan apapun.
Ia hanya diam balas menatap Yunho.
Detik berikutnya Changmin muncul dan menarik Yunho untuk menemaninya ke kantin.

Meninggalkan Jaejoong yang masih setia memandangi punggung Yunho.

Aku bahagia.
Hanya melihatmu dari jauh saja aku sudah bahagia.
Setidaknya kau masih sama.
Masih Jung Yunhoku yang dulu.

Yunhoku. Masih bisakah aku menyebutmu seperti itu?

  “Bahkan kau jauh lebih baik sekarang. Aku yang tidak sempurna ini tidak pantas lagi bersanding denganmu” Lirih Jaejoong sedih.


-------


  “Changmin, aku mau tanya soal Kim Jaejoong”

Namja berwajah kekanakan itu mengangguk.
Mulutnya masih mengunyah stik kentang.

  “Kau bilang waktu itu, Jaejoong pernah mencelakai seorang senior, iya kan?”

  “Yup”

  “Apa yang terjadi?”

  “Sunbae itu mengganggunya, ia mencoba memisahkan Jaejoong dari syal merahnya. Syal itu terlepas selama beberapa saat, tapi semua orang teralihkan ketika Jaejoong menggigit telinga sunbae itu sampai koyak. Darahnya banyak sekali kata temanku yang melihat”

Yunho merinding mendengarnya.
Menggigit?
Tapi Jaejoongnya adalah pria cantik yang baik hati.

  “Syal itu terlepas—apakah orang-orang menyadari apa yang selama ini disembunyikan Jaejoong di baliknya?”

  “Tentu saja, tapi tidak semuanya, mereka lebih tertarik menggosipkan senior yang harus menjalani operasi itu”

  “Apa—kau tahu?”

Namja berwajah kekanakan itu terdiam sejenak.
Ia memiringkan wajahnya dan mengangguk.

  “Ya, aku tahu, Kyuhyun yang bilang”

Yunho terkejut.
Ia segera membenarkan posisi duduknya.

  “Jaejoong punya bekas jahitan panjang dari bahunya sampai leher kirinya, bekas mengerikan akibat kecelakaan lalu lintas”

DEG.

  “Gosipnya luka itu didapatkannya saat ia mencoba untuk menolong kekasihnya, Hyung”

DEG.

Yunho terkesiap.
Membeku tidak berdaya dengan pikiran yang kosong.

Detik berikutnya Changmin terkejut.

  “Hyung! Jaejoong itu satu angkatan denganmu kan di sekolah akhir? Apa kau mengenalnya?” Pekik namja berwajah kekanakan itu heboh.

Yunho mengangguk.
Lehernya seperti tercekik.

  “Hmm, ia kecelakaan di masa sekolah, kalau diingat-ingat kau juga pernah mengalami kecelakaan waktu itu”

Mata bambi Changmin membulat sempurna menatap Hyungnya.
Ia baru saja akan berteriak namun Yunho sudah lebih dulu bangkit dari duduknya dan berlari meninggalkan adik bungsunya.
.
.
.
Yunho bangun dari tidurnya.
Ia mengerjapkan mata musangnya dan memandang keluarganya yang berkumpul di sekitar ranjang.

  “Oh!—Syukurlah sayang! Umma sudah sangat khawatir padamu!” Keybum memekik bahagia.

Ia meremas jemari suaminya yang disambut baik oleh Jung Jinki.

  “Umma hampir menuntut pihak rumah sakit karena kau lama sekali bangunnya Hyung” Ujar Changmin tertawa.

  “Apa yang terjadi padaku?” Tanya Yunho bingung.

Jinki menghela nafasnya.
Ia merengkuh bahu istrinya dan membuatnya bersandar nyaman di sampingnya

  “Kau kecelakaan, sayang, tapi kau tenang saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pihak beasiswa mengatakan kalau mereka akan menunda keberangkatanmu ke sana sampai kau sembuh”

  “Kecelakaan, Appa?”

  “Iya, untung saja tidak parah”

Yunho mendesah pendek.
Keybum mencium dahinya penuh sayang dan membiarkannya kembali beristirahat.
Ck.
Kalau saja waktu itu ia tidak memakai headsetnya dan menyebrang sembarangan, mungkin ia tidak akan mengalami hal seperti ini.

  “Changmin, sudah berapa lama aku tertidur?” Tanya namja tampan itu menatap adiknya.

Changmin mengangkat bahu.

  “Dua hari, sepertinya”

  “Apakah ada yang menghubungiku? Ponselku mana?”

  “Tidak, kau lupa ya? Aku kan meminjam ponselmu untuk bermain game sebelum kecelakaan itu terjadi”

  “Aku tidak ingat, apa tidak ada pesan masuk? Telepon atau apapun itu?”

Jung Changmin menggeleng.
Sementara Yunho menjilat bibirnya.
Aneh.
Biasanya namja cantik itu selalu menanyakan kabarnya setiap saat.
Apa Jaejoong sedang sibuk?
Atau ia merusakkan ponselnya?

Yunho mendesah pendek.
Kemudian ia memejamkan matanya memilih untuk tidur.


-------


  “Yunho, benar kau mengambil beasiswa percepatan materi di London?”

Itu Ahra.
Teman sekelas mereka.

  “Ya, benar” Yunho tersenyum, melihat perubahan wajah dari wanita cantik itu.

  “Oh! Kau tidak tahu betapa aku ingin melanjutkan perkuliahanku ke luar negeri sepertimu! Ceritakan padaku bagaimana prosesnya dan kehidupan seperti apa yang kau jalani di sana!” Pekik wanita cantik itu segera mendudukkan dirinya di hadapan Yunho.

Jaejoong tidak berhenti memperhatikan Yunho dan Ahra sejak tadi.
Ia masih duduk di kursinya, di belakang mereka berdua.
Mata bulatnya mengerjap memperhatikan pakaian seperti apa yang digunakan Yunho hari ini.
Pria itu masih tidak berubah ternyata, selalu memakai kemeja berisi kaus.
Tampan sekali, pikirnya.

Yunnie ah, apakah kita bisa bercanda dan tertawa seperti itu kalau seandainya kita tidak putus? Kalau seandainya kecelakaan itu tidak terjadi?

  “Benarkah? Hahahaha~!”

Oh! Yunho tertawa!
Jaejoong merasakan jemarinya mengepal karena ngilu.
Hatinya berdenyut sakit.
Yunhonya tertawa karena orang lain.

Laki-laki jahil itu kini sedang mengerjai seseorang yang bukan dirinya.

Sesungguhnya Jaejoong masih rindu.
Masih ingin lebih lama lagi mencintai Yunho diam-diam.
Tapi hatinya tidak bisa berkompromi.
Ia tidak sanggup melihat kedekatan Yunho dan Ahra di sana.

GREK.

Jaejoong bangkit dari duduknya.
Ia menahan nafas, mengeratkan syal merahnya dan berjalan meninggalkan ruang kelas.
 
  “Lho? Jaejoong tidak masuk kelas hari ini? Apa dia sakit ya?” Celetuk Ahra tiba-tiba.

Eoh?
Yunho menoleh ke belakang, mendapati bangku Jaejoong yang telah kosong.
Pria tampan itu terdiam sejenak.
Kemudian ia menatap mata sipit Ahra.

  “Kalau kau memiliki kekasih, orang yang sangat kau cintai lebih dari apapun di dunia ini, mencampakkanmu begitu saja di saat kau membutuhkan dukungan darinya. Lalu ketika kalian bertemu lagi di suatu hari, ia bahkan tidak mencoba untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi. Apa yang akan kau lakukan, Ahra?”

Go Ahra terkejut.
Mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan mendadak dari namja tampan itu.
Lama ia terdiam, sampai kemudian ia mengetuk tangan kanannya yang mengepal di atas telapak tangan kirinya yang terbuka.

  “Aku akan melakukan seperti yang ia mau”

  “Hah?”

  “Iya, dia mencampakkanku, lalu tidak berusaha menjelaskan apapun. Bukankah itu artinya ia tidak menginginkanku lagi? Yasudah, aku akan menjauhinya, persis seperti apa yang ia inginkan”

DEG.

Yunho tertegun.
Mata musangnya mengerjap kaget.

Itukah?
Jadi itukah maksudnya, BooJae?

  “Oh, cerita tadi, bisa dilanjutkan? Setelah wawancara apa lagi?” Tanya Ahra semangat.
.
.
.
  “Aku mau bicara”

Jaejoong tidak bisa kabur.
Ia terjebak, terhimpit di antara tubuh Yunho yang mengurungnya.
Laki-laki tampan itu mendorongnya tiba-tiba di pohon besar kampus.
Namja cantik itu bahkan tidak berani bergerak.

  “Apa yang sudah terjadi?” Desis Yunho tidak sabar.

Jaejoong bergeming.
Hanya menatap Yunho dengan kedua mata bulatnya.
Ia tidak bodoh.
Pertanyaan itu sudah mewakili segalanya.
Dan Jaejoong hanya harus menjawabnya.

  “Kau tidak akan mengerti” Bisik Jaejoong nyaris tidak terdengar.

  “Kalau begitu buat aku mengerti!! Dua bulan aku berada di dekatmu! Dan tidak satupun waktu kau gunakan untuk menjelaskan sesuatu kepadaku!!” Murka Yunho dengan wajah yang memerah.

Air mata Jaejoong jatuh.
Bibirnya terasa kelu.
Ia tidak berani lagi memandang wajah tampan itu.
Namja cantik itu mengalihkan pandangannya, melihat apa saja yang bukan ke arah Yunho.

  “Maaf” Cicit Jaejoong takut.

Yunho mendengus.
Masih menunggu jawaban yang ia harapkan dari bibir ranum yang tertutupi syal merah itu.

  “Luka itu, dari mana kau mendapatkannya?” Tanya Yunho dingin.

Jaejoong semakin terpojok.
Tangannya bergetar.

  “Kecelakaan lalu lintas, beberapa hari sebelum awal perkuliahan dimulai” Ucap namja cantik itu lirih.

  “Lucu sekali, aku juga mengalami kecelakaan yang sama dua tahun yang lalu” Sindir namja tampan itu.

  “Aku sedang bersama Umma waktu itu, kami sedang berbelanja di awal bulan agustus”

Dan Yunho kecelakaan di bulan juli.

Namja tampan itu mengerutkan dahinya.
Menebak-nebak apakah Jaejoong berkata jujur kepadanya atau dugaannya memang salah.

  “Bukan karena kau menolongku saat aku kecelakaan kan?” Desis Yunho menyuarakan dugaannya.

DEG.

Jaejoong terkesiap.
Tapi ia berusaha untuk bersikap normal.
Demi Tuhan, Yunho mengenalnya luar dalam.
Pria itu akan tahu kalau Jaejoong berbohong seandainya namja cantik itu tidak cepat bertindak.

  “Itu tidak mungkin, Umma melihatku tertabrak. Dan aku sendirian” Sahut Jaejoong pelan.

Yunho menghela nafas.
Tidak tahu lagi mana yang harus ia percaya.
Asumsinya, atau ucapan yang keluar dari bibir ranum itu.

  “Lalu kenapa kau memutuskanku? Apa kau tahu aku—”

  “Karena aku tidak mencintaimu”

Apa?

Yunho tercekat.
Menatap tidak percaya namja cantik itu.
Ia melepaskan kurungannya kepada Jaejoong dan memundurkan langkahnya.

  “Katakan lagi” Ujar Yunho dengan suaranya yang parau.

Jaejoong menahan nafas.
Ia mendongak menatap Yunho.

  “Karena aku tidak mencintaimu, Jung Yunho” Ucap Jaejoong dengan jelas.

  “Lalu apa arti 6 tahun kebersamaan kita dulu eoh?!” Marah Yunho tidak terima.

Jaejoong merasakan kedua mata bulatnya mulai panas.
Ia menaikkan syal merahnya dan bersandar pada pohon tersebut.

  “Aku tidak serius, semuanya hanya permainan. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kita bisa bertahan selama itu, sebenarnya aku sudah menunggu hari kepergianmu untuk menjauh dari—”

PLAKK!

Jaejoong terkejut.
Panas membakar pipinya dengan cepat.
Ia bergeming.
Mendengarkan deru nafas Yunho yang kasar.
Pria tampan itu menamparnya.

Laki-laki yang selama ini tidak pernah menyakitinya.

  “Aku salah menilaimu” Ujar Yunho penuh luka.

Jaejoong mengusap pipinya yang merah.
Ia meringis dengan air mata yang lolos.
Yunho berbalik, memunggungi Jaejoong.
Ia mengepalkan kedua tangannya, menahan rasa nyeri yang menyerang dadanya.

  “Sedikit saja, tidak adakah rasa cinta untukku?”

Jaejoong menggeleng.
Air matanya terus mengalir.
Tapi Yunho tidak melihat.
Pria tampan itu sudah menjauh darinya.

Meninggalkan Jaejoong yang terduduk lemas di atas rumput.

Tangisnya pecah.
Ia menekuk lututnya dan terisak lirih.

Aku mencintaimu Yunnie, kau segalanya bagiku.
Kau pantas mendapatkan cinta yang lebih baik dariku.

Aku hanya akan menjadi benalu untukmu.
Aku cacat, Yun.

Aku akan melukaimu dengan bekas luka ini kalau kita tetap bersama.

  “Maafkan aku..” Lirih Jaejoong lemah.

Semuanya selesai.
Cerita mereka telah selesai.
Dan Jaejoong tidak menyesal.
Karena memang ia yang seharusnya berkorban.

Harus ada seseorang yang bahagia di sini.

Karena tidak selamanya cinta harus bersama.

END.

12 komentar:

  1. Sekuelnya mana????
    Gara2 mak nyaYunho jg noh....
    Yunho hrs tau.

    BalasHapus
  2. Astaga....jgn gini dong akhir nyaaa.....

    BalasHapus
  3. Astagaaaaaaa, please sequelll...
    Gak rela yunho ngebenci jaeee....
    Jae seharusnya kau berkata jujur...
    Lanjutjan

    BalasHapus
  4. Please squellll, gak rela sad ending, pleaseeeee happy end

    BalasHapus
  5. cinta emang ngga harus bersama tapi cinta juga tidak harus selalu salah paham T.T
    Kalo ini mah alasannya terlalu tega, hanya satu pihak yang berkorban jelaslah bukan cinta *nangis guling-guling*

    BalasHapus
  6. Jaejong kelewat sabar.. knapa dy gak blang aja sih jalo emak nya si yunbear t yg nyuruh mereka break??
    Gak kuat kalo sad ending gini.. malah jae nya yg trsakiti lagi tuh.. :'( sequell nya please..

    BalasHapus
  7. Eh.. udh End?? Loh kok? Gak bisa ! Wlw Shella kl bikin ff angst yg jleb jleb nusuk hayati tp ending nya biasa nya happy jd sy sbgai readers demo minta epilog! *Shella : sape lo ngatur gw?* Ini msh gantung kasian kan mereka berdua dan yunho akan salah paham selama nya sm Jae
    Shella yg cantik epilog ne~~ puppy eyes nya junsu meminta dengan memelas

    BalasHapus
  8. Eonni huwaaaa, aku benci eonni huwaaaa jan gini dong, kasian Jae Umma
    Eonni jebal, bikin FF sad ending lgi dong hehe pen nangis nih

    BalasHapus
  9. Eonni huwaaaa, aku benci eonni huwaaaa jan gini dong, kasian Jae Umma
    Eonni jebal, bikin FF sad ending lgi dong hehe pen nangis nih

    BalasHapus
  10. putus karena ke salah pahaman memang menyakitkan huuwwee ini nggak adil buat Jaejoong, sequel chingu...

    BalasHapus