I
dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve
gotten over me boy
Cause
lately I realized without you
I
can’t live another day
“Karena orang yang paling banyak
tersenyum adalah orang yang paling banyak terluka”
PART
9.
PLAKK!
Changmin tidak bereaksi. Namja berwajah
kekanakan itu hanya terdiam pasrah saat Jaejoong menampar keras pipinya. Ia
sudah menyiapkan diri untuk keadaan ini—saat di mana Jaejoong mengetahui segala
hal yang telah disimpan rapat olehnya. Sementara namja cantik itu menatap penuh
amarah wajah Changmin yang tidak balas menatap matanya.
Mereka berdua bahkan mengabaikan
bisik-bisik pelanggan cafe milik Donghae tempat Jaejoong bekerja dulu.
“Baca!” Geram Jaejoong seraya membanting amplop cokelat yang dipegangnya
sejak mereka bertemu di cafe ini.
Changmin menoleh, merasakan pipinya yang
berdenyut panas—namun itu masih tidak sebanding dengan apa yang telah ia
lakukan di masa lalu. Namja cantik itu bersandar pada sandaran kursinya
memerhatikan Changmin yang sudah membaca berkas-berkas yang ada di dalam amplop
tersebut. Ia bisa melihat perubahan raut wajah Changmin yang terkejut.
Namja berwajah kekanakan itu meletakkan
berkas tersebut di atas meja dan mendongakkan wajahnya—hanya untuk menyesal
ketika ia melihat Jaejoong sedang berusaha keras menghapus air matanya yang
tidak berhenti berjatuhan.
“Aku membencimu setengah mati, Shim Changmin!” Desis Jaejoong terisak.
“Ya, aku tahu itu” Lirih Changmin lemah.
“Bagaimana bisa kau masih tersenyum manis di hadapanku setelah apa yang
kau lakukan pada hidupku eoh?! Katakan padaku!” Bentak Jaejoong marah.
Changmin menunduk—menyembunyikan kedua
matanya yang terasa basah dari hadapan namja cantik itu. Ia tersenyum kecut.
“Aku tidak berani mengakui segalanya kepadamu, tidak setelah aku
menemukanmu bersimbah darah hari itu..Aku bersalah, Jaejoong..Aku tahu
kesalahanku tidak termaafkan” Ujar Changmin tercekat.
Dadanya terasa sesak ketika
ingatan-ingatannya bersama Jaejoong dan Junsu selama Yunho pergi menyeruak di
dalam kepalanya. Ini adalah limit karmanya. Segala canda tawa itu akan lenyap
darinya. Changmin mendadak ketakutan setengah mati membayangkan Jaejoong dan
Junsu yang pergi darinya setelah ini.
“Aku tahu sekedar permintaan maaf tidaklah cukup” Bisik Changmin
serak—berusaha menahan air matanya sekuat tenaga.
“Kau tahu benar akan hal itu Changmin” Balas Jaejoong tersenyum miris.
Pemuda cantik itu mengeluarkan selembar
kertas yang sudah kusut dari dalam kantung jaketnya. Ia meletakkan kertas
tersebut di atas meja dan menyodorkannya hingga menyentuh ujung tangan
Changmin.
“Baca itu juga dan pergilah dari sini, Changmin ah” Ujar Jaejoong
bergetar.
Dahi Changmin mengernyit, ia mengambil
kertas tersebut dan segera membukanya dengan cepat. Detik itu juga rasa sakit
menghantam dadanya. Pemuda berwajah kekanakan itu tersenyum tipis. Ia
mengangkat wajahnya menatap Jaejoong yang masih terisak di hadapannya.
“Sudah kuduga, kekasihmu itu akan membunuhku cepat atau lambat” Desis
Changmin membiarkan air matanya menetes jatuh.
“Kau harus pergi dari sini, Shim Changmin..Kau harus pergi
sejauh-jauhnya” Isak Jaejoong menutup wajahnya yang basah dengan kedua telapak
tangannya.
“Kenapa aku harus pergi, Joongie? Pada akhirnya aku memang akan benar
pergi karena Yunhomu”
“Hentikan itu! Tidak akan ada yang mati di sini, aku tidak akan
membiarkan Yunho melakukan itu padamu!”
Mata bambi Changmin mengerjap—ia
mengulurkan tangan dengan cepat untuk menghapus air matanya yang lagi-lagi
jatuh. Bibirnya menyunggingkan senyuman kecut pada namja cantik itu.
“Aku tidak mengerti dirimu, Jaejoong..Aku telah membuatmu menderita
namun kau malah duduk di sini untuk menyelamatkan hidupku” Gumam Changmin seraya
melipat kertas tersebut.
Jaejoong mengusap wajahnya dengan lengan
jaketnya—menggigit bibir ranumnya yang bergetar dengan wajah yang menunduk
dalam.
“Aku membencimu, aku benar-benar membenci dirimu..Tetapi itu semua tidak
mengubah fakta bahwa kau adalah temanku, Changmin ah”
Namja berwajah kekanakan itu tertegun.
Memandang Jaejoong dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ia menunggu dengan
sabar pemuda cantik yang sedang mengatur nafasnya itu. Sampai kemudian Jaejoong
mengangkat wajahnya dan menatap dalam mata bambi Changmin yang basah.
“Aku tidak akan ada di sini bersama Yunho jika saat itu kau tidak
menyelamatkan diriku. Aku tidak akan bisa bertemu dengan Junsu atau Donghae
Hyung jika kau tidak membawaku kepada mereka. Aku tidak lupa, Changmin ah” Ujar
namja cantik itu tersenyum tipis.
“Jaejoong—”
“Kau harus pergi dari sini secepatnya, jangan biarkan Yunho menemukan
dirimu, demi aku, Changmin. Jangan biarkan aku kembali kehilangan—aku tidak
cukup kuat untuk itu, kau tahu, kan?”
Namja berwajah kekanakan itu terdiam di
kursinya. Ia mengulum bibirnya dan menolehkan pandangannya. Hanya untuk
menemukan sosok Donghae yang menatap khawatir ke arah mereka berdua dari balik
kasir. Kemudian ia melihat beberapa pengunjung cafe yang mengintip-ngintip
kepadanya ingin tahu. Dan di saat itulah Changmin seolah terjun bebas ke dalam genangan
masa lalunya.
Pemuda itu seolah melihat dirinya
bersama Jaejoong dan Junsu di meja dekat dinding. Ia dan Junsu yang berebut kue
gratisan dari Jaejoong, ia dan Junsu yang sedang belajar untuk ujian ditemani
oleh Jaejoong, juga ia yang menunggui Jaejoong selesai bekerja jika namja
cantik itu mendapatkan shift malam,
dan kenangan-kenangan lainnya yang membuat Changmin sadar bahwa Jaejoong dan
Junsu telah menyelamatkan dirinya yang selalu kehilangan arah.
Meski pada awalnya ia hanya ingin
menutupi rahasianya dari Jaejoong dengan memanfaatkan Junsu agar semuanya
berjalan dengan sempurna.
Tapi pemuda cantik itu malah benar-benar
menganggap Changmin sebagai sahabat baiknya bahkan ketika rahasia itu sudah
terbongkar habis.
“Aku mengerti..” Bisik Changmin kembali menatap iris hitam Jaejoong.
Namja berwajah kekanakan itu mengelap
pipinya yang basah dengan punggung tangannya. Kemudian ia memberikan senyum
khasnya kepada namja cantik itu agar ia dapat rileks.
“Aku akan pergi, Jaejoongie...Akan kulakukan secepatnya, dan beritahu
Junsu kalau aku minta maaf karena tidak bisa bertemu langsung dengannya”
Sambung Changmin lagi.
Dada Jaejoong terasa sesak. Ia merasa
menjadi orang jahat di sini. Ia tidak akan pernah tega menjauhkan Changmin
seperti ini—tapi ia harus, atau kekasihnya turun tangan, dan ia tidak ingin hal
itu terjadi.
“Aku membencimu, tapi kau tetap temanku, ingat itu selalu, Shim
Changmin” Ujar Jaejoong seraya memasukkan berkas-berkas yang bertumpukan di
atas meja ke dalam amlop cokelatnya.
Changmin masih tersenyum—mengangguk
kepada namja cantik itu dan menghembuskan nafas panjang dalam diam.
-------
Yunho menghabiskan sarapannya dengan
baik. Kemudian ia meminum tegukan terakhir kopinya dan beranjak dari meja makan
menyusul kekasihnya yang sedang mengambilkan tas kerjanya di ruang tengah.
“BooJae”
“Ya, Yunnie?”
Namja tampan itu menghampiri namja
cantiknya dan meraih pinggang pria itu ke dalam pelukan lengannya. Membuat
Jaejoong terkejut hingga tas milik Yunho lepas dari genggaman tangannya.
“Ada apa, Yun?” Tanya Jaejoong tersenyum.
Pria tampan itu mengernyitkan dahinya.
Menatap tajam wajah cantik Jaejoong yang masih tersenyum kepadanya. Lalu ia
mengulurkan tangannya memukul pelan sudut bibir Jaejoong yang melengkung dengan
jari telunjuk kanannya.
“Apa yang sudah terjadi?” Tanya Yunho tajam.
Mata besar Jaejoong mengerjap—namun ia
dengan cepat menguasai dirinya.
“Tidak ada, memangnya kenapa?” Sahutnya lembut.
Yunho mendekatkan wajahnya dengan wajah
Jaejoong, namun namja cantik itu tidak goyah. Ia masih berani menantang mata
musang Yunho dengan iris kelamnya yang penuh duka. Hingga akhirnya pria tampan
itu menghela nafas pendek dan menyatukan dahi mereka berdua.
“Kupikir aku telah berhasil membuatmu bahagia sejak kita kembali
bersama. Tapi pagi ini aku kembali melihat senyuman penuh luka itu” Bisik Yunho
lirih.
Jaejoong tidak menyahut, ia hanya diam
seraya mengusap lengan Yunho dengan lembut.
“Katakan padaku, sayang, aku tidak akan tahu kalau kau tidak berbicara”
Mohon Yunho dengan hembusan nafasnya yang dalam.
“Tidak ada yang salah, bear,
tidak ada” Sahut Jaejoong dengan senyuman manisnya.
Yunho memiringkan wajahnya dan
menenggelamkan bibirnya dalam kecupan manis kekasihnya. Ia mendengar namja
cantik itu mendesah dalam diam saat ia semakin erat memeluk pinggang
Jaejoongnya. Suara decakan bibir mereka sama sekali tidak mengganggu kegiatan
yang sedang mereka lakukan.
“Kau akan terlambat, Yunnie” Bisik Jaejoong disela gigitan Yunho pada
bibir ranumnya yang basah.
Namja tampan itu melepaskan gigitannya
dan beralih menghisap dalam bibir atas kekasihnya—hingga membuat namja cantik
itu harus meremat erat jas armaninya.
“Kau membuatku tidak ingin pergi hari ini, tapi aku tidak bisa
melakukannya, ada rapat penting siang nanti di kantor” Ujar Yunho setelah ia
menghentikan ciumannya.
Jaejoong mengerjapkan mata besarnya. Ia
refleks mencengkram jas Yunho tanpa sadar.
“Rapat? Rapat apa, Yunnie?”
“Rapat dewan direksi, sayang. Ada investor yang ingin menarik sahamnya
dariku, sehingga hal ini perlu dibicarakan dan aku harus meyakinkan mereka
bahwa tidak ada yang salah dengan perusahaanku”
“Apakah itu rapat yang benar-benar penting?”
“Ya, penting sekali, jadi aku butuh doamu agar segalanya berjalan lancar
siang nanti”
Bibir Jaejoong kembali menyunggingkan
senyuman manis. Mengabaikan Yunho yang berjengit tidak suka melihatnya, ia
mengulurkan tangannya ke leher pemuda tampan itu dan meremas tengkuknya
singkat.
“Pasti” Bisik Jaejoong lirih.
“Hari ini kau ada kelas pagi tidak? Mau berangkat bersamaku?”
“Tidak, bear, aku pergi
bersama Junsu”
“Oh, baiklah kalau begitu”
Yunho mengusap pipi Jaejoong dengan
lembut—kemudian ia mencuri satu kecupan dalam di bibir ranum itu sebelum ia
pergi meninggalkan kekasihnya. Pemuda yang sudah seminggu ini membolos kuliah
tanpa sepengetahuan dirinya.
.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang,
dan Jaejoong masih meringkuk di atas ranjangnya. Ia sama sekali tidak berminat
melakukan apapun—sama seperti hari-hari semenjak Changmin pergi meninggalkan
Seoul. Mereka berdua sepakat untuk tidak mengatakan apapun kepada Junsu
mengenai masa lalu keduanya. Yang pemuda imut itu tahu adalah Changmin yang pindah
karena tuntutan ayahnya.
Namja cantik itu mengulurkan tangannya
menyentuh bungkusan obat yang diberikan oleh dokternya saat sesi terapi dua
minggu yang lalu. Jemarinya mengetuk-ketuk obat tersebut dalam diam. Memikirkan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika ia menelan kapsul tersebut.
Aneh—pikir Jaejoong tersadar. Selama ini
ia tidak pernah memikirkan apapun jika ingin melenyapkan dirinya sendiri. Tapi
kini ia malah membayangkan bagaimana Yunho, bagaimana Junsu, dan bagaimana
Changmin jika ia pergi meninggalkan mereka semua.
Namja cantik itu mengerutkan dahinya
bingung. Kemudian ia meraih ponselnya dan melihat jam yang tertera di layar
ponselnya. Rapat Yunho sudah dimulai—lalu ia menggigit bibir bawahnya bimbang
apakah ia harus melakukan saran dari Junsu atau tidak.
Jaejoong tidak berani membayangkan apa
yang akan terjadi pada dirinya jika pria itu menolak untuk mendatanginya—atau
bahkan lebih parahnya lagi—tidak menjawab panggilan ponselnya. Tapi ia sadar
bahwa ia tidak bisa terus bersembunyi seperti ini. Ia harus sembuh, ia harus
cukup kuat untuk bisa meminta Yunho memaafkan Changminnya.
Maka dengan tekat dari keyakinan
tersebutlah Jaejoong mencari nama Yunho di dalam kontak ponselnya dan segera
menekan tombol panggil dengan tangannya yang bergetar.
Lima detik..
Delapan detik..
Dua belas detik..
Telepon itu masih belum tersambung. Dan
pelipis Jaejoong sudah basah dengan keringatnya.
“Sayang? Aku sudah mengingatkanmu
kalau aku ada rapat penting hari ini, kan?”
DEG.
Jantung Jaejoong seolah lepas dari
tempatnya saat suara Yunho menyapa telinganya. Namja cantik itu menekan dadanya
dengan tangannya yang bebas dan meringis saat air mata penuh ketakutannya
merembes membasahi pipinya.
“Yu—Yunnie..” Desis Jaejoong tercekat.
“BooJae? Sayang? Kau kenapa?”
“Bisakah..Bisakah kau pulang sekarang?”
“Kau di rumah?”
“Y-Ya..Aku di rumah”
“...”
“Y-Yunnie?”
Jantung Jaejoong berdebar ketakutan.
Perutnya bergejolak mual. Ia sudah meringkuk seperti bola di atas ranjang
dengan air matanya yang terus berjatuhan.
“Jangan tutup teleponnya, sayang”
Jaejoong tidak menjawab, ia masih sibuk
mengatur nafasnya yang terasa sesak dan mengendalikan dirinya yang terus
gelisah bahwa Yunho tidak akan kembali untuknya. Namja cantik itu melepaskan
ponselnya dan meraih bungkusan obat yang terlihat di depan matanya—kemudian ia
membuang benda tersebut jauh-jauh darinya.
Mulutnya terasa kering—episode traumatik ini sungguh
menyiksanya. Padahal ia hanya perlu mengumpulkan segala kepercayaan yang ia
punya untuk namja tampan itu.
“Yunho akan pulang..Yunho akan pulang..” Desis Jaejoong tanpa henti.
Ia bisa mendengar suara mesin mobil yang
menyala dari speaker ponselnya.
Jaejoong meremas kepalanya dan menahan rasa takut yang menggerogoti dirinya.
[ “Kalau ia kembali untukmu,
berarti tidak ada lagi yang perlu kau khawatirkan, Kim Jaejoong. Tapi kalau
tidak—kau harus menerima kenyataan pahit meski aku yakin seratus persen kalau
Yunho tidak akan mungkin bisa mengabaikanmu” ]
Suara Junsu terus terngiang-ngiang di
kepalanya. Jaejoong meringis.
“Yunho akan pulang..Ia akan pulang..” Ringisnya ketakutan.
Namja cantik itu berusaha bangkit dari
ranjangnya, kemudian ia melangkahkan kakinya yang terasa berat menuju pintu
kamar—namun belum sampai menyentuh kenop pintu, Jaejoong membungkuk dan
memuntahkan cairan lambungnya di lantai.
CKLEK!
“BOOJAE!”
Jaejoong refleks menoleh—terkejut
melihat Yunho yang berkeringat di depan pintu kamar mereka. Namja tampan itu
melihat kekasihnya yang terduduk di lantai—mengabaikan muntahannya, Yunho
segera melesat menarik namja cantik itu masuk ke dalam pelukannya.
“Yu—Yunnie..Yunnie”
Isak Jaejoong memanggilnya tanpa henti.
Namja tampan itu berdesis menenangkan
kekasihnya. Ia mengusap-usap punggung namja cantik itu dan meremas-remas lembut
rambut almond-nya.
“Aku di sini, Jaejoong, aku di sini sayang” Ujar Yunho selembut yang ia
bisa.
“Yunnie, kau kembali” Rintih Jaejoong semakin meringkuk di dalam pelukan
namja tampan itu.
“Aku tidak pernah pergi, Jaejoongie, aku sudah berjanji untukmu” Balas
Yunho menghembuskan nafas panjang.
“Jangan pernah pergi, Yunnie..Jangan”
“Tidak akan, sayang, tenangkan dirimu, aku di sini bersamamu”
“Yunnie, aku muntah..Aku mengotori lantai kita”
“Ssh, jangan pikirkan itu, aku akan membersihkan lantainya untukmu”
“Yunnie”
“Iya sayang, aku di sini”
Nyaris setengah jam hingga Yunho
merasakan punggungnya nyeri karena kaku. Tapi itu setimpal dengan Jaejoongnya
yang sudah tertidur lemas di dalam pelukannya. Namja tampan itu menghela nafas
panjang dan meringis saat ia mencoba bergerak dan menggendong namja cantik itu
ke atas ranjang.
Yunho takut sekali ia akan menjatuhkan
kekasihnya—tapi untung saja ia berhasil membawa Jaejoong berbaring di ranjang
mereka dengan selamat. Pemuda tampan itu melepaskan jasnya dan melemparkannya
ke dalam keranjang baju kotor di sudut kamar. Lalu ia mengambil tissue basah di atas meja dan mengelap
wajah lelah kekasihnya.
Namja tampan itu membuka kardigan yang
dikenakan Jaejoong hingga menyisakan kaus putih berlengan pendek di tubuh namja
cantik itu. Lalu ia menunduk dan mencium dahi Jaejoong penuh sayang.
Yunho membuang tissue tersebut ke dalam tempat sampah. Kemudian ia kembali
menghela nafas panjang melihat lantai kamarnya yang kotor. Hari yang
panjang—pikirnya seraya berjalan menuju lemari penyimpan alat pel di dekat
dapur.
-------
“Yeoboseyo?”
“Dokter sialan! Kau memberikan Jaejoongku obat?!”
Namja tampan itu memijat pelipisnya
seraya meremas bungkusan obat yang ia temukan setelah ia membersihkan kamarnya
dan Jaejoong siang tadi. Urat di pelipis Yunho semakin menonjol saat suara tawa
dokter itu malah terdengar mengisi speaker
ponselnya.
“Apakah ia meminumnya?”
“Tidak! Aku menemukan bungkusan sialan ini di dekat jendela kamarku!”
“Oh—dia tidak meminumnya”
“Apa yang ada di kepalamu itu eoh? Kau ingin merusak Jaejoongku?!”
“Itu hanya permen rasa lemon, Tuan
Jung”
“Mwo?”
“Iya, itu permen rasa lemon
berbentuk kapsul yang sedang trend di kalangan anak-anak. Seratus persen tidak
membahayakan”
Yunho terduduk lemas di pinggir ranjang.
Ia mengusap wajahnya dan mendesah lelah.
“Aku membiarkan Jaejoong menyimpan
kapsul itu untuk melihat sampai sejauh mana ia bisa menahan dirinya, Tuan Jung,
dan mendengar suara panikmu lalu kabar bahwa klienku itu tidak menyentuh
kapsulnya, kurasa ini hal yang bagus”
“Ya..”
Namja tampan itu sudah tidak sanggup
lagi untuk berdebat. Ia menoleh memandang Jaejoongnya yang masih tertidur
pulas. Rasa-rasanya tenaganya menguap entah kemana.
“Kalau begitu sampai bertemu di
sesi terapi selanjutnya, Tuan Jung”
Sambungan telepon itu dimatikan oleh
Yunho. Ia berbaring di samping namja cantiknya dan mengusap lembut pipi pucat
pria itu. Yunho pikir ia akan mati kalau sampai Jaejoongnya kenapa-napa. Tapi
ternyata hanya episode traumatiknya.
Yunho segera menyunggingkan senyuman
manis menyambut mata besar Jaejoongnya yang terbuka. Pria itu sudah bangun dari
tidur panjangnya.
“Minum dulu, sayang” Ujar Yunho seraya bangkit dari baringnya dan
mengambil gelas air yang sudah disiapkannya di atas meja.
Jaejoong beringsut duduk bersandar pada
kepala ranjang. Ia menenggak air mineral tersebut sampai tandas.
“Rapatmu Yun..Bagaimana?” Tanya Jaejoong lirih.
“Aku hanya kehilangan satu investor dan beberapa direktur yang mengancam
akan meninggalkan perusahaanku ketika aku pergi dari ruangan sialan itu” Ujar
Yunho tertawa.
Membuat Jaejoong mengernyitkan dahinya.
“Mengapa kau malah tertawa?” Tanya namja cantik itu bingung.
“Karena aku bisa dengan mudah menemukan investor lain yang lebih berguna
untuk perusahaanku, lagi pula itu hanya ancaman belaka, kehilangan satu atau
dua investor tidak akan membuatku langsung bangkrut” Jelas Yunho mendudukkan
dirinya di sisi sang kekasih.
“Kupikir kau tidak akan pulang..”
“Apa inteligensimu sudah berkurang semenjak kau kembali berkuliah? Aku
bisa membangun perusahaan kapanpun aku mau, tapi kau, hanya ada satu Jaejoong
di dunia ini dan aku tidak akan bisa menemukannya di manapun lagi kecuali
Jaejoong yang sedang duduk di atas ranjangku saat ini”
Jaejoong refleks tersenyum mendengar
ucapan kekasihnya. Dadanya terasa hangat—seolah ketakutannya tadi hilang entah
kemana.
“Hei, kenapa malah menangis?” Tegur Yunho mengusapi pipi basah namja
cantik itu.
Jaejoong memperlihatkan gigi rapinya, ia
meraih tangan Yunho di wajahnya dan mengecup lembut punggung tangan pria itu.
“Aku mencintaimu, Jung Yunho” Bisiknya lirih.
“Harus kujawab?” Balas Yunho tersenyum lembut.
Jaejoong menggeleng, ia beringsut maju
dan memeluk Yunho seerat yang ia bisa. Mengisi paru-parunya dengan aroma after shave khas kekasihnya.
“Apakah ini artinya kau sudah bisa menceritakan kepadaku apa yang
mengganggumu belakangan ini?”
“Ya, dan aku ingin memberitahumu kalau aku mengetahui segala rencanamu
tentang Changminku”
Yunho terkejut. Mata musangnya membesar
dalam sekejap. Ia hendak melepaskan pelukan Jaejoong pada tubuhnya—tapi pria
cantik itu menolak. Jaejoong memilih untuk semakin mengeratkan pelukannya agar
Yunho tidak termakan oleh amarahnya dengan mudah.
“Kau memeriksa ruang kerjaku?”
“Ya, maafkan aku, tadinya aku hanya ingin tahu tentang pekerjaanmu, tapi
aku malah menemukan amplop itu”
“Jadi ini alasan mengapa Shim Changmin mendadak hilang dari pengawasanku
hn?”
“Kenapa? Kau mau marah padaku?”
“Mana bisa aku marah padamu”
Jaejoong tersenyum tipis. Merasakan
punggung Yunho sudah rileks dan ia melepaskan pelukannya.
“Kupikir ada baiknya kita sama-sama belajar, Yun”
“Belajar apa?”
“Belajar untuk memaafkan”
Yunho tertegun. Menatap mata besar
Jaejoong yang melengkung karena senyuman dari bibir ranumnya. Namja tampan itu
tanpa sadar mengangkat tangannya mengusap lembut pipi kekasihnya. Rasanya sudah
sangat lama ia tidak melihat senyum itu. Senyum milik Jaejoongnya seorang.
“Apa yang Changmin lakukan mungkin terlihat seperti sebuah kesalahan
besar yang tidak seharusnya dimaafkan. Tapi kalau kita terus melihat, kita bisa
bersama seperti saat ini karena dia. Iya tidak?”
“Kalau tidak?”
“Harus iya, Yunnie. Kau tidak ingat ya kalau waktu itu Changmin tidak
mencariku, ceritanya tidak akan sampai di sini”
“Kau bersungguh-sungguh mengatakan semua ini padaku?”
“Ya, kau bisa melihatnya dengan jelas di mataku”
Yunho menjauhkan tangannya dari wajah
Jaejoong. Ia tersenyum tipis dan memandang dalam mata besar yang selalu
membuatnya jatuh cinta itu. Jaejoong mengernyitkan dahinya melihat Yunho yang
tidak berbicara lagi. Pemuda cantik itu membenarkan posisi duduknya dan
menunggu Yunho kembali bersuara.
“Kau ingat pertemuan pertama kita?”
“Apa? Kenapa jadi membahas itu?”
Yunho tertawa. Ia menggenggam tangan
Jaejoong dan mengusapnya lembut.
“Saat aku melihatmu di pesta itu, aku langsung berpikir, anak ini harus
menjadi milikku, Kim Jaejoong hanya punyaku” Ujar Yunho diselingi tawanya.
“Ya ampun” Desah Jaejoong ikut tersenyum.
“Terlepas dari segala hal yang menghalangi pertemuan kita, aku tahu aku
tidak pernah salah memilihmu, meskipun kau lebih menyayangi Changmin yang
hampir mati di tanganku itu”
“Yunnie! Apa sih yang sebenarnya ingin kau katakan?”
“Aku hanya ingin bilang, kalau aku bangga padamu, sayang. Aku tahu ini
semua tidak mudah untukmu, tapi kau tetap bertahan demi aku”
“Yunnie?”
“Kau menolak menelan kapsul yang diberikan dokter padamu dan memilih
untuk percaya padaku, kan? Kau percaya kalau aku tidak akan pergi lagi”
Mata besar Jaejoong berkaca-kaca. Ia
mengerutkan dahinya berusaha menahan agar pipinya tidak basah. Tapi pria tampan
itu memaksa.
“Maka dari itu, kalau saat ini aku memberikanmu pilihan, apakah kau akan
menerimanya?”
“Pilihan apa?”
“Satu, menikah denganku lalu aku akan mengembalikan Changmin sialan itu
untukmu tanpa luka sedikitpun, Dua, tidak menikah denganku lalu aku akan
melenyapkan pemuda itu tanpa sisa bahkan sampai ujung rambutnya sekalipun tidak
akan bisa kau temukan”
“Apa kau sedang melamarku?”
Yunho mengangguk—menahan bibirnya yang
berkedut ingin tersenyum karena wajah bodoh kekasihnya.
“Ya, untuk yang kesekian kalinya, Kim-Jung-Jaejoong, beritahu aku
pilihan apa yang kali ini kau pilih?”
Reaksi yang Yunho dapatkan sungguh
diluar dugaannya. Ia pikir namja cantik itu akan menjatuhkan air mata yang
sejak tadi ditahannya dan tenggelam dalam ciuman panas bersamanya setelah
memilih pilihan pertama untuknya.
Tapi yang terjadi adalah Jaejoong
terlonjak melepaskan tawanya dan memeluk perutnya sendiri. Namja cantik itu
tertawa begitu senang—begitu lepas tanpa beban. Hingga membuat Yunho yang
terdiam bingung jadi tersenyum lucu karenanya.
“Itu lamaran teraneh yang pernah ada, bear! Mengapa kisah kita harus selalu ada Changmin di dalamnya?
Tidak bisakah kita menyingkirkan dia sebentar saja?” Ujar Jaejoong meringis
dalam tawanya.
“Aku juga tidak ingin, tapi nyatanya memang selalu ada dia yang suka
sekali mengganggu” Balas Yunho tersenyum konyol.
Jaejoong mengusap wajahnya. Meringis
memaksakan agar tawanya bisa berhenti. Ia lalu meraih tangan Yunho dan mengecup
punggung tangan namja tampan itu dengan dalam. Memandang mata musang Yunho
dengan penuh cinta.
“Kau berani menjamin tidak akan ada luka sedikitpun pada sahabat baikku
itu, kan?” Bisik Jaejoong tegas.
“Seinci pun” Balas Yunho dengan bisikan yang sama.
“Kalau begitu aku mau menikah denganmu”
“Apa?”
“Kau mendengarku, Jung Yunho, iya, aku mau menikah denganmu, selama kau
tidak akan melukai Changminku dan tidak akan pernah pergi dariku”
Yunho begitu terkejut—meski ia sudah
bisa menebak jawaban namja cantik itu. Tapi tetap saja endorphine yang ada di sel-sel tubuhnya seolah terbakar hingga
menusuk setiap ruas kulitnya. Membuat dadanya berdebar penuh kehangatan akan
penantian yang begitu panjang.
Yunho mendesah lega. Ia menarik namja
cantik itu dan memeluknya erat setelah ia memberikan kecupan manis di dahi
kekasih cantiknya.
“Aku mencintaimu, sayang” Bisiknya bahagia.
“Kau perlu jawaban, tidak?” Balas Jaejoong tersenyum geli.
Yunho menggeleng. Yang ia inginkan saat
ini adalah terus memeluk erat Jaejoongnya sampai ia puas. Tidak masalah meski
ia kehilangan beberapa saham di perusahaannya siang tadi, atau ia kehilangan
kesempatan untuk membalaskan dendamnya pada Shim Changmin.
Penolakan Jaejoong terhadap kapsul yang
ternyata adalah permen rasa lemon dari dokternya serta lamaran kesekian darinya
yang diterima sudah cukup untuk membuat Yunho tidak membutuhkan yang lain lagi
kecuali pria cantiknya.
Hanya Kim-Jung-Jaejoongnya.
Lalu dengan beberapa sesi terapi lagi, Jaejoongnya
akan sembuh.
Yunho yakin itu.
“Seratus persen” Gumam Yunho dalam pelukannya.
“Bahagia selamanya?” Sambung Jaejoong terkikik geli.
“Kalau itu yang kau inginkan, maka jawabannya adalah iya”
“Terima kasih sudah kembali untukku, Yunnie”
“Memang sudah seharusnya seperti itu, Jaejoongie”
Jaejoong tersenyum. Menghela nafas
panjang dan meremas punggung pria tampan itu.
“Cincinku jangan lupa, ya?” Bisiknya tersenyum.
“Ya, setelah membeli cincinmu kita akan bertemu dengan ibuku” Balas
Yunho ikut tersenyum.
“Ibumu?”
“Ia tidak akan kesepian lagi, kepulanganku ke Seoul sudah pasti
membuatnya akan menerima apapun agar aku kembali ke rumah”
“Eoh? Apa artinya itu?”
“Artinya adalah, kau akan menjadi menantu keluarga Jung yang paling
disayang sepanjang masa”
Jaejoong tersenyum ketika Yunho menarik
hidungnya. Ia mengangguk dan memejamkan matanya sejenak.
Heol, Junsu pasti tidak akan percaya
semua ini, pikirnya geli.
I
dont want you to go even if you’re tellin’ me
You’ve
gotten over me boy
Cause
lately I realized without you
I
can’t live another day
END
-Aziatix,
Sleepin Away-
Wow! Berapa tahun sudah? Hanya untuk 2
chapter berisi 11 jam di depan laptop LOL
Maafkan aku yang udah sempat ingin
mendis ff ini. Terima kasih untuk pawang kecoaku yang sudah menyadarkanku kalau
ff ini meski satu orang pun tetap ada yang menunggu :’)
Makasih juga untuk penantian panjang
semua yang menunggu ff ini sampai lupa dengan ceritanya <3
Aku sayang kalian~
Happy ending~
BalasHapusEonni, ani kangen sama anak kembarnya jejoong yunho, buat cerita yg ada mereka nya lagi dong eonni
Biarpun selama/sepanjang apa penantian'a,,aq ttp nunggu karya2 yg kk shella tulis..😄😄😘👍👍
BalasHapusBiarpun selama/sepanjang apa penantian'a,,aq ttp nunggu karya2 yg kk shella tulis..😄😄😘👍👍
BalasHapusahhh~~ Happy Ending... saya suka saya suka... penantian lama nn sabar itu selalu berbuah manis... maksih y shell.. semangat.. \(^^)/
BalasHapusAhh selalu suka sma cerita qm.. Bikin ff yunjae lagi ya thorr.. Tq
BalasHapusUnnie sudah 5 thn nunggu unnie update 😔😔
BalasHapus