PART 7.
Segalanya terjadi bukan tanpa alasan.
Yunho sudah lama memendam rasa kepada pria cantik itu.
Egonya saja yang terlalu tinggi.
Kekeras-kepalaannya membuat Yunho selalu bertindak di luar nalarnya.
Seperti menyiksa batin Jaejoong, misalnya.
Ia sama sekali tidak bermaksud untuk membuat namja cantik itu semakin
benci kepadanya.
Ia hanya ingin Jaejoong menyerah.
Menyerah ke dalam pelukannya.
Seperti yang selalu pria cantik itu lakukan kepadanya ketika mereka
masih kanak-kanak.
Tragedi yang menimpa Jaejoong memberinya keuntungan.
Keuntungan untuk mendapatkan kembali jiwa rapuh Jaejoong seutuhnya.
Dan Yunho berhasil.
Atau setidaknya seperti itu—dalam
benaknya—.
Kali ini Yunho berniat untuk menyelesaikan segala permainan yang telah
dimulainya.
Ia akan mengembalikan ingatan Jaejoong dengan tujuan mengawali segalanya
dari awal.
Yah, sudah cukup dengan segala kebohongan ini.
Tidak ada cara yang lebih beresiko dan akurat mengingat pernikahan
Jaejoong dan Changmin tinggal menghitung hari.
CKLEK.
Dahi Yunho berkedut.
Ia menoleh menatap dokter pribadinya yang dipanggilnya beberapa menit
yang lalu.
Namja tampan itu berdiri, menghampiri pria berkacamata tersebut.
“Ingatannya kembali?” Tanya
Yunho menyimpan harap.
Oh, dokter berpipi chubby itu menggeleng.
Ia tersenyum kecil mencoba menghibur pria tampan yang malang itu.
“Ia hanya stress berlebihan,
belum makan siang, dan kelelahan”
“Ya—ia memiliki riwayat penyakit
maag sebelumnya”
“Jadi kenapa tidak memesankan
sesuatu untuknya? Nasi kari tidak terdengar buruk”
Yunho hanya mengangguk.
Dengan tatapan tidak fokus.
“Baiklah, kekasihku sudah
menghubungiku, jaga pria itu sebaik mungkin” Ujar sang dokter seraya menepuk
bahu Yunho.
“Kekasih?” Balas Yunho merespon.
Dokter berpipi chubby itu hanya tertawa kecil.
Kentara sekali wajahnya merona.
Ia mengangkat bahunya seraya merapikan jas putihnya.
“Well, kau tidak lupa kalau dua tahun yang lalu aku mengambil
program master di London” Sahutnya lucu.
Yunho hanya balas berdehem dengan anggukan singkat.
Ia mengantar dokter pribadinya sampai ke teras depan.
“Sampai jumpa lagi, Yunho, dan
jangan lupa, berikan ia sesuatu untuk dimakan, dan jangan membuatnya tertekan”
“Ya, Yoochun, aku tahu”
.
.
.
Kim Jaejoong menoleh kepada Yunho ketika namja tampan itu berjalan
menghampirinya.
Jaejoong bisa melihat secercah rasa cemas dan khawatir yang tersirat di
dalam kedua mata musang yang tajam itu.
Pria cantik itu mendesah pelan saat Yunho duduk di pinggir ranjang,
meremas jemarinya.
Dengan satu tangan yang bebas, Jaejoong mengusap dahinya sendiri dan
menyibak poni almond-nya ke belakang.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanya
Yunho.
Jaejoong tersenyum tipis.
Tidak menyahut.
Hanya kedua mata bulatnya yang bergerak pelan, seakan mengobservasi
namja tampan itu.
“Kau ingin kita pulang
sekarang?”
“Aku ingin menginap”
Yunho terdiam.
Tapi sedetik kemudian mulutnya kembali terbuka.
“Kita akan mencari hote—”
“Di sini”
“Jae—”
“Aku ingin tidur di sini malam
ini, Yunho…Kumohon, aku tidak sanggup bergerak”
Namja tampan itu menghela nafasnya.
Kemudian ia mengangguk dan memainkan jemari Jaejoong yang berada dalam
genggamannya.
“Baiklah, aku akan memesankan
sesuatu untukmu, kau ingin makan apa?”
“Apa saja, tapi aku haus”
“Akan kuambilkan minum”
Yunho bangkit, berjalan keluar kamar meninggalkan Jaejoong.
Pria cantik itu memijit pelipisnya seraya mengerutkan dahinya.
Tubuhnya terasa sangat lemas, entah kenapa, ia merasa tidak berdaya.
Jaejoong memutuskan untuk memejamkan matanya dan mencoba untuk
merilekskan tubuhnya.
Beberapa saat kemudian hidungnya menangkap sebuah aroma yang sangat
manis.
Aroma masa lalu yang terbungkus di kamar masa kecilnya.
Oh—Jaejoong tidak ambil pusing, tapi ia cukup menyukai suasana ini.
“Jae?”
Yunho menaikkan alisnya ketika mendapati Jaejoong telah tertidur pulas
di sana.
Ia tersenyum samar dan menghampiri pria cantik itu.
Mengusapkan punggung tangannya di pipi halus tersebut.
Kemudian ia mengecup lembut hidung bangirnya.
“Selamat beristirahat” Bisiknya
lirih.
Setelah ini ia harus mengabari Kim Heechul dan Hangeng.
.
.
.
Namja cantik itu terkejut
ketika ia membuka kedua matanya dirinya telah berada dalam pelukan Yunho.
Nafasnya tercekat, seolah
waktu berhenti hanya untuknya.
Sepasang kelopak mata itu
mengerjap pelan, memperhatikan leher berwarna tan yang menghiasi pandangannya.
Kemudian ia menunduk, dan
menemukan sepasang lengan yang balas memeluk tubuhnya.
Deru nafas Yunho masih
teratur, pertanda pria tampan itu masih terlelap dengan pulas.
DEG DEG DEG.
Jaejoong merasa jantungnya akan meledak.
Sungguh, ia tidak kuat, aroma after-shave
ini menusuk hidungnya.
Membuat suhu tubuhnya meningkat dengan wajah yang merona.
Dan detik selanjutnya Jaejoong teringat akan Changmin.
Ia refleks menyentak lengannya yang memeluk namja tampan itu.
Membuat Yunho membuka kedua mata musangnya dalam hening.
“Sudah berapa lama kau
terbangun?”
Pertanyaan itu tak terjawab.
Jaejoong seolah beku.
Terpesona oleh suara serak Yunho ketika namja tampan itu bangun tidur.
Raut wajah yang menyimpan lelah dengan rambut cokelatnya yang
acak-acakan.
Damn it.
Pria kejam ini sungguh terlihat seksi.
CUP.
Jaejoong mengerjapkan mata bulatnya saat Yunho beralih mengecup dahinya
guna mendapatkan jawaban.
Namja cantik itu kembali terkejut.
Ia mendorong dada bidang Yunho dengan kedua telapak tangannya dan
beringsut menjauh.
Mencoba untuk duduk dengan dada yang berdebar-debar.
“Aku…harus segera pulang” Bisik
Jaejoong tercekat.
Tidak ingin lebih lama lagi terjebak seperti ini.
Seandainya Changmin tahu—Oh, Jaejoong tidak berani untuk membayangkan.
“Aku akan mengantarmu” Balas
Yunho setengah bergumam.
Rasa kantuknya masih sangat kentara sekali.
Ia mendekatkan tubuhnya ke sisi Jaejoong dan sekali lagi memeluk
pinggang ramping itu.
Menenggelamkan wajah tampannya yang sudah kembali terpejam di sisi pinggul
Jaejoong.
“Yunho!” Pekik Jaejoong
terkesiap.
“Lima menit lagi” Dan itu adalah
bisikan terakhir yang Jaejoong dengar karena setelahnya Yunho kembali tenggelam
dalam tidurnya.
Meninggalkan Jaejoong yang menghela nafas panjang.
Aigoo, desahnya dalam hati.
-------
“Sepertinya kau sangat menikmati
permainan ini, Hyung”
Junsu menoleh, tersenyum tipis kepada Kyuhyun yang bersandar di dinding
kamarnya.
Pria berkulit pucat itu menaikkan alisnya ketika Junsu mengindikkan bahu
seraya menghembuskan asap rokoknya.
Kyuhyun berjalan, menghampiri iparnya dan duduk di atas kursi yang
berhadapan langsung dengan jendela kaca besar yang terbuka itu.
Menikmati hembusan angin musim semi yang menyenangkan.
“Jadi? Bagaimana rasanya setelah
berhasil menjerumuskan kakakmu ke dalam pelukan seorang iblis?” Celetuk Kyuhyun
lagi. Kali ini dengan seringai tipis andalannya.
Junsu berdecih.
“Kau membuatku tampak buruk”
Balasnya.
“Oh ya? Tentu saja, mengingat
latar belakang Jae Hyung membuatmu terlihat seperti iblis yang sesungguhnya di
sini” Ujar Kyuhyun bersandar pada kursinya.
“Kita sudah membicarakan ini,
Kyu”
“Ya, dan aku juga sudah
memperingatimu kalau Jae Hyung pernah mencintai pria kejam itu”
“Dia hilang ingatan sekarang”
“Hilang ingatan sekalipun,
hatinya tetap mengingat, Hyung. Hatinya tidak akan pernah lupa tentang Jung
Yunho”
Junsu terdiam.
Memilih untuk tidak mengacuhkan ucapan kekasih sepupunya itu.
“Apa yang akan kau lakukan?
Ketika nanti Jae Hyung sadar bahwa hatinya telah dimiliki oleh seseorang?”
Tanya Kyuhyun retoris.
Pria manis berwajah dingin itu masih bungkam.
Hanya kepulan asap dari hidungnya yang menjawab.
Membuat Kyuhyun tersenyum jengah dan menumpukan wajahnya di atas bingkai
jendela dengan kedua lengannya.
“Kita semua hanya ingin dia
bahagia, Hyung. Sudah cukup dengan segala penderitaannya selama ini”
“Aku tahu, aku hanya ingin Jung
Yunho sialan itu merasakan apa yang dirasakan Jae Hyung”
“Jae Hyung tidak akan tinggal
diam melihat Yunhonya menderita, apa kau sudah memikirkan konsekuensinya?”
Cih.
Junsu menekan ujung rokoknya ke dalam asbak yang tergeletak di meja
nakasnya.
Ia berjengit sebelum beranjak keluar dari kamarnya, meninggalkan Kyuhyun
di sana.
“Pada akhirnya semua harus
mengalah demi Jaejoongie Hyung” Bisiknya lirih.
Kyuhyun tersenyum tipis.
.
.
.
Jaejoong tahu ada yang disembunyikan orang-orang darinya.
Terutama Yunho, mengingat perlakuan Yunho yang aneh beberapa hari ini.
Dan kata-kata yang pria itu ucapkan kepadanya saat pesta milik Junsu
berlangsung.
Shim Changmin melirik ke arah Jaejoong yang tampak tidak fokus di
sampingnya.
Ia beringsut mendekati namja cantik itu dan merangkul bahunya.
Membuat Jaejoong terkejut dan menoleh kepadanya.
“Televisinya kumatikan saja ya?”
Tanya Changmin.
“Andwae” Sahut Jaejoong kembali
menatap layar plasma yang ada di hadapan mereka.
“Hmm? Tapi kau tidak terlihat
menikmati acaranya. Mau berbagi?”
“…”
“Joongie?”
Aish.
Namja cantik itu menghela nafas panjang.
Ia bersandar di dada bidang Changmin, sementara jari-jarinya bermain di
sela jemari namja berwajah kekanakan itu.
“Kau serius untuk menikahiku?”
Tanya Jaejoong nyaris berbisik.
Changmin menaikkan alisnya.
“Kenapa bertanya seperti itu?
Kau tidak menginginkanku lagi?”
“Aku hanya merasa ada yang
kurang…Maksudku, ada sesuatu yang hilang”
“Lalu?”
“Entahlah, aku hanya tidak ingin
terjerat sumpah bersamamu sementara kepalaku terisi oleh orang lain”
Eoh?
Changmin menegakkan tubuhnya.
Membuat Jaejoong beringsut malas dari dadanya dan kini berhadapan
dengannya.
“Maksudmu? Kau mencintai orang
lain?”
“Chwang, kupikir selama ini kita
berdua tidak saling mencintai”
DEG.
Oh—Changmin kembali terkejut.
“Mengapa kau berkata seperti
itu?”
“Aku sama sekali tidak
berdebar-debar ketika bersamamu, tapi justru berdebar-debar ketika bersama
orang lain…Dan lagi…Aku merasa selama ini kau memperlakukanku hanya sebagai
seorang kakak”
“Boleh aku tahu? Siapa orang
lain itu?”
Jaejoong merapatkan bibirnya.
Bola matanya bergerak gelisah.
Dan Changmin hanya tersenyum kecut melihatnya.
Ah, jadi hatinya sudah mengingat, eh?
“Kau benar, kita tidak saling
mencintai. Tapi untuk kau tahu, Joongie, Junsu tetap akan melangsungkan
pernikahan kita di London nanti, dan tidak ada seorangpun dari kita yang bisa
membantahnya” Jelas Changmin kemudian.
Jaejoong mengernyitkan dahinya.
Merasa tidak nyaman dengan peringatan dari namja berwajah kekanakan itu.
Dan lagi—kenapa harus Junsu?
-------
Jung Keybum tersentak kaget saat mendengar suara barang yang dibanting
dari kamar putra tunggalnya.
Ia mencengkram dada kirinya, sementara mata kucingnya melirik kepada
suaminya yang tampak tidak acuh dengan korannya.
“Yeobo” Panggil Key gelisah.
Jinki hanya bergumam.
Ia membalik halaman korannya dengan santai.
Seolah kejadian seperti ini sudah menjadi makanannya sehari-hari.
“Lebih baik kau menyiapkan teh
dan kue untuknya, sayang. Kita tahu kalau Yunho akan selalu tempramental ketika
ia marah”
“Tapi, apa yang membuatnya
begitu marah? Uri Yunho sudah lama sekali tidak seperti ini”
“Hm, bukankah ibunya yang lebih
tahu?”
“Yeobo!”
Jinki menurunkan korannya, ia menatap mata kucing yang selalu membuatnya
jatuh cinta itu. Kemudian ia tersenyum tipis.
“Ia akan keluar kalau amarahnya
sudah mereda, dan saat ia lapar”
Baiklah, itu ucapan telak untuk Keybum.
Yeoja cantik itu beranjak dari duduknya dan berjalan memasuki dapur.
Menghela nafas seraya memerintahkan beberapa pelayan untuk menyiapkan
seteko teh hangat dan sepiring kue yang selalu bisa membuat Yunho tenang.
Mungkin namja tampan itu akan bercerita kepadanya setelah ia
menghabiskan kudapannya.
Yah, semoga. Gumam Keybum dalam hatinya.
PRANGG!
Nafas namja itu terdengar menderu hebat.
Raut wajahnya sungguh menunjukkan kemurkaannya.
Kamarnya kini kacau balau akibat pelampiasannya.
Yunho bersandar di dinding seraya mengusap wajahnya yang terasa panas.
Bagaimana bisa? Lirihnya dalam hati.
Perasaannya tersakiti. Tercabik-cabik dengan kejam.
Kenapa harus seperti ini? Di saat ia sudah memutuskan untuk memperbaiki
segala kesalahannya, kenapa karma harus menerjangnya secepat ini?
Yunho meringis.
Hatinya terasa perih.
Ia terduduk lemas di sana.
Mata musangnya melirik ponselnya yang sudah retak.
Kemudian ia mendongakkan wajahnya.
Tidak mengacuhkan air mata yang menetes dari mata kirinya.
“Jadi ini akhirnya eoh?” Desisnya
tidak percaya.
Ponsel mahal itu berkedip-kedip memperingati kerusakan sistem yang
terjadi di dalamnya setelah Yunho membantingnya beberapa kali.
Tapi Yunho masih bisa melihat pesan yang terbuka itu.
Pesan yang membuatnya tidak siap.
Jaejoong sudah di London.
Dan ia akan menikah dengan Changmin malam ini.
-------
Hangeng dan Heechul tampak khawatir.
Tapi Junsu sudah menjanjikan kalau semuanya akan baik-baik saja.
Pria manis itu tidak memberitahu mereka kalau ia akan membeberkan
permainannya kepada Jaejoong kalau Yunho tidak muncul dan menghancurkan
pernikahannya dengan Changmin.
Junsu hanya mengingatkan kedua orang tuanya untuk tetap tenang karena ia
dan sepupunya akan membuat Jaejoong terkejut dengan segala hal ini.
Ehm, dalam konteks bahagia tentunya.
Yang Junsu tidak ketahui sampai saat ini adalah Jaejoong Hyungnya yang
duduk gelisah di dalam ruang gantinya.
Kyuhyun ada di sana.
Memperhatikan dalam diam bagaimana wajah cantik itu basah akan
keringatnya sendiri.
Jemarinya bertaut cemas, mencengkram ujung kemejanya hingga kusut.
Ia bertugas untuk menjaga Jaejoong sampai Junsu menghubunginya dan
membawa namja cantik itu keluar, kemudian memberitahunya kalau ini semua
hanyalah permainan mereka.
Tapi sepertinya rencana namja imut itu tidak akan berjalan dengan
lancar, melihat kondisi Jaejoong yang sangat pucat itu.
“Kyu, Kyuhyunnie…” Lirih
Jaejoong cemas.
Pria berkulit pucat itu beranjak menghampiri iparnya, ia berlutut di
hadapan namja cantik itu.
“Ya, Hyung?” Balasnya lembut.
Jaejoong menangis, dan itu membuat Kyuhyun terkejut.
Pria cantik itu menggenggam erat jemarinya.
Tangisnya pecah.
“Aku tidak bisa…Aku tidak ingin
menikahi Changmin” Lirihnya berulang-ulang.
“Kenapa, Hyung? Kau tidak bisa
mundur lagi” Balas Kyuhyun semakin kaget.
Dadanya berdebar-debar kini.
Jaejoong kembali menggeleng.
Ia meremas jari-jari Kyuhyun.
“Aku tidak mencintainya” Desis
Jaejoong penuh kesedihan.
Sorot mata Kyuhyun berubah iba.
Ia menelan salivanya dan mengusap keringat Jaejoong dengan punggung
tangannya yang bebas.
“Lalu siapa? Siapa yang kau
cintai, Hyungie?” Bisiknya lembut.
Jaejoong tercekat.
Nafasnya tercekik karena panik.
Telinganya berdenging, bibir pucatnya bergetar, ia hendak membisikkan
sebuah nama kepada Kyuhyun.
Tapi sebelum suaranya keluar, ia jatuh pingsan dalam pelukan namja
berkulit pucat itu.
Kyuhyun menjerit panik.
-------
Yoochun tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi setelah mendengar
cerita dari Junsu.
Ia berjengit geram sepanjang perjalanannya menjemput Yunho.
Sial! Sial!
Kenapa pria yang sudah menjalin hubungan dengannya selama hampir tiga
tahun itu membungkam mulutnya eoh?!
Kenapa baru sekarang?!
Ya Tuhan, Yoochun tidak bisa menahan emosinya lagi.
Ia nyaris membentak Junsu kalau saja ia tidak sedang berada di rumah sakit.
Pria berpipi chubby itu mendesah panjang seraya memijat pelipisnya.
Mata sipitnya melirik pria tampan yang kini duduk di sampingnya dengan
gelisah.
Yah, ia berhasil menyeret Yunho dua puluh empat jam yang lalu dan
sekarang mereka berdua sudah berada di dalam pesawat menuju London.
Kemungkinan mereka akan sampai pagi hari nanti.
Dokter berkacamata itu memperhatikan Yunho yang tampak tidak tenang
dalam tidurnya.
Yoochun tahu Yunho banyak menderita selama ini.
Hanya kepadanya namja tampan itu berkeluh kesah.
Sampai ia jengah dengan ego Yunho yang terlalu tinggi.
Dulu Yoochun pernah memukul Yunho saat ia mengetahui pria tampan itu
telah membuat Kim Jaejoong hipotermia selama dua hari penuh.
Yunho sengaja tidak membawa Jaejoong kepada Yoochun waktu itu, ia sudah
memperkirakan emosi Yoochun yang meledak-ledak terhadapnya.
Tapi sial, ia lupa kalau Yoochun juga bekerja di rumah sakit itu dan
memergoki rekannya yang memeriksa Jaejoong saat itu.
Pria berpipi chubby itu melepas kacamatanya dan mendesah lelah untuk
yang kesekian kalinya.
Junsunya telah menderita banyak selama ini, begitu juga dengan kakaknya.
Tapi tidak hanya mereka, Jung Yunho juga sama menderitanya, bahkan lebih
parah.
Pria angkuh itu tenggelam oleh egonya yang tinggi.
Yoochun jadi bingung harus membela siapa di saat seperti ini.
Tapi mengingat telepon Junsu tentang pengakuan dosanya yang berisikan
rencana membalas dendam kepada Yunho membuatnya kesal.
Yah, Yunho memang sangat keterlaluan sampai membuat Jaejoong bunuh diri.
Tapi setelah itu ia banyak berubah.
Dan Yoochun memperhatikan hal itu.
Seperti betapa paniknya Yunho saat Jaejoong pingsan di rumah besarnya
waktu itu.
Yoochun tahu cinta Yunho tidak berkurang sedikitpun.
Pria itu hanya terlalu gengsi.
Dan lagi, Yunho sudah bertekad akan memperbaiki segalanya.
“Semoga belum terlambat”
Desisnya lirih. Entah pada siapa.
-------
Jaejoong terbangun.
Menatap langit-langit ruangan dengan nafasnya yang menderu.
Pria cantik itu kemudian beringsut untuk duduk dan bersandar di kepala
ranjang.
Jantungnya berdetak dengan sangat kencang.
Seolah akan lepas dari tempatnya.
Jemarinya mencengkram erat selimut yang membalut kakinya.
Ia meringis, menggigit bibirnya menahan tangis.
Ya Tuhan, ia mengingat semuanya.
Ia mengingat Kibum dan Siwon.
Ia mengingat Taemin dan Kakek Cha.
Ia mengingat Yunho.
Jaejoong merasa dirinya begitu rapuh hingga ia akan pecah
berkeping-keping.
Dan Kyuhyun beserta Changmin masuk ke dalam kamar di saat yang tepat.
Niat awalnya adalah untuk mengantarkan makanan sekaligus mengecek
keadaan Jaejoong.
Tapi ternyata pria cantik itu telah sadar dan kini meringkuk pedih di
atas ranjang.
“Hyungie” Panggil Changmin dan
Kyuhyun serentak.
Mereka segera memeluk Jaejoong dan mencoba untuk menenangkan namja
cantik itu.
Jaejoong terlihat kacau.
“A—apa yang sudah terjadi,
Chwang? Apa?” Lirih Jaejoong terisak.
Changmin dan Kyuhyun tahu ke mana maksud pertanyaan namja cantik itu.
Mereka saling menatap dan mengangguk.
Kemudian Kyuhyun mempererat pelukannya, mengecup dahi Jaejoong agar pria
cantik itu tenang.
“Maafkan kami Hyung, kami akan
memberitahumu” Ujar Changmin berbisik.
Jaejoong meronta-ronta ketika kedua namja itu selesai bercerita.
Memberitahunya tentang rencana yang telah mereka jalani selama ini.
Dengan Junsu sebagai dalangnya.
Pria cantik itu berteriak marah.
Ia memukul Changmin dengan marah.
Tidak mengacuhkan Kyuhyun yang menjerit menahannya.
“Kalian memisahkan aku dengan
Umma dan Appaku!! Berani sekali kalian membawaku ke sini hanya untuk menyakiti
Yunho!” Pekik Jaejoong murka.
Pintu kamar terbuka lebar, Heechul dan Hangeng muncul di sana.
Dan Junsu yang menerobos di antara keduanya.
Melihat adiknya membuat Jaejoong semakin beringas.
Ia menyikut Kyuhyun dan berjalan cepat menghampiri Junsu, dengan kedua
mata yang memerah, pria cantik itu berhasil meninju wajah Junsu dengan sekuat
tenaga.
Junsu yang tidak siap menerima serangan tersungkur, pria manis itu
terkejut dan menatap Jaejoong yang kini ditahan oleh Hangeng dan Changmin.
Dan Junsu bisa melihat betapa marahnya Jaejoong melalui air matanya yang
tidak berhenti mengalir.
“BRENGSEK KAU KIM JUNSU!! AKU
MEMBENCIMU!!” Teriak Jaejoong selantang mungkin.
Pipi Junsu basah.
Ia masih terkejut dengan segala yang terjadi.
Hingga Kyuhyun dan Heechul beranjak merangkulnya.
“Apa-apaan kau eoh?! Kau
memanfaatkan penyakitku untuk menyakiti aku dan Yunho! Di mana hatimu, Kim
Junsu!!” Berang Jaejoong sakit.
Heechul terisak melihat keadaan Jaejoong yang begitu meledak-ledak.
Sementara Junsunya masih tidak berdaya.
Ucapan Jaejoong berhasil menyadarkannya.
Tangis Jaejoong pecah.
Ia terkulai lemah dalam pelukan Appa kandungnya.
Jemarinya mengepal erat.
Wajahnya telah memerah basah.
“Yunho mencintaiku, Appa…Hiks…Ia
mencintaiku…” Isak Jaejoong lemah.
“Tenangkan dirimu, Joongie…”
Bisik Hangeng sedih.
Jaejoong tersengguk.
Ia mencengkram erat kemeja Hangeng yang memeluknya.
“Aku ingin Umma dan
Appaku…Hiks…”
“Kami di sini, sayang, kami di
sini”
“Aku ingin Kibum Umma dan Siwon
Appa…Hiks…Aku mau Umma dan Appa nomor satuku…Hiks..Hiks…”
Tangis Heechul ikut pecah.
Hatinya tersakiti mendengar bisikan lirih putra tersayangnya.
Kyuhyun dengan sigap menahan namja cantik itu.
Sementara Junsu tertunduk dengan hati yang perih.
Ia telah menyakiti banyak pihak.
Bukan itu keinginannya.
Bukan.
Ia hanya ingin membalas Jung Yunho.
Hanya itu.
Omoooooooooo, ini makin sedih 😭😭😭😭😭
BalasHapusAahhh, kenapa makin sedih aja sih? Kapan jae sama yunho bahagianya kalo gitu T,T
BalasHapusAahhh, kenapa makin sedih aja sih? Kapan jae sama yunho bahagianya kalo gitu T,T
BalasHapus